23. Keambiguan

3.2K 370 18
                                        


Karena aku menyukaimu

Karena aku menyukaimu

Karena aku menyukaimu

Ucapan itu masih terngiang-ngiang di telinga Sum. Ia diam saat Adinata mengatakannya, bukannya ia tak mendengar. Namun ia malu atau bingung. Kenapa harus kata-kata itu yang pemuda itu katakan?

Sum beranjak ke kamar mandi dan mengambil air wudhu. Ia menangis. Air matanya mengalir bersama percikan air wudhu. Setelah menghapusnya segera, ia keluar kamar mandi dan meraih mukena.

Sum sudah melaksanakan sholat isya', namun ia butuh ketenangan. Sholat hajat memohon ketenangan batin adalah pilihannya saat ini.

Selesai sholat, ia melamakan diri dalam sujud. Memohon petunjuk-Nya. Jujur, ia tak suka keadaan ini. Baginya terlalu cepat.

Tasbih digital di tangannya ia tekan berulang kali, nafasnya memburu bukan karena kesal, perasaan Sum dilingkupi kebingungan.

Deru nafas surga yang ia ucapkan menjadi pemecahan masalah atas kebingungannya. Sum menarik nafas panjang saat ketenangan itu mulai hadir lagi.

Sum menengadahkan tangan ke atas langit. "Terima kasih Ya Allah, sudah memberikan banyak kebahagiaan bagi hamba. Ucapan syukur ini takkan cukup mewakili semua kebahagiaan yang Kau berikan," lirihnya.

"Shakila!" panggil Mishall.

Shakila menoleh dan segera membuka mukena dan beranjak keluar dari kamar. Mishall sudah menunggu di depan kamar.

"Ada apa, Ma?"

Mishall bukannya menyahut malah terdiam memperhatikan Sum. Ia menyentuh ujung kepala sang anak dan mengusapnya perlahan.

"Di depan ada Adinata." Mishall masih memandangi ekspresi wajah Sum. Sum tak mengerti dengan sikap sang mama.

"Mama kenapa? Kalo mama gak suka, tinggal suruh pulang aja Mas Adinata."

"Sayang gak semudah itu mengusirnya."

Sum tergelak. Tumben sekali mamanya berpikir seperti itu. Siapapun tahu bagaimana sikap Mishall yang terkenal keras dan angkuh. Sangat mudah baginya menyuruh pergi pemuda itu.

"Jangan mengejek mama. Kali ini mama gak bisa. Adinata bareng sama papi maminya."

Mata Sum membulat sempurna. "Untuk apa, Ma?"

"Buat ngelamar kamu."

Mishall segera melangkah pergi meninggalkan Sum yang masih saja termangu.

"Apalagi ini Ya Allah ...," lirihnya.

Sum beranjak ke depan ruang tamu. Adinata melihat Sum dengan lekat dan tersenyum. Sementara Sum yang masih terkejut hanya bisa menatap tamunya dengan datar. Sum mulai berpikir keras. Entah apa yang ada di benak pemuda itu. Baru kemaren pemuda itu menyatakan perasaannya dan bahkan Sum belum menjawab rasa sukanya, tapi lihatlah sekarang, dengan sikap jentelnya ia melamar Sum langsung.

"Karena laki-laki yang menyatakan suka saja itu sekedar isapan jempol, Shakila. Aku bukan laki-laki seperti itu. Bagiku, wanita yang aku ungkapkan dengan perasaan suka haruslah menjadi milikku seutuhnya. Dia yang akan menjadi bidadari dalam hidupku. Menjadi ratu dalam rumahku," terang Adinata saat mereka berada di halaman depan rumah.

Mishall dan orang tua Adinata memberi mereka waktu untuk membicarakannya lagi berdua. Tidak dengan niat ber-khalwat, karena Sum dan Adinata berada di teras rumah.

"Apa ini gak terlalu cepat? Lagipula apa Mas yakin, aku akan nerima Mas Adinata?"

Adinata tahu niatnya akan menjadi ribuan pertanyaan bagi Sum. Bagaimanapun gadis itu pasti akan meragukannya. Ia diam sejenak.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 04, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Napas SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang