15. Bagas?

4K 224 4
                                    


    “Pria ini benar-benar menyebalkan.”

***

Gema takbir menggelegar, takbir terus saja terdengar di masjid-masjid. Tak teras bulan Ramadhan telah usai, sebulan penuh berpuasa seperti tidak terasa oleh Metta. Suasana rumah telah dipenuhi oleh keluarganya yang datang dari Bogor, Manado, dan Makassar. Walau di rumahnya ramai, namun Metta merasa kesepian. Ia merindukan suasana di pasantren.

Seminggu yang lalu Metta dijemput anak buah papanya, mau tak mau ia harus pulang. Dan sekarang, ia merindukan pasantren. Merindukan Umi, Abah, merindukan Icha, dan merindukan Ali.

Angin malam membuat ghamis biru yang dipakainya berterbangan. Metta berdiri di balkon kamarnya, tak bergabung bersama keluarganya di bawah. Dihembuskannya napasnya ini, untuk kesekian kalinya Metta menghembuskan napasnya.

Boring kan gue.”

Ia mendengus. Rasanya ia ingin merayakan lebaran bersama Ali dan sekeluarga.

***

Setelah meminta izin pada Mama Papanya untuk ke pasantren, Metta mengajak Rinjani berkunjung ke pasantren dan menginap di pasantren selama dua hari. Saat ini Metta sedang mengambil air wudhu di masjid. Malam ini masjid terlihat sepi tidak seperti bulan Ramadhan, setelah shalat isya ada beberapa warga dan santri bertadarus.

Seorang pria memasuki tempat wudhu khusus wanita saat Metta masih membasuh mukanya.

“Bu Ustadjah,” panggil pria itu sukses mengagetkan Metta.
Mendengar suara pria yang sangat asing di telinganya, Metta mendongak, terlonjak kaget melihat pria menggunakan pakaian kaus hitam polos dengan celana jeans sobek-sobek pada bagian lututnya ala-ala anak brandalan, pasalnya ini adalah tempat wudhu dikhususkan untuk wanita bukan untuk pria.

Astaghfirullah ....” Metta segera mungkin mengambil jilbabnya lalu memakainya.

Metta tidak takut sama pria asing itu, hanya saja ia takut ada orang lain yang melihat mereka hanya berdua dan menimbulkan fitnah nantinya.

Metta bertanya. “Siapa?”

Pria itu mengernyit seraya mengangangkat sebelah alisnya bertanda bahwa ia tak mengerti dengan pertanyaan Metta.

“Siapa?” pria itu balik bertanya. “Gue?.” Metta mengangguk cepat.

“Manusia-lah masa malaikat pencabut nyawa,” imbuhnya santai.

Metta menggeleng cepat. “Bu-bukan ... ma-maksudnya nama kamu siapa?”

“Bagas.”

“Kenapa bisa ada di sini? Ini tempat wudhu khusus wanita kalau mau wudhu di sana, tempat khusus pria.” Jelas Metta.

“Ck, cuma mau numpang buang hajat,” ketus pria itu.

“Tapi bukan di si ...-“

Perkataan Metta terpotong oleh Bagas. “Ya elah, cuma mau pup doang di sini gak boleh.”

“Bukan di sini tapi di sana.” Metta mencoba untuk sabar menghadapi Bagas yang keras kepala, berucap dengan lembut.

“Bu Ustadjah cantik-cantik tapi galak ya?”

“Jangan di sini, di sana saja. Ini tempat khusus wanita.”

Bagas memutar bola matanya malas. Icha masuk ke tempat wudhu melihat Metta dan Bagas di sana.

Astaghfirullah ...”

Metta segera menoleh ketika mendengar suara Icha beristighfar.

“Icha,” desis Metta.

“Ya Allah, Kak Metta, dia siapa?”

Melihat Icha yang akan salah paham nantinya, Metta segera menggeleng cepat agar Icha tak sala paham.

“Kamu jangan salah paham dulu, aku gak kenal sama dia,” jelas Metta.

“Heh! Kamu! Kenapa bisa ada di sini? Ini tempat khusus wanita.”

“Cuma mau numpang pup doang di sini masa gak boleh. Pelit banget deh,” sungut Bagas.

Icha geram, dilepaskannya sendal jepit yang ia pakai, mengangkatnya di hadapan tepat di depan wajah Bagas.

“Keluar gak dari sini. Kalau kamu gak keluar aku pukul pakai sendal aku.”

Wajah yang ditunjukkan Bagas sama sekali tak ada ekspresi ketakutan, ia malah berdecak sebal dan keluar dari tempat wudhu itu, meninggalkan Icha dan juga Metta seraya bersungut-sungut.

***

Assalamualaikum....

Alhamdulillah....

Update lagi...

SPAM NEXT KUYY DI KOLOM KOMENTAR

JANGAN LUPA... VOTENYA JUGA.
KASIH FIYY BINTANG BIAR FIYY SEMANGAT

Salam sayang dari si penulis amburadul

Fiyy

Bidadari Dirindu Surga [REVISI]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang