Chapter 3- You're so different

371 23 0
                                    

Soundtrack : Irene- Drive home.

------

Luhan berjalan masuk ke ruang tamu, ia tidak menghiraukan tatapan Melody terhadapnya. Jika Luhan tahu gadis ini akan ada di sini, mana mungkin Luhan akan ke rumah Rachel. Setiap kali ia memandang mata  Melody, pikirannya langsung berkeliaran menemukan seorang gadis yang pernah setengah mati dilupakannya.

Luhan pernah mencintai  satu orang wanita, teman kecilnya atau bisa dibilang malaikat kecil miliknya, dulu Luhan selalu berpikir gadis itulah yang Tuhan ciptakan untuk melengkapi dunianya. Setidaknya semua itu bertahan sampai ia lulus dari senior high school. Gadis itu pindah dan bekerja sebagai agent rahasia yang Luhan tidak tahu keberadaannya, mereka sempat mengucapkan selamat tinggal, sebuah perpisahaan yang menghantui Luhan seumur hidupnya. Gadis itu menyuruhnya menunggu, namun saat kelulusannya mendapat gelar sarjana di Colombia University, Luhan mendapatkan hadiah kelulusan yang tidak pernah ia pikirkan sebelumnya, sebuah telpon dari seorang temannya dari senior high scholl yang memberitahu bahwa gadis yang selama ini membuatnya menunggu telah bertunangan dengan rekan kerjanya.

Tentu saja ia tidak percaya, ia mencari tahu kebenarnya. Saat itulah Luhan berubah, menjadi sosok yang dingin dan penyendiri. Cinta bukalah hal yang bisa membuatnya hancur, ia tidak memikirkan soal wanita lagi, ia melarikan diri dengan menggapai impiannya dan menunjukkan kepada gadis itu bahwa ia bisa melanjutkan hidup tanpa dirinya.

“Melody kenalkan ini Luhan, sahabatku saat senior high school, kami bertemu lagi waktu aku mengambil pascasarjana di Colombia University.” Ucap Rachel. Mereka duduk di ruang tamu.

Melody menganggukan kepalanya mengerti, “Kebetulan sekali bisa bertemu di sini.”

“Kalian sudah saling kenal?” Rachel mengerutkan keningnya.

Luhan tidak menghiraukan pertanyaan Rachel, “Jika aku tahu kau ada tamu, aku tidak akan ke sini.” Ucap Luhan melihat Rachel.

“Maafkan aku, aku lupa mengabarimu, kita berkonsultasi di lain hari saja, kau mau makan malam bersama kami?” Tanya Rachel, Luhan melotot menatap Rachel yang mengungkapkan rahasianya. Rachel tidak pernah keceplosan saat bicara, pasti gadis itu sengaja melakukannya.

Melody terbelalak, “Kau adalah seorang pasien?” Tebaknya.

Luhan mengernyit, “Kenapa kau berbicara tidak sopan padaku?” Tanyanya mengalihkan perhatian.

Melody menyipitkan matanya, “Jadi kau punya kelainan jiwa.”

Rachel tertawa mendengar ucapan Melody yang spontan dan berani, berbeda dengan Luhan yang tercengang mendengarnya, “Bukan begitu Melody.” Ucap Rachel sambil tertawa, “Nanti akan aku  jelaskan." Lanjutnya,  "Bagaimana? kau mau makan malam bersama kami,?” Tanya Rachel kepada Luhan.

Luhan menggelengkan kepalanya kemudian bangkit dari duduknya, Melody ikut bangkit dari duduknya,  “Kenapa pergi?" Tanyanya,  "Kau bisa makan bersama kami, aku tidak akan mengganggu kalian nanti.”

“Ayolah Luhan, tidak ada salahnya makan malam bersama.” Rachel memohon.

Luhan menghela nafasnya, benar juga tidak ada salahnya ia makan malam di sini. Lagi pula ia tidak mungkin menghindari Melody terus menerus, ia ke sini juga memiliki tujuan yang jelas. Berkonsultasi kepada psikiater pribadinya, hanya Rachel yang ia percaya walaupun gadis itu tadi keceplosan di depan Melody, “Baiklah.” Ucapnya singkat.

Rachel tersenyum, “Pasti banyak sekali yang ingin kau ceritakan.” Ia menatap Luhan lalu bangkit, “Aku akan menyiapkan makan malam, kau bisa mengobrol dengan Melody dulu.” Melody terbelalak, ia ingin mengikuti Rachel menuju dapur. Namun, Rachel melotot dan melarangnya, “Tidak sopan meninggalkan tamu sendiri.” Ucapnya.

Melody mengerutkan keningnya, “Aku juga tamu.” Kata Melody, tapi Rachel tetap memaksa. Akhirnya, gadis itu duduk kembali di sofa yang sedikit lebih jauh dari Luhan.

Hening, Melody tidak pernah kehilangan kata- kata untuk mengajak orang  yang baru dikenalnya berbicara, tapi dengan lelaki ini ia malah bergeming. Melody memain- mainkan tangannya, lalu ia menghembus nafas, “Kau tinggal dimana?” Tanyanya spontan sambil menatap ke arah Luhan.

Luhan langsung terjaga dari lamunannya, ia masih masih menatap layar Iphone, “Apartemen di dekat rumah sakit.” Ucapnya singkat.

Melody merengut, sikap Luhan memang tidak bisa ditawar lagi, tapi Melody mencoba untuk tidak peduli, ia tersenyum kembali mendengar bahwa Luhan tinggal di salah satu apartemen yang dekat dengan rumah sakit, “Apa ada yang kosong?” Luhan mengerutkan keningnya, namun tetap menatap layar Iphone, “Maksudku, ada apartemen yang kosong tidak di sana? Aku ingin menyewanya selama magang di rumah sakit.”

“Untukmu tidak ada.” Ucap Luhan, “Oh iya, kenapa saat ini kau sangat tidak sopan berbicara padaku?”

Melody memutar bola matanya, ia menyilangkan tangannya dan menatap tajam Luhan, “Anda yang tidak sopan Mr. Charlien.” Luhan mendongak mendengar nada suara Melody yang sedikit keras, “Aku dari tadi berbicara padamu, tapi kenapa kau malah sibuk dengan Iphonemu?” Melody menyipitkan matanya saat Luhan mulai melihat kearahnya, “Apa katamu tadi? Tidak ada apartemen untukku. Apa maksudmu?”

Luhan menarik nafas berat, “Aku ada banyak pekerjaan di sini.” Luhan menggoyang- goyangkan Iphonenya dihadapan Melody, “Kenapa kau ingin menyewa apartemen yang berada satu gedung denganku? Cari tempat lain saja.”

Melody mengernyit, “Aku tidak berniat menyewa apartemen yang satu gedung denganmu, orang aneh.”

Luhan mengerutkan keningnya, “Apa katamu?”

“Kau orang aneh, You’re so different.” Ungkap Melody lalu ia bangkit dari tempat duduknya dan duduk disebelah Luhan.

Luhan terkesima, Gadis yang dihadapannya ini langsung menatap lekat kearahnya, “Apa yang kau lakukan?” Tanya Luhan, ia menahan nafasnya.

Melody memiringkan kepalanya, “ Kenapa kau tidak ingin membalas tatapanku? Apa ada yang salah dengan mataku? Dari pertama kita bertemu kau selalu menghindai kontak mata denganku?” Tanya Melody bertubi- tubi.

Luhan bergeming, matanya terpaku melihat mata biru milik Melody. Ia mendengar dengan jelas pertanyaan dari Melody, namun ia tidak mengeluarkan sepatah katapun. Luhan mendekatkan wajahnya ke arah Melody, hembusan nafas gadis itu terasa hangat menerpah kulit wajahnya.

Melody melotot saat lelaki yang ada dihadapannya tiba- tiba mendekatkan wajahnya, Melody bisa merasakan hembusan nafasnya sendiri, ia memejamkan matanya saat wajah Luhan tinggal beberapa inci darinya. Apa lelaki ini akan menciumnya? Melody tidak pernah dicium siapapun? Tapi kenapa ia tidak mendorong lelaki ini menjauh darinya? Ada apa dengan dirinya sekarang?

To be continued
Vote dan komentarnya jangan lupa.
Terima kasih

Destiny of Love "Blue Eyes" [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang