"Tang, tenang." Rafli berusaha menenangkan Lintang yang gelisah tingkat tinggi karena saudara kembarnya kena musibah, dan sekarang sedang berjuang melawan maut di ruang operasi sana.
"Gimana gue bisa tenang. Lo gak lihat tadi keadaannya Bintang kaya apa," balas Lintang. "Gue takut dia gak selamat, Raf," lanjutnya.
Sebelum operasi dimulai, Lintang memang sempat melihat keadaan Bintang. Sesak sendiri dirinya melihatnya. Bintang, sosok konyol dan ceria, walau nyebelin itu terbaring tak berdaya dengan bibir pucat bak tiada darah dan luka-luka di mana-mana.
"Jangan ngomong begitu. Lo harus Positive thinking, Tang."
"Raf, serius. Gue bener-bener takut," ucap Lintang frustasi. "Biar nyebelin, tapi tinggal dia satu-satunya saudara gue, Raf."
Setetes cairan bening meluncur dari mata Lintang, tercetak jelas di pipinya. Rafli menatapnya takjub. Tak menyangka jika Lintang yang selama ini benci dengan saudaranya itu, bisa setakut itu bila kehilangannya.
Baru saja Rafli hendak mengeluarkan suara, pintu ruang operasi terbuka, dan muncul suster muda dari sana. Lintang segera berdiri, disusul oleh sahabatnya.
"Ada yang darahnya bergolongan O? Pasien mengalami pendarahan hebat, dan harus segera membutuhkan donor darah satu kantung lagi. Sedangkan stok darah O di rumah sakit ini sudah habis karena sejam yang lalu diambil pihak rumah sakit tetangga untuk menolong korban kecelakaan beruntun di sana," ucap suster itu dengan nada cepat dan raut muka panik.
"Golongan darah saya O, Sus," seru Lintang seketika. "Ambil darah saya aja."
Suster menatap Lintang sepenuhnya. Sepertinya ada yang baru ia sadari. Kalau dilihat-lihat, wajah anak laki-laki yang berada dihadapannya itu mirip sekali dengan pasien yang sekarang ditangani atasan dan teman-temannya di dalam.
"Kamu kembaran pasien yang di dalam?" tanya suster itu pelan.
Lintang mengangguk sebagai jawaban.
Sang Suster yang kini giliran mengangguk. "Yaudah. Ayo, mari ikut saya."
Suster itu berlari kecil, mengajak Lintang untuk mempersiapkan diri. Sebelum melakukan donor, Lintang harus bersih, steril, dan yang terpenting harus dichek tensi darahnya. Bila tensi daranya rendah, donor akan dibatalkan karena bisa membahayakan nyawa anak itu sendiri.
☆☆☆
"Jangan banyak bicara aja, Suster. Saudara saya pasti sudah sangat sekarat di dalam. Ayo, ambil darah saya saja."
"Gak bisa, Adek. Saya sudah bilang berkali-kali, tensi darah kamu belum memasuki persyaratan."
Lintang menggeram. "Gak pa-pa. Saya akan tanggung sendiri resikonya. Ayo, masuk ke dalam."
"Tap--"
"Suster jangan takut," potong Lintang. "Saya gak akan nyalahin suster dan rumah sakit ini bila terjadi apa-apa. Saya gak bercanda, Suster." Cowok itu menunjuk Rafli yang berada di sebelahnya."Raf, lo saksinya, ya."
"Tang." Rafli semakin menatap khawatir Lintang. Dia sebelumnya juga sudah menuturi Lintang seperti apa yang dilakukan suster. Tapi, nyatanya Lintang tetap keras kepala.
"Ayo, Sus." Lintang mencoba mengajak suster itu masuk ke dalam ruangan, tapi susternya malah diam saja.
"Oke, saya masuk duluan."
☆☆☆
Lintang meringis begitu kepalanya mulai terserah pening. Sejenak dirinya berpikir, kira-kira di detik ini sudah seberapa banyak kah darah yang berpindah ke tubuh saudaranya?
Lintang memutar bola mata dan menghela napas. Ngapain juga mikirin itu. Kaya orang sedekah yang gak ikhlas saja.
Lintang kemudian menoleh ke sampingnya. Di brangkar tak jauh darinya, disana terbaring Bintang yang masih betah menutup matanya dengan tubuh yang ditempeli banyak peralatan medis. Dokter dan suster terlihat sibuk melakukan operasi pada kepala saudaranya. Lintang meringis lagi, lalu segera mengubah pandangannya ke arah lain. Melihat dokter yang bermain gunting di kepala saudara kembarnya itu, jika diperhatikan lama-lama ngeri juga ternyata.
Detik demi detik terus berjalan. Pening yang menyiksa Lintang semakin kuat dia rasakan. Tubuhnya pun sudah teramat lemas, dan susah untuk digerakkan.
Mata Lintang terus menyayu. Dia berusaha keras menjaga kesadarannya.
Sampai ... sepuluh detik kemudian, semuanya gelap.
☆☆☆
KAMU SEDANG MEMBACA
Thank You Brother [Complete]
Short Story"Kenapa sih gue ditakdirin punya kembaran senyebelin dia?" -Lintang Rafka Pamungkas- "Kami kapan akur, sih?" -Bintang Rafka Pamungkas- *** #3 in short story 9/11/2017 Cover by @mikishikatoka ❤ T H A N K Y O U , B R O T H E R 2 0 1 7