[17] : Bianglala

977 63 3
                                    

***

🎡🎡🎡

Mudah membuat Aluna luluh. Karena permintaan maaf Gevaro, selama ini yang terbilang cukup niat. Akhirnya Aluna memaafkan Gevaro dan mereka jalan berdua. Melakukan hal-hal yang biasa dilakukan oleh remaja seusia mereka pada umumnya.

Berjalan bersampingan, tanpa adanya berpegangan tangan maupun rangkulan, karena mereka bukan muhrim. Entah kenapa Aluna sekarang canggung berdekatan dengan Gevaro, padahal dulu. Semasa mereka masih menjalin cinta. Gevaro sesekalinya menggandeng tangan Aluna. Aluna hanya membalas senyuman atas perlakuan Gevaro, yang romantis itu.

Gevaro melambatkan langkah kakinya,

"Lun?" panggilnya,

Memang suasana bazaar malam tidak terlalu ramai, tetapi lampu-lampu menghiasi setiap sudut tenda milik penjual, dan beberapa mainan yang bisa dinaiki.

Aluna menoleh,

"Ya, Kenapa?" ia tidak tahu harus menjawab apa, batinnya berkata lain.

Saat, Aluna menoleh, ia tepat menghadap Gevaro. Hanya berjarak 10cm saja. Segera Aluna menunduk, ia malu, bertatapan dengan Gevaro dengan jarak sedekat itu.

Aluna tidak bisa mengontrol dirinya, sehingga ia salah tingkah.

Bego, lo kenapa nengok sih. Ah, pipi gue panas.

"Aluna?" panggil Gevaro lembut.

Aluna kembali menoleh dengan perasaan gugup.

"Hah? Iya, kenapa?" jawab Aluna, terasa malu.

Gevaro menatap pipi Aluna yang merah, karena blushing.

Gevaro tertawa kecil, "Eh, pipi lo kenapa?" tanyanya, menahan tawa, yang mau keluar lagi.

Aluna membalas dengan tanda tanya, lalu memegang pipinya.

"Kenapa, pipi gue kenapa?" ucap Aluna sambil memegang pipinya yang ia tidak tahu, pipinya kenapa.

Tawa Gevaro pecah, "Anjir, pipi lo .. merah.." ucap Gevaro, kemudian ketawanya perlahan memudar.

Aluna memelototkan matanya, dan membalik badan, memegang pipinya dengan perasaan malu. Sangat malu.

Kampret. Gue pake blushing. Ah, pake ketauan.

Gevaro mengernyit, terulas lengkungan kecil dibibirnya.

"Ngapain, balik badan?" sambungnya, "lo mau pantatin gue?"

Aluna tersadar dari pikirannya, yang berakhir membawanya melayang ke udara.

Aluna membalik badannya, "Ah, nggak." serunya,

Aluna mencari topik lain agar Gevaro tidak terus-terusan menggodanya. "eh, eh, beliin gue itu dong."

Aluna menunjuk ke arah permen kapas, Gevaro tersenyum. Aluna menarik tangan Gevaro, mengajaknya untuk membeli permen kapas, Gevaro tersenyum lagi. Menatap tangannya yang dipegang oleh Aluna.

"Bang, mau satu dong." ucap Aluna, menirukan gaya anak tk. Yang sedang memesan permen kapas.

"Boleh. Warna apa neng?" tanya abang tukang permen kapas itu.

Aluna menoleh menatap baju Gevaro. Gevaro menaikkan alisnya, "Kenapa?"

Aluna kembali mengarahkan wajahnya ke tukang permen kapas itu, "Warna biru, bang."

Memang, Gevaro memakai baju biru, dilapisi jaket jeans, bawahnya ia memakai celana jeans, dan memakai sepatu sneakers.

Sedangkan, Aluna hanya memakai sweater biru langit, dipadukan celana jeans, dan sepatu slip on. Begitu, simple, seharusnya Gevaro yang simple. Tapi kini, Aluna yang simple. Ia sengaja memakai sweater, karena udara Jakarta pada malam ini cukup dingin.

Menunggu, kurang-lebih, 2 menit. Akhirnya permen kapasnya pun jadi, di gulung-gulung sampai terbentuk oval.

Gevaro menyerahkan uangnya, yang tadi ia ambil disaku jaket. "Nih bang,"

"Kembaliannya ambil aja." ucapnya lagi lalu meraih tangan Aluna, dan membawanya untuk menaiki bianglala.

"Lun, lo mau kan. Naik, itu?" tanya Gevaro, kepada Aluna. Aluna yang tadinya menunduk memakan permen kapasnya, mendongak menatap Gevaro.

Tatapannya teralih, kejari telunjuk Gevaro menunjuk permainan disana. Aluna tersenyum, dan mengangguk semangat.

Gevaro mengeratkan tangan Aluna dipegangannya, dan membawanya sampai ke loket bianglala.

Mereka sudah menaiki bianglala itu, Aluna sangat senang. Memandangi, suasana kota Jakarta pada malam hari. Tapi disisi lain Aluna senang, karena ia kembali berbaikan dengan Gevaro. Aluna dalam diam menatap Gevaro, merenungkan pikirannya saat ini dengan Gevaro.

Tidak lama Aluna merenungkan itu, ia mempunyai ide jahil untuk menjahili Gevaro. Aluna mencoba agar tidak tertawa terlebih dahulu, tangan Aluna mengambil permen kapasnya yang mulai cair itu, dan menggerakan ke pipi Gevaro,

"Gev." panggil Aluna, Gevaro pun menengok ke arah Aluna. Tetapi mulut dan pipinya terkena permen kapas yang hampir meleleh itu. Pipinya terasa lengket.

"Aluna. Apaan sih, lengket kan. Lo sih," ucap Gevaro yang mencoba menghilangkan lengketnya permen kapas dipipinya itu. Aluna terkekeh, dan langsung mengambil tisu basah, di tas miliknya.

Aluna menyingkirkan tangan Gevaro, yang berusaha menghapus lengket permen kapas. "Sorry. Gue bantuin ya,"

Tanpa Gevaro sadari bibirnya sudah membuat lengkungan kecil.

Lo lucu. Kalo lagi ngusilin gue. Kayak dulu.

Gevaro meraih kedua tangan Aluna dan menaruhnya didepan dada bidangnya. Mata Aluna mengikuti arah tangannya yang dibawa ke depan dada bidang Gevaro.

Aluna terkaget atas perlakuan Gevaro sekarang.

"Al?"

Al, itulah nama panggilan yang membuat Aluna percaya kalau Gevaro masih menyayanginya. Karena panggilan itulah, Aluna meyakini, kalau orang yang memanggil dirinya dengan panggilan itu. Pasti, menyayanyinya.

Aluna mendongak, matanya terpancarkan manik-manik.

Gevaro membuka sedikit mulutnya, memulai untuk bersuara. Ia mencoba menghela napas. Dan kembali menatap Aluna.

"Gue masih sayang sama lo."

*****

[1] IntrovertTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang