Hari sudah siang tapi Nadin masih betah di kamarnya, karena hari ini hari minggu jadi dia lebih menghabiskan waktunya di dalam kamar
Tok..tok..tok..
" Nadin apa kamu di dalam ? " panggil tante Sindy
Nadin kembali tersadar dari lamunannya dan berjalan menuju pintu dan membukanya
" Iya tante ada apa ? " tanya Nadin
" Kamu itu gimana sih bukannya bantuin tante di dapur malahan ngurung diri di kamar emang kamu ngapain ajah ha ? " tanya tante Sindy sambil berkacak pinggang
Nadin tersenyum " Maaf tante, Nadin nggak ngapangapin kok "
" Kalau nggak ngapangapain yah bantu tante dong di dapur, kamu itu bedah yah sama Loly dan Nisa, mereka itu bisa melakukan pekerjaan dapur, lah kamu pekerjaan dapur ajah nggak tau malahan ngurung diri di kamar ajah " omel tante Sindy sambil melihat Nadin dengan tatapan mengejek
Nadin yang mendengarnya hanya bisa bersabar dan menahan air matanya agar tidak jatuh, dia tetap mempertahankam senyum di wajahnya sampai tante Sindy sudah berbalik pergi meninggalkannya di depan pintu kamar
Tanpa di suruh air matanya jatuh dan Nadin langsung menghapusnya dengan kasar, dia langsung keluar kamar dan menuju ke dapur, di sana sudah ada Loly dan Nisa yang sedang duduk di meja makan sambil memainkan ponsel mereka masing-masing dan sesekali berselfi
" Nad ngapain loh diam di situ ? " tanya Loly
Nadin tersenyum " Mau bantuin tante Sindy di dapur "
Loly mengangguk dan kembali sibuk dengan ponselnya, dan Nadin berjalan ke arah dapur dan membantu tante Sindy di dapur.
***
Setelah keluar dari kamar mandi dengan pakaian santai dan masih tergantung handuk di lehernya Nathan langsung mengambil ponselnya yang ada di atas nakas
Dia langsung menekan nomer Nadin dan menempelkan ponselnya ke telinga, setelah tersambung Nathan menunggu panggilan itu di angkat
" Halo " jawab Nadin
" Kamu lagi dimana ? " tanya Nathan setelah mendengar suara Nadin lewat televon
" Aku lagi dirumah habis bantuin tante aku di dapur "
" Jangan sampai kecapean nanti kamu sakit "
" Iya nggak capek-capek kok " kata Nadin
Nathan tersenyum " Kamu udah makan ? " tanya Nathan
" Udah tapi aku mau mandi dulu "
" Ih jorok udah sore belum mandi " canda Nathan
" Ih biarin ajah tapi sayang kan ? "
" Sayang kok cinta malah " kata Nathan sambil tersenyum
" Gombal deh " kata Nadin
" Iya bener pasti mukanya udah merah tuh " goda Nathan
" Nggak kok nggak merah " bohong Nadin
" Bener sayang nggak merah tuh mukanya ? " goda Nathan lagi
" Aaaahh Nathan udah nggak usah di godain terus " rengek Nadin dengan manja
Nathan tertawa " Hahaha yaudah aku nggak gombal lagi, kamu cepat mandinya nanti keburu malam "
" Iya aku mandi dulu ya, bye " kata Nadin
" Iya bye sayang " kata Nathan dan mematikan ponselnya setelah itu meletakkan kembali ke atas nakas
Ciiitt...
Pintu terbuka dengan keras dan menampilkan Justin dan Steven yang sedang berebutan ingin masukNathan yang melihanya terkejut dan memandang mereka dengan tatapan tajam
" Ngapain sih kalian nanti pintu gue rusak " kata Nathan yang sudah berdiri di hadapan mereka
" Hehe maaf bro nih salahin sih Steven yang nggak mau ngalah sama gue " kata Justin sambil menatap tajam Steven
" Yee loh yang nggak mau ngalah sama gue, loh tau kan gue mau ketemu Nathan eh malahan loh nyuruh gue untuk diam di pintu " sewot Steven
Nathan mengangkat sebelah alisnya dan melipat tangannya di depan dada
" Jadi ceritanya kalian ngumping pembicaraan gue di telvon ? " tanya Nathan dengan nada dinginnya
Justin dan Steven langsung menoleh ke arah Nathan yang pasti sebentar lagi akan mengamuk
Mereka langsung lari terbirit-birit dari hadapan Nathan, dan itu membuat Nathan hanya bisa menghela napasnya
Dia kembali menutup pintu itu dan masuk ke dalam kamar
Setelah lari dari hadapan Nathan mereka langsung menjatuhkan tubuh mereka di sofa ruang tv
" Huh selamat-selamat " kata Steven dengan dada naik turun karena ngos-ngossan. Justin hanya mengangguk
" Kalian kenapa ? " tanya Yuyun dengan bingung karena melihat Justin dan Steven yang seperti habis lari maraton
Mereka menoleh ke asal suara dan mendapati Yuyun yang sudah duduk di hadapan mereka
" Eh ibu " kata Steven sambil tersenyum hangat
Yuyun mengerutkan keningnya " Kalian kenapa sayang kok ngos ngossan gitu habis lari ya ? " tanya Yuyun
" Heheh iya ibu kami habis lari dari amukan si Nathan " kata Justin
" Memangnya ada apa ? " tanya Yuyun yang tidak mengerti
" Kami tadi habis nguping pembicaraan Nathan dan Nadin di telvon " jujur Steven
Yuyun terkekeh " Kalian ini ada-ada saja, yasudah kalau begitu kalian mandi dan siap-siap makan malam "
Setelah mengatakan itu Yuyun pergi ke dapur sedangkan itu Justin dan Steven pergi menuju kamar mereka masing-masing.
***
Makan malam berjalan dengan sangat tenang di kediamam keluarga Benzema, mereka sesekali tertawa dengan tingkah konyol Steven dan Justin tapi sesekali Nathan juga menimpali
Yuyun dan Jack hanya bisa geleng kepala dengan ketiga putranya itu.
Kalau bisa di bandingkan dengan keluarga Williyam, keluarga Benzema lah yang memiliki rasa kebahagiaan, apa lagi kalau sudah berkumpul di meja makan
Sedangkan keluarga Williyam hanya sebagian kecil yang merasa bahagia, Nadin tidak pernah merasakan kebahagiaan itu meskipun ada itu dulu ketika dia masih bersama kakek dan neneknya
Mereka mengira Nadin merasa bahagia hidup dan tinggal di keluarga yang mereka anggap bahagia tapi sejujurnya tidak dengan Nadin, dia merasa hidup sendiri dan mencari sendiri apa arti kebahagiaan itu meskipun pada akhirnya dia tidak pernah merasakan arti kebersamaan bersama keluarga kecilnya maupun keluarga besarnya.
Mereka selalu melihat sisi kelemahannya saja dan tidak pernah melihat sisi kelebihannya
Mereka selalu mengaitkannya dengan orang lain dan menyuruhnya agar bisa menjadi diri orang lain. Itulah yang Nadin tau dari sikap mereka, meskipun mereka tidak mengatakan secara terang-terangan tapi Nadin cukup pintar untuk menilai seperti apa sifat mereka sesungguhnya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Sang Pencinta Kegelapan
RomanceMenyendiri dan di asingkan itulah jalan kehidupanku Menangis dalam diam dan tak tau harus melakukan apapun Mencoba bersabar apapun jalan takdir yang sudah di tetapkan Mencoba tersenyum walau walau sebenarnya hati menangis