Best Gift

181 11 0
                                    

Didedikasian untuk: amisksh_

Hari ini adalah ulang tahunku yang ke 17. Sweet Seventeen, kau tau?

Aku sangat senang sekali hari ini, aku menantikan ucapan selamat dari teman-temanku, keluargaku, dan orang-orang dekatku. Aku ingin mereka semua memerhatikanku, semua tentangku.

Dengan perasaan bahagia aku melangkahkan kakiku menuju ke sekolahku, sambil berfikir, "kira-kira kejutan apa ya yang akan mereka berikan kepadaku?" memikirkannya membuat jantungku berdegup kencang, seperti ingin meledak.

Sesampainya di sekolah, aku memasuki kelasku, dan menatap teman-temanku.

"Hey, Mi?" sapa temanku.

"Oh, iya, Jihan," jawabku.

"Ngapain lu diem depan pintu, cepetan masuk," ucapnya.

"Iya iya," jawabku.

Semenjak di kelas, aku memerhatikan teman-temanku, mereka semua tampak biasa saja. Aku berfikir mungkin ini adalah akal-akalan mereka untuk mengerjaiku. Tapi entah kenapa ini terasa sangat biasa, ya?

Bel istirahat pun berbunyi, aku dan teman-temanku meninggalkan kelas dan segera menuju ke kantin.

Ketika di kantin, kami duduk disebuah bangku dekat taman, membeli beberapa makanan dan mengobrol seperti biasa, kau tau? Obrolan perempuan.

"Eh.. Eh.. Lu tau ga? Calon ketua Osis yang baru? Ganteng bangett, gue suka," ucap Dwi.
    
"Yang mana? Kan calon ketua Osis ada empat kandidat," tanya Jihan.
    
"Itu loh, si Adit," kata Dwi.
    
"Oh, si Adit," jawab Jihan.

Aku, Jihan, Dwi, Ikah dan Oca hanya mengobrol tentang calon kandidat ketua Osis. Entah kenapa, sepertinya aku merasa hari ini mereka tidak mengingat ada acara apa, atau mungkin aku saja yang terlalu berharap? Aku akan mencoba memancing mereka.

"Guys, lu tau ga ini hari apa?" tanyaku.
    
"Hari apa? Hari Jumat, kenapa emang?" ucap Oca.
    
"Iya, si," jawabku.
    
"Emangnya kenapa, Mi?" tanya Jihan.
    
"Gapapa. Sekarang tanggal berapa?" aku kembali bertanya.
    
"15, kayanya yah?" ucap Dwi.
    
Jihan mengecek handphone dan melihat tanggal, "iya, sekarang tanggal 15."
    
"15?!" Ikah kaget.
    
"Ada apa, Kah?" tanyaku.
    
"Lu lupa?" Ikah kembali bertanya.
    
Semua mulai menatap Ikah dengan heran, aku pun berharap bahwa Ikah mengingat hari ulang tahunku.
    
"Senin tanggal 19 kita ulangan Matematika!!" jawab Ikah dengan lantang.
    
"Oh my God! Gue lupa!" ucap Dwi.
    
"Iya, ya. Untung lu ingetin, Mi," ucap Jihan.
    
Tak lama kemudian, bel pun berbunyi.
    
"Bel udah bunyi, ayo masuklah," ucap Jihan.
    
Kami segera meninggalkan kantin dan kembali ke kelas.

Di kelas, aku melihat semua teman-temanku seperti tidak mengingat hari pentingku, aku merasa sepertinya teman-temanku melupakan ulang tahunku. Padahal jika mereka semua ulang tahun, akulah orang pertama yang mengucapkan ke mereka. Tapi sekarang? Mereka bahkan tidak ada yang mengucapkannya satupun.

"Mi," panggil Jihan, "entar malem lu ada acara ga?"
    
"Eh, malem? Kayanya ga ada, deh," jawabku. Mungkin sepertinya malam ini mereka akan mengejutkanku.
    
"Yaudah, ntar malem dateng yah kerumah gue. Ntar gue ajak anak-anak yang lain," ucap Jihan.
    
"Ok, Jih," apa yang akan Jihan lakukan? Apa dia mengingat hari ulang tahunku? batinku.

Sekolah pun berakhir, dan aku kembali pulang.
    
Aku menantikan malam ini, mungkin ini akan menjadi malam yang bagus, sepertinya.

Malam pun tiba, dan aku sudah bersiap-siap untuk pergi kerumah Jihan. Aku melangkahkan kakiku menuju rumahnya, jantungku berdegup kencang, entah ini perasaan takut atau perasaan senang yang aku alami, aku hanya tau bahwa jantungku berdegup sangat kencang seperti tidak sabar untuk menantikan sesuatu, atau mungkin kecewa terhadap sesuatu.

Aku sampai dirumah Jihan, dan aku segera menghubungi Jihan lewat Whatsapp Massenger.

Jihan pun segera keluar dan membukakan pintu pagar dan segera menyuruhku masuk, "ayo masuk, Mi. Yang laen udah di dalem," ucapnya.

Aku segera memasuki rumah Jihan. Di dalam, aku melihat telah ramai teman-temanku.
    
"Jadi, kita sekarang mau ngapain?" tanyaku.
    
"Kita mau belajar bareng," ucap Jihan.
    
"Hah? Belajar bareng? Ya kali," ucapku.
    
"Bego! Kitakan mau ulangan," ucap Jihan.
    
"Udah si Mi, jangan banyak bacot, udah sini, duduk, lu ajarin gue ini gimana caranya," ucap Dwi.
   
"Tapi gue ga bawa buku apa-apa," ucapku.
    
"Selow, pake buku gue," jawab Jihan.

Malam itu pun kami belajar Matematika bersama.

Aku sangat jengkel dengan teman-temanku, mereka benar-benar tidak mengingat hari ini, mereka sangat menjengkelkan. Aku ingin pulang saja, namun saat aku ingin pulang, mereka selalu melarangku. Jika tau akan begini, aku lebih tidak datang dari awal.

"Ami," panggil Jihan.
    
"Apaan lagi, si?" jawabku jengkel.
    
"Ini gimana? Gue gabisa, kasih tau sih, ish!" jawabnya lebih jengkel.
    
Akupun segera menghampirinya dan memberitahunya.

Hari sudah semakin malam, kulihat jam telah menunjukkan pukul 21:00, kami semua sudah sangat mengantuk seperti habis begadang semalaman. Satu persatu teman-temanku pun sudah mulai pulang dan hingga menyisahkan aku berdua dengan Jihan.

"Jih," panggilku.
    
"Apaan Mi?" jawabnya.
    
"Lo bener-bener ga tau sekarang hari apa?" tanyaku.
    
"Gatau, emang hari apa si? Kaya ada yang spesial aja hari ini sampe diinget-inget segala!" jawab Jihan.
    
Dengan perasaan jengkel, aku mengumpat Jihan, "ah, bego lu mah!"
    
"Dih, ko ngegas? Kalem aja, lu kenapa?" tanya Jihan.
    
"Tau ah, gue mau pulang," aku segera bangkit dan beranjak ingin segera pulang.
    
Namun Jihan memegang tanganku dan menahanku, "mau kemana? Sini aja si, temenin gue, orang tua gue gada, pada pergi," ucapnya.
    
"Lepasin, gue mau balik," jawabku.
    
"Engga, bodo amat," jawabnya.

Aku sangat kesal dengannya, akhirnya aku menurutinya dengan jengkel.

Aku marah, kesal dan jengkel, perasaan itu terus menghantuiku, perasaan yang sangat tidak enak. Dan orang ini, Jihan terus saja melarangku untuk pulang.

Tiba-tiba terlintas di pikiranku sesuatu, akupun mulai melangkah pelan, di belakangnya.

"Mau kemana" tanyanya.
    
"Kamar mandi," jawabku.
    
"Ok," jawabnya.

Ketika dia memalingkan pandangannya dariku, aku pun menjalankan aksiku. Aku mengambil sebuah vas beling di atas meja. Lalu aku pukulkan tepat diatas kepala Jihan, karena pukulanku sangat kencang hingga membuat vas bunga itu hancur berantakan.

Kulihat Jihan terkapar lemas dengan darah yang mengucur dari kepalanya, aku melihatnya dengan perasaan tenang dan lega. Namun setelah itu perasaan takut mulai menghatuiku, "dimana aku harus menyembunyikan mayatnya?" ucapku.

"Satu... Dua... Tiga..." terdengar suara dari balik pintu keluar, dan pintu itu terbuka, "selamat ulang tahun, Ami--"
    
Sontak aku kaget melihat kejutan itu,
    
"Aarrggghh!!!!" tiba-tiba mereka semua berteriak, karena melihat Jihan yang telah terkulai lemas tak bernyawa dengan darah di sekujur kepalanya.
    
"L-lu kenapa, Mi?" ucap Dwi.
    
"Gu-gue gue---" jawabku terbata-bata.
    
"Udah, Mi. Lu udah ngebunuh kawan lu sendiri!" ucap Dwi, "cepet panggil polisi.
    
"Tapi tunggu," mereka semua kemudian memegangiku.
    
Beberapa menit kemudian Polisi datang dan menahanku.

*****

Disinilah aku sekarang, di balik jeruji besi, aku ditahan, karena kasus pembuhan, mereka mengurungku. Ternyata, seventeen tidak se-sweet seperti orang lain. Mungkin ini adalah hadiah yang mereka berikan untukku.

The End.

Creepystory IndonesiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang