6. Nama Fatimah Itu Terlalu Mulia

5K 266 1
                                    

“Karena nama Fatimah itu terlalu mulia bagi aku yang bejat ini. Dan aku bersyukur Papa tidak memberiku nama Fatimah.”

***

Metta duduk di hadapan mamanya yang kini menatapnya tajam. Metta sama sekali tak takut ditatap setajam itu oleh Mira, ia malah balas menatap mamanya namun dengan tatapn santainya.

“Kamu kira kamu siapa harus dijemput sama Mama?”

“Manusialah, emang siapa lagi?” balas Metta santai.

“Udah pintar ngelawan kamu ya?”

Metta malah memutar bola matanya malas lalu ia bangkit dari duduknya meninggalkan mamanya sendiri di ruang ruang tamu yang terus memanggil-manggil namanya tetapi tak ia dengarkan. Metta malah bersikap acuh dan berpura-pura tak mendengar panggilan mamanya yang melengking itu.

Setelah keluar dari rumah, Metta memasuki mobilnya dan meninggalkan pekarangan rumahnya tanpa harus pamit pada mamanya.

Sekitar kurang lebih setengah jam, Metta pun sampai di kampus tempatnya menimba ilmu. Ia berjalan di koridor kampus, melewati orang-orang yang menyapanya. Metta cukup populer di kampusnya.

Ia lebih memilih ke kantin untuk mengisi perutnya sebelum dia masuk kelas pukul satu siang nanti. Setelah mendapatkan tempat duduk, Metta segera memesan pesanannya seperti biasa; satu mangkuk mie ayam dan satu cup pop ice dengan rasa coklat kesukaannya. Setelah mendapatkan pesanannya Metta segera duduk dan memakan makannnya sembari memainkan ponselnya, sekali-kali ia akan tertawa ketika melihat ponselnya itu.

Tanpa disadari Metta, Ali sudah berada di hadapannya dan langsung mengambil ponselnya walau tak secara paksa namun mampu membuat Metta sebal. Bagaimana tidak, ia sedang berchat ria sama Rinjani namun Ali datang tiba-tiba dengan langsung mengambil ponselnya. Siapa yang tak kesal coba?

“Maaf Fatimah, bukannya aku mau cari ribut atau mau bikin kamu kesal tapi kalau sedang makan itu sebaiknya langsung cepat selesaikan. Jangan dibiarkan seperti ini! Gak baik!,” tegur Ali.

“Emang lo siapa? Sok-sok-an kayak gue anak kecil aja dibilangin kayak gitu,” sungut Metta.

“Fatimah kalau waktu makan itu ya makan, kalau waktu main HP itu ya main HP.” Ali tak mendengarkan sungutan dari Metta.

Metta terkekeh. “Ya iyalah waktunya makan ya makan masa iya waktunya makan pup sih.”

Mulut Metta yang suka ceplas-ceplos memang sudah membuat Ali kebal. Ia bahkan hanya menggelengkan kepalanya pelan mendengar Metta. Bagaimana caranya merubah gadis seperti Metta?.

***

Ali menghembuskan napasnya pelan melihat Metta. Mulutnya sudah capek menjelaskan kepada Metta tentang sunnah Rasulullah ketika makan namun Metta malah asik memainkan ponselnya lagi setelah selesai makan tadi Ali mengembalikan ponselnya.

“Fatimah kamu dengerin aku gak sih?”

“Denger kok.”

“Aku bilang apa tadi sama kamu?.”

“’Fatimah kamu dengerin aku gak sih?’ itu kan yang lo bilang tadi?” ucap Metta mengikuti gaya bicara Ali bahkan suaranya pun ia sama-samakan dengan suara khas milik Ali yang halus dan lembut itu.

Lagi, Ali menghela napasnya pelan. Sedari tadi ia menjelaskan pada Metta, namun Metta tak mendengarnya dan malah memainkan ponselnya. Ali harus apa? Marah untuk apa? Metta saja tak memintanya untuk menjelaskan itu hanyalah kemauannya saja karena ia menganggap itu wajib untuk diketahui Metta.

Bidadari Dirindu Surga [REVISI]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang