(24) Sebelum pagi

53K 3.9K 296
                                    

Terkadang kamu harus tau, melepaskan itu lebih sulit dari sekedar mengenal.

-Key

Bau khas obat-obatan yang menguar di seluruh ruangan berkolaborasi bersama mesin pendeteksi yang terhubung dengan alat medis yang melekat di tubuh cowok itu. Sosok yang biasanya tidak bisa diam kini mulai menunjukkan sisi tenangnya. Sebuah pertunjukkan yang paling dibenci oleh Cassie.

Mata sembab gadis itu masih terlihat jelas. Meski ia sudah mandi dan berganti pakaian, Cassie tidak juga menunjukkan tanda-tanda ingin beranjak dari sisi Danel. Dari pagi banyak orang yang memaksanya untuk makan tapi selalu dibalas dengan gelengan serta hembusan nafas.

Ia benci dengan situasi seperti. Tidak lagi saling menatap meski jarak memungkinkan untuk memandang. Tidak bisa saling berbicara meski banyak peluang untuk saling menyapa. Sudah berapa kali air mata itu menetes, tapi semua terasa percuma. Orang yang ada dibalik buliran bening itu bahkan tidak mengerti ada dimana dia sekarang. Miris.

Vina yang masih saja menangis membuat Varo terpaksa menahan untuk tidak mengeluarkan emosinya di tempat ini. Ia terdiam memeluk Vina dan menatap sendu gadis berpakaian steril warna hijau yang masih setia berada di samping anaknya.

Sampai di rumah sakit tadi Cassie sudah menceritakan semuanya. Mengetahui hal ini disengaja membuat Varo dengan sigap segera memperintahkan orang suruhannya untuk mencari seseorang bernama Andy. Demi apapun, ia membenci siapa saja yang berusaha mencelakai orang yang dia cintai.

"Danel pasti akan baik-baik aja." ucap Varo meski dirinya juga tidak yakin dengan apa yang barusan ia katakan.

"Cassie belum makan Al."

"Dia nggak akan bisa makan dalam keadaan kayak gini."

"Tapi dia bisa sakit."

"Biarin hatinya tenang dulu El. Saat ini semua indranya masih mati, percuma kalau kita paksa." ucap Varo berusaha setenang mungkin.

Dilain sisi, gadis itu tetap enggan untuk mengalihkan pandangannya dari Danel. Ia terdiam, tersenyum sekilas dan kembali mengeluarkan air mata yang seakan tidak ada habisnya.

"Bangun Nel, buktiin ke dokter kalau kamu nggak papa."

"Buktiin ke mereka kalau kamu bisa buka mata dan jagain aku lagi kayak biasanya. Buktiin kalau kamu bisa nepatin janji untuk selalu ada di samping aku. Plis Nel, jangan diem aja." lirik Cassie menundukkan kepalanya di atas tangan Danel sambil memejamkan mata.

"Sampai ketemu besok Nel, aku bakal ada di samping kamu saat kamu buka mata besok pagi."

Kata-kata itu yang selalu diucapkan Cassie menjelang tidur. Kalimat yang tidak pernah lupa ia sampaikan meski dirinya sendiri tau bahwa Danel masih belum ingin bangun dari istirahatnya. Mungkin cowok itu lelah dengan kehidupannya, atau ia hanya ingin memberitahu pada Cassie seberapa berat rindu. Sukses, jika memang itu tujuannya, ia sukses membuat Cassie tau bagaimana beratnya menahan rindu.

Gadis itu lah yang masih tetap optimis bahwa Danel akan sembuh meski hari ini sudah mencapai 2 bulan ia terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Cassie tau Danel tidak akan meninggalkannya dengan cara seperti ini, karena cowok itu pasti tau bahwa dia tidak akan bahagia, dia benci cara ini, sungguh.

"Kamu kapan bangun? nggak capek tidur terus Nel?"

"Tuh kan, sekarang cuek banget ya. Oh ya Nel, besok aku tampil buat ngisi pensi lo, kamu dateng ya. Pake jas, rambutnya dibenerin, terus pake parfum kayak kamu biasanya. Acaranya jam 7 di aula sekolah."

"Kamu mimpiin apa sih? mimpi kamu lebih seru ya di banding jawab pertanyaan aku? nyebelin banget nih bocah. Danel, di dalam mimpi sana kamu udah makan belum? perut kamu kosong tau. Nggak laper?"

DANEL'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang