“Jika Fitnah ini adalah karma untukku, aku terima, karena dulu aku pernah memfitnah orang-orang yang menurutku lemah.”
***
Setelah mengambil cuti selama satu bulan dan libur selama dua bulan yang ia gunakan untuk belajar ilmu agama, kini Metta kembali masuk di kampus. Suasana kampus masih sama seperti tiga bulan yang lalu, yang berbeda hanya tak ada lagi Ali. Berbicara soal Ali, saat ini pria berumur dua puluh tiga tahun itu sedang menyelesaikan skripsinya.
Berjalan sendiri di koridor kampus, semua orang yang ia lewati melihatnya dengan tatapan bertanya dan tak percaya. Metta menundukkan kepalanya merasa malu.
“Metta ... mau kemana? Mau ngaji ya?” tanya seorang pria dengan nada ejekkannya.
“Masya Allah ... udah mau hijrah ya?” ledek gadis berambut pendek.
Dulu, dulu sekali, di koridor yang sama Metta mengatakan pertanyaan ini pada seorang mahasiswi, tapi sekarang ia yang mendapatkan pertanyaan ini. apakah ini karma baginya? Apakah ini balasan yang diberikan padanya yang pernah mengejek mahasiswa sampai mahasiswa itu memilih pindah?.
“Makin cantik aja, Ta. Sama abang mau nggak? Siapa tahu kita bisa ngaji sama-sama nanti.”
Semua orang yang ia lewati tertawa ketika mendengar teriakan dari Edo, salah satu mahasiswa semester tujuh yang pernah Metta tolak cintanya. Tak ingin berlama-lama di suasana seperti ini, Metta melangkahkan kakinya lebih cepat, mencari koridor yang sekiranya sepi dilewati orang-orang, tapi sayang sama sekali tak ada koridor yang sepi jika di kampus.
Suara yang pernah ia dengar dua bulan yang lalu terdengar memanggilnya
“Bu Ustadjah”
Di hentikannya langkahnya, Metta menoleh takut jika Bagas juga nantinya mengejek dirinya karena masa lalunya.
“Kenapa? Mau ngejek aku juga?” tanya Metta tiba-tiba ketika Bagas sudah berada di hadapannya.
Bagas menggeleng. “Asal usul Bu Ustadjah aja gue kagak tahu mana bisa gue ngejek lo,” ujarnya.
Metta menghembuskan napasnya lega. Apakah Bagas orang yang tak akan mengejeknya setelah tahu kehidupan masa lalunya dari orang-orang kampus?. Ia berjalan mundur ke belakang, sedangkan Bagas berjalan maju saat ia mundur. Ketika mundur satu langkah lagi, Metta hampir jatuh kalau saja tak ada Bagas yang memeluk pinggangnya.
“Bu Ustadjah kalau jalan itu maju bukan mundur. Kalau gak ada gue lo pasti jatuh terus diketawain sama orang, gimana?”
Ekspresi Metta ketakutan ketika menyadari posisi mereka bagaimana sekarang dan di koridor kampus ada banyak pasang mata yang melihat mereka berdua. Metta segera melepas pelukan Bagas pada dirinya, jantungnya berdebar-debar karena takut. Dilihatnya sekitar koridor itu, ada banyak pasang mata yang menyaksikan kejadian tadi.
Seorang gadis lewat tepat di belakang Bagas seraya berucap. “Lo ternyata munafik, kelihatannya aja mau hijrah, tapi malah pelukan sama cowok. Diliat-liat dari kehidupan lo yang dulu kayaknya lo udah pernah se-ranjang sama om-om,” sinisnya.
Metta mendongak ketika indra pendengarannya mendengar perkataan gadis yang pernah ia bully. Jantungnya kini berdebar-debar, apalagi saat ini ada banyak orang dalam keadaan diam mendengarkan perkataan gadis itu. Kenapa sekarang jadi berbanding terbalik?. Dulu, ia pernah mengatakan ini pada si gadis, dan sekarang ia mendapatkan perkataan ini dari gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bidadari Dirindu Surga [REVISI]✔️
EspiritualAmetta Stephani nama lengkapnya, ia suka keluar malam, suka berDJ dan suka meminum-minuman keras, bukan karena ada masalah, ia hanya ingin mencari kesenangan selagi kedua orang tuanya bekerja. Menurutnya, anak kedua orang tuanya adalah uang. Tanpa d...