4. Mabuk Lagi

4.6K 258 5
                                    

“Semua orang menginginkan kasih sayang dari kedua orang tuanya, termasuk aku. Aku ingin mereka.”

***

Lagi. Malam ini Metta keluar ke club setelah kemarin malam terhalang akibat motornya yang mogok. Saat ini dirinya sedang duduk di salah satu kursi dekat meja bar tempat pemesanan minuman beralkohol dengan keadaan sudah mabuk berat Metta sekali-kali meracau tak jelas, ia bahkan sudah melupakan seorang yang duduk di sampingnya, seorang yang ia ajak malam ini untuk menemaninya yang tak lain adalah sahabatnya sejak SMP yaitu; Rinjani.

Rinjani yang berada di sampingnya sedari tadi menggeram kesal melihat sahabat karibnya yang kini mabuk berat ini. Semua ini karena kedua orang tua Metta hingga sahabatnya menjadi seperti ini. Metta dulu tak seperti ini, ia dulu sangat lembut pada siapa pun, namun saat ia mengenal dunia malam, Metta kini berbeda. Tak ada lagi Metta yang lembut yang ada hanyalah Metta yang kasar, datar dan dingin pada siapa saja. Bahkan pertama kali melihat Metta seperti ini Rinjani seperti tak percaya.

“Udah, Ta! Lo udah mabuk banget tuh," Lirih Rinjani.

Ia menahan air matanya untuk tak keluar ketika melihat Metta saat ini. Rinjani tak percaya ternyata masih ada juga orang tua seperti kedua orang tua Metta―yang tak peduli sama anaknya.

“Mereka jahat, gue dilupain."

"Apa mereka lupa kalau mereka punya anak selain Uang?” racau Metta lagi untuk kesekian kalinya. Air mata tidak bisa dibendung lagi, Metta mabuk sambil menangis.

“Sampai kapan lo kayak gini, Ta?.”

Kini air maata yang ia tahan-tahan jatuh juga membasahi pipinya. Rinjani mengusap air matanya dengan kasar, ia tak mau lemah di saat sahabat yang selalu ada untuknya.  Metta kini lebih lemah daripada dirinya.

“Sampai kebahagiaan datang sama gue,” ujar Metta.

Rinjani menarik Metta keluar dari club tapi sebelumnya ia membayar minuman yang dipesan Metta. Sesampainya mereka di parkiran, Rinjani mengambil tas selempang yang dikenakan Metta, mengeluarkan kunci mobil Metta untuk membawa Metta pulang ke rumahnya sendiri bukan ke rumah Metta. Jika ia membawa Metta pulang ke rumah Metta maka ia akan melihat sahabatnya ini dimarahi oleh orang tuanya dan Rinjani tak mau melihat itu.

Ia lalu membukakan Metta pintu mobil, pada kursi penumpang dan mendorong dengan lembut Metta untuk masuk ke dalam, setelahnya ia juga ikut masuk, akan tetapi ia duduk di kursi kemudi di samping Metta. Di dalam mobil pun begitu, Metta terus meracau tak jelas bahkan ia menyebut-nyebut bahwa ia adalah anak yang tak diinginkan oleh kedua orang tuanya.

Sungguh, menurut Rinjani, kedua orang tua Metta adalah orang tua yang tak berperikemaanusiaan, mereka malah membiarkan anak semata wayang mereka mengenal dunia malam yang dipenuhi banyak maksiat itu.

“Ini belum seberapa, kalau sampai Metta lebih parah dari pada ini gue bakal buat orang tua lo nyesal karena udah lupain lo. Gue gak mau liat sahabat gue kayak gini, apalagi lo adalah sahabat gue satu-satunya yang mau terima gue apa adanya.” Gumam Rinjani.

***

Di pagi yang cerah ini Metta rasanya bisa bernapas dengan baik serta rasanya terbebas dari penjara yang selama ini. Sekarang ini ia berada di rumah sederhana sahabatnya yang tingga bersama kedua orang tuanya yang penuh dengan kasih sayang. Bahkan Metta yang bukan anak mereka pun diberikan kasih sayang.

Metta merasa beruntung memiliki sahabat seperti Rinjani, yang mau menerima dirinya apa adanya.

Saat ini Metta membantu Rinjani dan Ibunya memasak walau Rinjani melarag Metta untuk membantunya memasak, Metta tetap membantu mereka memasak. Walau gadis itu tidak terlalu tahu memasak.

“Tinggal di sini aja Ta, biar bisa masak di sini setiap hari,” celetuk Rinjani.

“Gue sih maunya juga gitu, cuma nanti kalau gue gak diizinin gimana?. Bisa-bisa berabe....”

“Kepengen deh gue datang ke rumah lo terus marahin orang tua lo, cuma gue ingat tata krama dengan orang tua dan gue ngehargain mereka karena udah mau rawat lo.”

Metta hanya tersenyum menanggapi itu, sementara Ibu Rinjani―Nisa―hanya menggelengkan kepalanya pelan dan menegur anaknya itu.

“Rinjani gak boleh kayak gitu!”

“Iya Bu ....”

Setelahnya mereka bertiga diam, mengerjakan apa yang mereka kerjaan saat ini. Dalam diamnya Metta tersenyum senang, merasa sangat beruntung memiliki Rinjani. Jika saja Rinjani tak datang di hidupnya, ia sudah tak tahu bagaimana nanti hidupnya.

***

Assalamualaikum....

Alhamdulillah....

Update lagi...

Cerita ini gak terlalu berbeda dengan yang belum direvisi, soalnya emang aku mau kasih pelajaran berharga buat teman-teman pembaca. Terutama buat yang udah nikah atau udah punya anak.

SPAM NEXT KUYY DI KOLOM KOMENTAR

JANGAN LUPA... VOTENYA JUGA.
KASIH FIYY BINTANG BIAR FIYY SEMANGAT

BACA JUGA CERITA BARU FIYY... R & B sama Dewa yaaa dijamin seru

Salam sayang dari si penulis amburadul

Fiyy

Bidadari Dirindu Surga [REVISI]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang