A Killer

148 17 0
                                    

'Perhatian! Berhati-hatilah terhadap pembunuh keji yang akan menghabisimu. Jangan berjalan di gang gelap sendirian, karena mungkin saja akan ada yang mengikutimu. Ya, dialah seorang pembunuh. Dihimbau kepada kalian yang membaca poster ini agar berhati-hati. Terima Kasih!'

Sebuah poster terpampang di sebuah tembok gedung. Tidak aneh, memang. Karena akhir-akhir ini ada banyak sekali kasus pembunuhan, terlebih lagi terhadap wanita. Tapi, aku tidak memerdulikan peringatan itu. Toh, aku yakin aku akan baik-baik saja.

Aku yang lelah segera berjalan pulang ke rumahku sehabis bekerja. Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam.

Kulihat dari kejauhan jalan yang biasa aku lalui ditutup oleh batas polisi, dan ada banyak polisi di sana. Sial, gerutuku. Jika jalan ini ditutup itu berarti aku harus melewati jalan yang lain, yang lebih jauh, kataku dalam hati. Dengan perasaan terpaksa akhirnya aku melewati jalan lain.

Di tengah perjalan, tiba-tiba aku teringat bahwa ada sebuah gang yang merupakan jalan pintas menuju ke rumahku. Iya, gang yang lumayan dekat dan hanya berkisar tiga blok dari rumahku, tapi gang itu sangat gelap dan sepi. Tak apalah, daripada aku harus memutar jalan yang lebih jauh lagi, lebih baik aku memilih alternatifnya.

Ketika sampai di depan gang aku melihat betapa gelapnya gang itu. Namun tanpa perasaan ragu, aku akhirnya memasukinya.

Sejauh ini aku merasa baik-baik saja lewat sini. Hingga akhirnya, aku merasakan ada suara langkah kaki seseorang di belakangku.

Tok.. tok.. tok..

Suara ini, terdengar seperti suara sepatu seorang pria. Aku mencoba untuk tetap berjalan, aku mencoba mengabaikannya dan berusaha mempercepat langkahku. Namun ritme langkah seseorang yang mengikutiku menyamai dengan langkah kakiku. Aku berusaha berlari kecil.

"Hei, berhenti!" tiba-tiba pria tersebut berteriak.

Aku tidak memerdulikannya dan segera berlari. Namun pria itu tetap mengejarku, dia bahkan hampir mendekatiku.

"Tolong!!" aku berteriak.

"Hei, kau, berhenti!!" Dia terus berteriak menyuruhku berhenti.

Kemudian akhirnya, aku bisa melihat cahaya lampu jalanan, akhirnya, aku terselamatkan. Ketika aku berada di luar gang, aku segera berteriak meminta pertolongan seseorang, "tolong! Tolong aku! Selamatkan aku!"

Pria itu terus berlari mengejarku, "hei kau!" Dia terus saja meneriakiku.

Tiba-tiba di jalan raya aku melihat mobil taksi berwarna kuning. Aku segera mengahadang taksi itu dan mengentikannya. Aku berteriak kepada supir taksi agar dibukakan pintu, dan akhirnya supir taksi itu membukakan pintu.

"Ayo, nona. Masuklah!" ucap supir taksi tersebut.

Aku segera menaiki taksinya, dari dalam taksi aku bisa melihat pria itu telah keluar dari gang tersebut. Kemudian dia menodongkan pistol ke arah taksiku.

"Pak, tolong tabrak saja dia, pak. Dia adalah seorang pembunuh," ucapku.

"Tapi, nona." Supir taksi itu ragu.

"Cepatlah, atau dia akan menembak kita!" ucapku kesal pada supir taksi tersebut. Supir taksi itu segera mengarahkan kemudinya ke arah pria tersebut dan menginjak gas.

"Hey, stop!" ucap pria itu sambil masih menodongkan pistol.

Saat mobil taksiku sudah hampir menabraknya, tiba-tiba pria itu bisa menghindarinya, dan supir taksi itu segera membanting kiri kemudinya. Lalu tancap gas segera pergi.

Di dalam taksi aku mulai mengatur nafasku karena kelelahan berlari dari pembunuh itu.

"Kalau boleh tahu, kau kenapa non?" tanya supir taksi itu, memecahkan keheningan.

"Aku juga tidak mengetahuinya, pak. Mungkin dia adalah seorang pembunuh yang sedang heboh akhir-akhir ini," jawabku.

"Oh, untung anda tidak kenapa-kenapa," kata supir taksi itu. "Baiklah, bagaimana jika kau ku antar ke kantor polisi?"

"Tidak usah, pak. Bawa aku pergi saja, ke tempat yang sepi," ucapku.

"Baiklah." Supir taksi itu segera mempercepat taksinya.

Lima belas menit perjalanan kemudian, aku pun menyuruh supir taksi itu untuk menghentikan taksinya. "Baik, pak, di sini saja."

"Di sini saja?" tanyanya, "tidak mau ku antar sampai rumah?" tawarnya.

"Tidak perlu, pak." Aku segera membuka pintu taksi itu dan keluar, aku berdiri tepat di depan pintu supir taksi itu, "jadi berapa semuanya, pak?" ucapku akan membayar.

"Oh, tidak perlu, non. Aku senang bisa membantu anda." Supir taksi itu tersenyum.

Aku pun memasukkan tanganku ke dalam tasku, merogoh-rogoh dalam tasku. "Tidak, pak, tidak, aku akan membayarnya." Aku pun mengeluarkan pistol dan menembak kepala supir taksi tersebut. Darah yang keluar dari kepala supir taksi itu membasahi tangan serta bajuku.

"A.. A.." supir taksi itu ingin berbicara, namun suaranya tidak sampai ke mulutnya.

Aku tersenyum kepada supir taksi itu. "Hati-hatilah terhadap pembunuh, kau tidak akan pernah menyangka siapa mereka sebenarnya. Jika tidak ada kau, mungkin saja pria itu akan menangkapku. Ha ha ha. Terima kasih, pak!" ucapku lalu meninggalkan supir taksi itu.

***

Pada waktu yang bersamaan,

"Di sini unit 9 apa unit 8 baik-baik saja? Ganti," terdengar sebuah suara dari walkie-talkie pria itu.

"Di sini unit 8, unit 8 baik-baik saja. Namun tersangka berhasil kabur dengan taksi. Ssperti yang kita duga, ternyata tersangka pembunuhan ini adalah seorang wanita, bukanlah seorang pria. Aku harap tidak terjadi apa-apa pada supir taksi yang tak bersalah tersebut. Ganti."

The End

Creepystory IndonesiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang