“Aku sudah pernah merasakan kepahitan dalam hidup dan yang paling pahit ialah berharap kepada manusia.” (Ali bin Abi Thalib)
***Dua hari sudah Putri tingga di pasantren, dan itu membuat Ali merasa terkekang akibat Putri yang terus mengikutinya. Dan dua hari yang lalu, Putri menyatakan perasaannya pada Ali tetapi Ali menolak dan mengatakan jika ia mencintai Metta. Putri tentu marah, marah pada Ali, marah pada Metta yang bisa dicintai Ali dan marah juga dengan dirinya sendiri yang tak jujur pada Ali sejak dulu. Di setiap doanya selalu ada nama Ali terselip di sana, tapi, orang yang namanya selama ini terselip di doanya tak mencintainya. Apa sebenarnya yang kurang dari dirinya? Ilmu agamanya saja lebih bagus dari pada Metta?.
Putri melihat Metta dari kejauhan dengan tatapan tajamnya. Dilihatnya Metta biasa saja.
Menurutnya, tak ada yang bagus dari Metta. Wajah Metta memang cantik tapi ternyata ilmu agamanya masih jauh di bawah dirinya. Sebenarnya apa sih yang disukai Ali dari Metta?. Sunggu Putri tak percaya jika Ali mencintai Metta karena gadis itu cantik.
“Tak usahlah kau iri begitu sama Metta, Metta lebih cantik daripada kau, makanya Ali suka sama Metta.” Andra tiba-tiba datang di samping Putri dengan berkata seperti itu. Putri tahu kalau pria di sampingnya ini ingin memanas-manasinya
“Mana mungkin Ali suka sama cewek karena kecantikannya, pastinya dia udah kasih Ali guna-guna biar bisa suka sama dia.”
Mata Andra melebar tak percaya mendengar perkataan Putri. “Eh ... omongannya dijaga kali. Mana mungkin Metta seperti itu, kau tak tahu apa-apa tentang cinta yang sebenarnya. Kenapa tiba-tiba pikiranmu dikuasai oleh iblis?,” kata Andra diakhiri pertanyaan sarkasme.
“Kau cari saja lelaki yang lebih baik daripada Ali.”
Sungguh Andra tak bisa menjaga lisannya jika berhadapan dengan gadis seperti Putri yang memiliki seribu satu pikiran negatif tentang orang-orang yang ia tak suka melihatnya. Putri menatap Andra sinis. Sejak dulu ia memang tak suka dengan Andra yang selalu menantang dirinya bersama Ali. Tidak Icha, tidak Andra, semuanya tidak suka padanya.
“Lebih baik kamu itu gak usah ikut campur dan sok-sok-an kasih aku nasehat.”
“Aku itu harus ikut campur karena Ali saudaraku dan Metta saudara sesama muslimku, mereka berdua saling mencintai. Dan kau juga adalah saudara sesama muslimku, salah satu kewajibanku terhadap muslim yang lain adalah mengingatkan, aku sudah mengingatkanmu sejak lama bahkan sudah lebih dari tiga kali tapi kau tidak mendengarkannya. Maka kewajibanku sudah tak ada lagi pada dirimu,” ujar Andra.
“Terus kamu kira aku peduli.”
Andra tersenyum sinis. Sepertinya Putri tak mau mendengarkan perkataannya. Tetapi pria itu sudah angkat tangan, ia memilih menyerah.
“Ilmu agama kau lebih tinggi daripada Metta, tapi hati dan pikiran kau dipenuhi dengan sejuta iblis,” ucap Andra sinis.
Setelah itu, Andra berlalu tanpa pamit pada Putri. Ia sudah terlalu kesal dengan sifat serta sikap Putri. Andra tak percaya, Putri yang notabenenya adalah cucu kyai di pasantren dan anak ustad serta ustadzah malah memiliki sifat seperti iblis. Dan sejujurnya ini adalah kali pertamanya ia bertemu dengan gadis yang memiliki sifat iblis.
***
Duduk berhadapan dengan kedua orang tua Putri dan juga kakeknya―Kyai Abdullah, Ali hanya memilih diam menunggu mereka berbicara padanya. Ali tahu apa yang akan dikatakan kedua orang tua Putri padanya. Yang ia perlukan hanyalah mental untuk menjawab dan kata-kata yang sekira cocok agar tidak menyakiti hati keduanya. Ia hanya tak ingin nantinya kata-katanya malah membuat kedua orang tua Putri marah karena menolak anak mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bidadari Dirindu Surga [REVISI]✔️
EspiritualAmetta Stephani nama lengkapnya, ia suka keluar malam, suka berDJ dan suka meminum-minuman keras, bukan karena ada masalah, ia hanya ingin mencari kesenangan selagi kedua orang tuanya bekerja. Menurutnya, anak kedua orang tuanya adalah uang. Tanpa d...