16. Dia

4.2K 453 38
                                    


"Sesungguhnya Allah tidak menzalimi manusia sedikit pun, tetapi manusia itulah yang menzalimi dirinya sendiri."

(QS. Yunus: Ayat 44)

※♡※


"Shakila, mama mau bicara," ucap Mishall, kali ini dengan wajah serius dan memandang lekat anak gadis di depannya itu.

Sedikit kesal, namun ia tak mampu memarahi anak semata wayang yang sangat ia sayangi itu. Dirinya hanya heran, ada saja tingkah ajaib si gadis.

"Apa yang kamu lakukan mengundang tukang pijat urut itu ke sini?" Mishall membuka kedua telapak tangannya bertanya pada Sum.

Sum membalasnya dengan mengangkat bahu dan berbalik pergi.

"Shakila, ini bukan masalah ringan. Kamu bertanggungjawab terhadap nyawa wanita itu."

"Namanya Tika, Ma."

"Siapapun dia, namanya itu tidak penting. Yang penting adalah dia penyewa tetap losmen ini. Dia sedang sakit. Mama akan menyuruhnya pulang, tapi kamu malah menyuruh tukang pijat urut itu mengurusnya. Apa-apaan ini, Shakila?" Mishall benar-benar tak bisa menahan emosinya kali ini. Ia sangat frustasi. Dalam bayangannya, wanita bernama Tika itu bisa jadi tambah parah karena tidak diurusi oleh tim medis.

"Mama yang kena, Sayang. Mama pemilik losmen ini. Kalo perempuan bernama Tika itu mati, losmen mama akan sepi pengunjung. Dan lagi yang membawa tukang pijat urut gak jelas itu adalah anak mama sendiri, pemilik losmen ini," greget Mishall. Ia menghela nafas berat sembari memijat keningnya.

"Mama jangan lebay, Bu Hera itu tukang pijat urut profesional. Jadi mama tenang. Semua akan baik-baik saja. Sum ... Shakila yang urus," jawabnya acuh. Tak ingin ada bantahan lagi, Sum menyebut dirinya Shakila.

"Shakila ...." Ucapan Mishall terhenti saat Bu Hera sudah berada di sampingnya.

"Nyonya Mishall tak perlu khawatir. Wanita itu sudah mendingan. Saya juga tidak berani berbuat macam-macam, saya hanya membenarkan posisi rahim sesuai pengetahuan pijat saya," ujar Bu Hera dengan nada datar. Mishall mengangguk sesaat.

"Kalo urusan Ibu sudah selesai, Ibu bisa secepatnya pulang." Mishall mengatakannya dengan sedikit angkuh tanpa menoleh pada wanita di sampingnya yang tak lain adalah Bu Hera.

Sum melotot kesal. Ia merasa tak enak hati pada orang yang sudah berbaik hati membantunya menyembuhkan sakit Tika.

"Bu Hera, terima kasih banyak atas bantuannya," sahut Sum dengan lemah lembut.

Bu Hera tersenyum dan tangan kanannya menyentuh pipi Sum. "Kau sangat baik, Nak." Sum tersenyum tipis mendengar pujian itu.

Bu Hera berlalu. Sum menatap sebentar pada wajah Mishall, lalu beranjak pergi dari hadapan sang mama.

Gadis itu menyusuri sepanjang koridor losmen. Ia berlanjut ke mushola dan menunaikan salat zuhur. Setelahnya, ia kembali ke losmen dan menemui Tika. Sum tercekat sejenak melihat wanita itu sedang bersujud lengkap dengan mukena yang dipakainya. Sum membuka mulut. Ia terpaku di ambang pintu. Tika menangis dalam sujud. Hal itu bisa dilihat Sum dari tubuhnya yang bergetar. Air mata Sum pun ikut jatuh perlahan. Kenapa ini? Kenapa wanita ini bersujud dan menangis?

Napas SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang