Emang salah ya kalau gue masih sayang?
-Rey
Tetesan air yang mengalir satu demi satu membuat Danel semakin larut dalam imajinasinya. Ia terdiam dengan pandangan datar, bahkan ketika Jakarta sudah berganti musim, hubungannya masih belum juga membaik. Atau mungkin ini sudah waktu yang tepat untuk berteman?
Cowok itu tetap dalam posisinya ketika Varo melangkah perlahan mendekati tubuh tegap anaknya yang saat ini sedang bersandar pada kursi menghadap jendela. Tangannya perlahan memetik gitar seakan mengiringi irama hujan malam ini.
Hujan, membawa kembali kenangan yang meski sebentar tapi selalu terkesan dalam perasaan. Rintik kecil seirama yang tidak pernah takut untuk hancur meski sudah jatuh berkali-kali. Menetes dan melebur menjadi satu dengan udara serta tanah yang tidak pernah senyawa.
Mirip seperti hati dan pikiran yang sampai saat ini masih tak sejalan. Antara menuruti kata hati atau saran pikiran yang selalu berbeda. Tak pernah mau bersatu dan bekerja sama membantu tuannya. Mereka bertolak belakang, membuat dimensi berbeda yang menyebabkan seseorang sampai saat ini masih tetap berdiri di satu titik yang sama, 'gagal move on'.
Sama seperti hujan, hati terkadang bersifat munafik. Meski sering terjatuh ia akan bangkit dan berlagak seolah baik-baik saja. Meski terluka hingga berdarah ia tetap tertawa dan berlaku seolah yang tadi hanyalah memar. Ini yang dibenci pikiran, hati terlalu sering bersikap idiot. Menyembunyikan tangis dalam setiap memori dan menyimpan semuanya rapi rapi, entah untuk kembali dibuka atau akan tetap disana sampai rusak dan dimakan rayap milik sang waktu.
Tapi ia sedikit menyukai hujan kali ini. Beliau menyembunyikan senja, menutupnya dalam buliran dingin dan menyimpannya agar tidak menimbulkan ingatan yang melukai. Antara senja dan hujan, mereka berdua adalah dua hal yang disukai Danel. Dua hal yang menjadi saksi dimana ceritanya mengalami perubahan, bagaimana hidupnya mengikuti siklus takdir, dan bagaimana dia yang saat ini tidak lagi berada di samping seseorang.
Jika boleh bisakah ia bertanya kepada dua sosok indah itu? hujan dan senja, bisakah kau jelaskan bagaimana dan kemana seharusnya kakiku melangkah? antara diam dan melangkah. Tetap di tempat ini menikmati semburan air dari hujan, atau berlari perlahan untuk mencari sang senjanya lagi
Senjanya ada di ujung sana, menunggu hujan berhenti dan akan muncul ketika langit tidak lagi menyimpan pedih. Tapi bisakah senjanya menerima jika dia harus datang dalam keadaan basah kuyup karena baru saja terkena guyuran hujan? padahal terkadang ia pernah diusir ketika menginjakkan kaki di rumah saat badannya baru saja digunakan beraktivitas di bawah tangisan langit. Lalu, apakah dia juga akan diusir oleh senjanya ketika sudah memutuskan kembali?
"Nel."
Suara bariton yang tidak asing membuat Danel menoleh dan tersenyum sekilas kepada papanya. Ia terdiam, menatap lurus ke arah jendela basah di depannya dan kembali memetik gitar sambil bersenandung kecil.
"Kenapa?"
"Danel mundur pah. Nggak tau kenapa aku ngerasa nggak pantes buat dia, Danel yakin dia bakal lebih bahagia kalau sama orang lain."
"Kamu masih sayang?"
"Sayang pah, justru karena aku sayang aku nggak mau terus-terusan maksa dia yang ujungnya nanti malah luka lagi. Aku nggak mau bikin dia nangis."
"Kamu nggak sayang sama dia Nel." ucap Varo tegas membuat Danel dengan cepat menoleh ke arahnya.
"Papa apaan? aku sayang sama dia, buktinya waktu Aurel dateng lagi aku tetep milih dia."
KAMU SEDANG MEMBACA
DANEL's
Teen FictionCERITA SUDAH DITERBITKAN!!! di @gloriouspublisher16 Kamu mau ngasih tau aku nggak gimana cara mahamin pikiran cewek? aku tanya gini bukan berarti aku pengen jadi cewek ya, tapi aku pengen aja mahamin kamu. Cewek itu gimana sih? karena jujur aja samp...