20. Rindu Mamak

3.5K 379 17
                                        

Hari itu Sum sudah boleh pulang. Keadaannya sudah lebih baik seperti sedia kala. Hanya keadaannya saja yang masih agak lemah dan butuh pemulihan. Mishall menjemputnya ke rumah sakit. Setelah membayar semua biaya administrasi, mereka beranjak pulang menaiki mobil yang sudah menunggu di parkiran.

"Gimana perasaan kamu sekarang, Shakila?" tanya Mishall di dalam mobil.

Sum tersenyum dan mengangguk pelan, "Aku merasa bahagia, Ma. Berada di rumah sakit rasanya seperti dipenjara saja," seloroh Sum. Mereka tertawa. Bisa dirasakan aura keakraban mulai terasa antara anak dan sang mama tersebut.

"Ma ...." Mishall menoleh pada Sum.

"Ada apa?" sahut Mishall lembut.

"Aku kangen sama mamak dan kampungku. Aku ingin bertemu mereka walaupun sebentar." Pandangan Sum beralih ke luar jendela. Rintik hujan yang menerpa kaca mobil membuat sekitarnya agak buram. Mishall menghela napas berat.

"Suatu saat nanti mama akan mengajakmu ke sana. Tidak sekarang, Nak. Keadaanmu masih belum sehat benar. Kamu masih butuh pemulihan."

Sum tersenyum tipis. Terbesit rasa kecewa di dadanya, namun ia mencoba mengerti mamanya tak akan mengijinkan sampai keadaannya pulih benar.

"Kamu tahu 'kan rasanya sakit seperti apa? Karena itu sebaiknya kamu menjaga diri dan tubuhmu. Jangan memaksa dulu apapun keinginanmu sampai kamu betul-betul sembuh, Nak."

Sum menganggukkan kepalanya membenarkan ucapan sang mama. Ia tahu rasanya sakit sangat menyiksa. Sum bersyukur pada Sang Maha Kuasa kini dia sudah sembuh.

"Banyak orang menyiksa diri dengan hal-hal yang tidak baik. Mereka mengkonsumsi makanan haram seperti narkoba, miras, dan banyak makanan yang agama larang. Apa mereka melupakan saat sakit?" gumam Sum bermonolog.

Mishall yang mendengarnya menoleh dan tersenyum, "Pemikiranmu sangat bagus, Shakila. Namun cara berpikir orang 'kan beda-beda."

"Sayangnya begitu, Ma." Sum mengangkat bahu. Mishall mengusap puncak kepala Sum yang berhijab.

—★—

"Mau apa kamu datang ke sini?" tanya Mishall sembari melipat kedua tangannya di dada saat mendapati Adinata berdiri di teras depan rumahnya.

"Aku pengen jenguk Shakila, Tante," sahut Adinata bernada sungkan. Tatapan manik bening mama Sum tersebut begitu menusuk ke arahnya. Mishall masih menatapnya dengan lekat. Namun selanjutnya wanita itu mengangguk.

"Silakan masuk," ucap Mishall kemudian.

Mishall mempersilahkannya duduk di sofa ruang tamu. Sementara itu, ia sendiri memanggil putri semata wayangnya.

"Ada Nata di luar," ucap Mishall datar pada Sum.

"Mau apa dia ke sini, Ma?"

"Mama juga gak tahu. Temui aja dia."

Sum mengangguk dan memasang hijab panjangnya. Ia melangkahkan kaki ke depan ruang tamu. Adinata sudah menunggunya di depan.

"Ngapain kamu ke sini?" ucap Sum datar.

"Apa begini cara kamu nyambut tamu?" Adinata tersenyum lebar. Sum bergeming saja. Adinata mencoba membisikkan sesuatu ke dekat Sum. Sum menjauh demi menjaga jarak aman, "Ternyata kamu gak jauh beda ya sama mama kamu." Adinata masih setia dengan ulasan tawanya. Sum memberengut kesal.

"Aku pengen ke desa melihat perkebunan kelapaku akhir pekan ini sekalian juga mengecek pabrik." Adinata melirik Sum. Pemuda itu seolah sedang memancing Sum. Sum malah berpikir sesuatu. Baru saja kemaren dia cerita merindukan desanya dan sang mamak. Pemuda itu malah hendak ke sana. Ada sesuatu yang menggelitik jiwanya. Tak dipungkiri ia ingin ikut serta, jika boleh.

Napas SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang