Sum menyirami bunga-bunga di halaman depan rumahnya sore itu."Permisi, Sum. Ibu sama bapak ada?"
Sum menoleh. Hatinya berdegup seakan berhenti. Pemuda yang menyapanya itu menampilkan senyum khasnya yang ramah dan bersahaja. Sum mengangguk dan berlari masuk ke dalam rumah.
"Mak, ada tamu tuh di depan."
"Siapa?" tanya Mamak Sarti celingukan.
"Bang Ganda," ucap Sum pelan. Air wajahnya berubah merona.
Mamak tersenyum dan mengangguk. Ia segera berjalan dan berdiri di ambang pintu menyambut sang tamu.
"Silahkan masuk, Nak."
Ganda memasuki rumah sederhana itu. Sum yang tengah asik menyiram bunga meletakkan timba airnya sejenak. Ia tersenyum sendiri mengamati Ganda dari luar rumah. Pemuda tampan itu benar-benar mempesona baginya.
Ia tak tahu apa yang sedang diperbincangkan mamak dan pemuda tampan di desanya itu. Sum berdendang kecil sembari mencium kelopak harum bunga-bunga. Saat ia berbalik, Ganda sudah di belakang punggung dan menatapnya bersama sebuah senyum khasnya yang menarik. Sum gagu dan menjadi salah tingkah. Seketika ia menunduk malu pada sang pemuda yang kemudian berlalu dari hadapannya saat itu.
Sum senyum sendiri. Sebuah tangan bergerak berada tepat di depan wajah gadis itu. Sum terkejut.
"Awas gila Sum!" tegur Sarti.
"Mamak ih gak lucu."
Sum berlalu dan meletakkan timba di halaman belakang. Ia masih setia dengan seberkas senyum yang menghias bibir manisnya. Ada seputik ragu yang berbekas dalam hati. Ia hempas dan yakinkan diri bahwa bagaimanapun hidup juga harus merengkuh bahagia. Sum masuk ke dalam kamar dan meraih satu dari sekumpulan ilalang yang ia susun rapi di vas bunga usang dekat jendela.
Langit di depannya, ia pandangi. Di sana, di tempat itu. Tempat yang tak ingin ia lihat lagi. Embun di pelupuk matanya ia hapus segera saat ketukan pintu kamar membuyarkan lamunannya.
Sum membuka pintu. Mamak tersenyum di depannya.
"Ada apa, Mak?"
"Pamanmu akan datang."
Sum diam sejenak. Mamak mengerti apa yang ada dalam pusaran pikiran Sum.
"Dia gak sama bibi." Sarti mengusap lembut pipi sang anak gadis, "Pamanmu sama temennya," lanjutnya.
Sum sedikit demi sedikit membingkai senyum di bibirnya.
"Tidurlah jika kamu lelah." Sum mengangguk dan masuk ke dalam kamarnya lagi.
Saat Sum mengangkat tubuhnya ke atas kasur, ia melihat Ganda dari balik jendela sedang melewati pematang sawah tengah mengawasi para pekerja yang bekerja di sawahnya. Sum tersenyum samar melihat aktivitas pemuda itu.
"Assalamu'alaikum!" Panggil seseorang dari luar rumah.
Sum bergegas menuju pintu ruang tamu. Ia memutar knop pintu. Dari arah luar seorang laki-laki setengah baya sedang berdiri menatapnya.
"Paman?"
Senyum terbit dari bibir Sum. Begitu pun laki-laki setengah baya yang Sum panggil paman. Ia mempersilahkan sang paman masuk. Sunarto—sang paman turut membawa kawannya mengunjungi Hartono dan keluarga.
"Mari Paman, masuk," ujar Sum.
Sunarto dan kawannya masuk. Mereka memperhatikan keadaan rumah sederhana itu sejenak. Memang sederhana, tapi bersih dan tertata rapi. Siapa lagi yang menata semua barang dalam rumah dan selalu membersihkannya kalau bukan Sum.

KAMU SEDANG MEMBACA
Napas Surga
EspiritualCantik dengan fisik mendekati sempurna tidak menjadikannya sebagai gadis penyuka kosmetik dan fashion. Kemayu Kusuma, si gadis polos yang menyimpan banyak luka di hatinya. Pengalaman masa lalu membuatnya harus menutup semua cerita. Namun satu kebias...