8. Kebahagiaan

5.3K 481 7
                                    

Sum masih kebingungan dengan ucapan Rista. Ia menelantangkan tangannya di kasur. Pandangannya menerawang ke langit-langit kamar. Pintu depan diketuk dari luar. Sum segera bangkit. Ia tak mau adik-adiknya yang sudah tertidur pulas terganggu dengan suara ketukan pintu. Rumah berukuran 7 x 10 meter itu sudah jelas akan membuat penghuni di dalamnya mendengar suara dari arah luar. Terlebih suasana dalam keadaan hening.

Saat pintu terbuka, bapak dan mamak sudah di depan pintu. Sum enggan berbicara. Ia memilih membalikkan badan menuju kamar.

"Sum," panggil Sarti pelan.

Gadis itu menghentikan langkah tanpa berbalik. Ia menunggu kelanjutan ucapan mamaknya.

"Kemarilah, Nak."

Sum akhirnya menoleh dan memilih duduk di depan mereka. Ia masih belum berkata apa-apa. Wajahnya tertunduk dan diam. Lebih baik ia diam dari pada berkata sesuatu namun terabaikan.

"Sum." Kali ini Hartono yang membuka suara.

Sum mengangkat wajah. "Ada apa lagi, Pak?"

"Bapak menyetujui pembatalan pertunanganmu dengan Rio." Bagaikan angin segar yang Sum terima, reflek kedua sudut bibirnya tertarik ke atas.

"Bapak mau?" tanya Sum kurang yakin. Hartono mengangguk. Pun dengan senyuman.

"Dan ada kabar baik untukmu, Sum," ujar sang mamak. Sum menautkan kedua alisnya penasaran.

"Apa, Mak?"

Hartono dan Sarti saling berpandangan dan tersenyum. Sum semakin tak mengerti dengan sikap kedua orang tuanya yang berbeda hari ini.

"Ganda melamar kamu," seloroh Hartono.

Otomatis Sum membuka mulutnya lebar. "Ap-apa, Pak, Mak?"

Keduanya mengangguk membuat Sum ingin meloncat seketika itu juga. Namun ia tahan demi rasa malu.

-★-

"Kenapa Mas gak bilang dulu sama Sum?"

"Maaf, Sum. Maafin aku. Semuanya serba mendadak. Orang tuaku langsung setuju. Jadi daripada aku tunda lebih baik suatu niat baik itu langsung aku utarakan pada orang tuamu. Aku bukan merebut pinangan orang lagi, karena kamu sudah membatalkannya."

Sum memandang lantai di depannya. Pagi itu Ganda ke rumah Sum sekedar bertemu calon tunangannya——Sum.

"Apa ini gak terlalu terburu-buru, Mas?" tanya Sum. Ia hanya ingin dalam meyakinkan diri.

"Apa Sum mau menolak mas juga?"

Sum menatap sejenak pada pemuda di hadapannya itu. Ia tertunduk malu.

Ya Allah ... apakah ini jawaban dari pertanyaanku kemaren? Maafkan jika aku akhirnya menyesal sudah meragukan keagungan janji-Mu.

"Apa alasan Mas melamarku?" tanya Sum.

Ganda masih diam. Sekelebat bayangan kemaren muncul di benaknya. Sum menangis. Entah kenapa hatinya ikut runtuh melihat air mata itu. Ia ingin menyelamatkan gadis itu dari kesedihan.

Gadis ini harus bahagia. Biarkan tanganku saja yang membahagiakannya.

"Aku gak punya alasan untuk itu, Sum. Aku hanya mau miliki kamu." Ucapan Ganda membuat wajah Sum merona karena malu.

"Semoga Mas mau menerimaku apa adanya," ucap Sum. Ia merasa tak pantas bagi Ganda.

"Itulah keunikanmu, Sum. Sikap apa adanya kamu membuatku jadi senang. Selama ini aku terkekang sama peraturan hidupku sendiri. Menjadi pribadi yang disiplin. Tapi sama kamu, aku bisa bebas menjadi seperti apa yang aku mau."

Napas SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang