Happy Reading :)
-
-
"Sampai kapan kau akan menyembunyikan ini dari Melody?" Rachel menatap Luhan, mereka tengah berada di Apartemen Rachel. Setelah mengantar Melody pulang, Luhan langsung pergi menemui Rachel.
Luhan melihat ke bawah memperhatikan meja kerja Rachel yang penuh dengan file dan dokumen, "Kau ingin dia tahu masa laluku Rachel? Dia tidak sepenting itu untuk mengetahui semuanya." Balas Luhan, sungguh kata- kata membuat Rachel ternganga tidak percaya.
"Kau membutuhkannya, sama seperti kau membutuhkan Keana, jika saja kau menceritakan semuanya, Keana tidak mungkin melepaskanmu begitu saja." Kata Rachel dengan nada keras.
Luhan tersenyum kecut, "Bagaimana jika sebaliknya, bagaimana jika dia akan meninggalkanku lebih awal."
"Lebih baik begitu dari pada setelah kau jatuh cinta lebih dalam seperti ini." Rachel membuka map biru yang ada dihadapannya, "Kau bisa lihat perkembangan kondisimu, kau melukai teman satu kampusmu, kau hampir membunuh anak di bawah umur, kau hampir membuat wanita tua kehilangan matanya dan kau bertengkar dengan preman karena kau melukai adik perempuannya, Apa lagi sekarang?"
"Tidak perlu kau mengingatkan semua kesalahanku, aku tidak mungkin melukai orang jika tidak ada sebabnya Rachel." Rahang Luhan mengeras mengingat masa lalunya.
Rachel menghembuskan nafasnya berat, "Luhan, kau harus menceritakan semuanya kepada Melody."
"Agar dia menatapku dengan pandangan kasihan? Tidak, aku tidak akan membuat Melody bersamaku karena terpaksa. Aku akan membuatnya bersamaku dengan caraku sendiri." Luhan bangkit dari duduknya.
Rachel ikut berdiri, "Berjanjilah untuk tidak menyakiti siapapun lagi Luhan." Rachel menatap mata Luhan, lelaki itu membalasnya, "Hanya orang istimewa yang bisa membuatmu melupakan semua kepahitanmu, saat kau sudah menemukan wanita itu, kau tidak bisa mengabaikan dia begitu saja."
Kata- kata terakhir Rachel terngiang di telinga Luhan. Sepenting itukah Melody dalam kehidupannya. Mungkin Rachel benar, saat Luhan telah menemukan wanita yang ia butuhkan tidak seharusnya ia abaikan dan berpura- pura tidak melihatnya.
***
Wajah Melody memucat, ia tidak bisa menemukan dua botol pil miliknya. Sejak malam tadi, Melody belum melihat botol pil itu. Karena ia kelelahan, ia pikir obatnya akan aman di dalam tas yang ia pakai sewaktu pergi bersama Luhan kemarin.
Oh Tuhan, ini benar- benar gawat. Melody belum meminum obat itu tadi malam dan pagi ini obat itu hilang entah kemana. Bagaimana ini? Melody mengobrak- abrik isi kamarnya lagi, dimana dia menghilangkan obat itu? Bagaimana jika seseorang menemukannya? Semua orang di sekitar Melody saat ini adalah dokter, calon dokter. Mereka akan cepat menyadari obat apa itu saat mereka menemukannya. Melody benar- benar ceroboh.
Tanpa pikir panjang, Melody langsung menghubungi kakak lelakinya, Mike. Semoga ia tidak mengganggu pekerjaan kakaknya, "Mike, I need you." Ucap Melody dengan lemah.
"Angel, are you okay?" Tanya Mike dari seberang sana dengan nada khawatir.
"Aku menghilangkannya." Ucap Melody setengah tersendak, "Obatku hilang." Ucap Melody lebih jelas.
Mike mengerutkan keningnya di sana, "Bagaimana bisa? Dimana kau menghilangkannya?" Tanya Mike.
"Jika aku tahu dimana aku menghilangkannya, aku pasti sudah menemukannya." Nada suara Melody terdengar jengkel.
"Maksudku, dimana terakhir kali kau melihatnya?" Jelas Mike.
Terakhir kali Melody meminum itu. Kemarin, setelah selesai makan siang bersama Luhan di apartemen lelaki itu. Wait, wait, oh gosh, terkutuklah dunia. Melody meninggalkannya di kamar mandi, tepatnya di kamar mandi apartemen Luhan. Bagaimana jika lelaki itu menemukannya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny of Love "Blue Eyes" [END]
RomanceMelody Angeline, gadis berambut pirang yang jauh- jauh magang di salah satu rumah sakit ternama NYU Langone Medical Center New York, Amerika Serikat. Ia adalah seorang mahasiswa kedokteran dari Harvard University, Melody tidak pernah berfikir untu...