8. Kekesalan Icha

4.3K 250 0
                                    

"Tamu harus dihormati. Kamu memang tak menyukaiku, tapi kumohon hormati aku sebagai tamu di istanamu."

***

Icha turun dari tangga dengan menggunakan seragam sekolahnya. Ia berjalan menghampiri keluarganya yang sedang menunggunya untuk sarapan bersama tetapi langkah kakinya terhenti saat melihat Metta juga ada di sana, bergabung bersama keluarganya duduk di meja makan. Dari pertama kali ketemu pada Metta, ia tak suka melihatnya terlebih lagi ketika indra pendengarannya mendengar apa perkataan Metta waktu itu.

Ia menarik kursi di samping Ali. tanpa berucap sekata patah pun Icha langsung mengambil dua lembar roti tawar dan mengolesinya dengan selai coklat. Setelah itu ia langsung bangkit dari duduknya, meninggalkan orang-orang yang berada di meja makan yang sedang menatapnya heran―seraya membawa roti yang tadi diambilnya.

"Adik kamu itu Bang kenapa?," tanya Salim. Ia bahkan tadi menggelengkan kepalanya pelan melihat kelakuan Icha.

"Gak tahu Bah, mungkin lagi datang bulan makanya dia kayak gitu."

"Samperin sana bujuk apa kek!" titah Salim.

Ratna berdecak, ia tak suka mendengar perkataan Salim.

"Anak jangan terlalu dimanja Abah, nanti kebiasan gimana?" omel Ratna pada Salim.

"Bukan dimanja Umi, kan gak biasanya dia kayak gitu."

Metta mendengar itu sadar kenapa Icha tak ikut sarapan bersama mereka. Karena Icha yang tak suka melihatnya akibat mendengar perkataannya waktu lalu. Metta sadar dengan itu. Tapi apa yang harus ia lakukan?.

Ali menoleh ke kiri, tempat di mana Metta duduk. Dilihatnya Metta kini menundukkan kepala tanpa memakan makanannya dan malah mengaduk-aduk nasi di piringnya. Ia menghela napasnya panjang, menyadari bahwa Metta merasa tak enak hati pada adiknya itu.

Ali memilih melanjutkan makannya, tak ingin memikirkan Icha, toh lama-kelamaan Icha juga pasti menerima Metta. Setelah itu suasana ruang makan terasa sepi, hanya terdengar suara denting sendok dan piring beradu menjadi satu sampai mereka pun selesai memakan makanan mereka masing-masing.

Metta langsung berdiri dari duduknya, mengumpulkan piring-piring kotor dan gelas kotor dan membawanya ke wastafel. Ratna mengikuti Metta yang mengumpulkan piring-piring kotor bekas mereka makan dan membawanya ke wastafel, ia sedikit merasa heran melihat Metta menjadi diam setelah Icha tadi datang ke meja makan dan berlalu tanpa mau sarapan bersama mereka.

"Nak Metta kenapa diam aja?"

Metta terlonjak kaget, ia menoleh ke samping baru menyadari jika di sampingnya ternyata ada Ratna yang entah sudah sejak kapan sudah berada di sampingnya. Mungkin karena ia tadi melamun hingga tak menyadari jika Ratna sudah ada di sampingnya.

"Eh! Apa tadi Umi?"

Metta jadi kikuk, ia mengambil spons untuk mencuci piring lalu menggosok piring kotor itu. Ia jadi salah tingkah saat Ratna bertanya padanya.

"Kamu kenapa?"

"Gak papa Umi. Oh iya, Umi, Metta boleh nginap di sini dulu nggak sampai Metta dapat tempat tinggal?"

"Boleh, tapi kamu kenapa gak pulang ke rumah kamu aja?"

"Gak pa-pa sih, Umi."

Ratna tak ingin bertanya lebih lanjut, dia tahu pasti gadis ini memiliki masalah yang tidak bisa dibagi dengan orang lain, dan Ratna juga takut nanti pertanyaannya malah terjurus ke urusan pribadi Metta. Ia pun membantu Metta yang mencuci piring.

***

Bukan Ali namanya kalau tidak bisa membuat adiknya mengaku mengapa ia tak mau bergabung bersama keluarganya ketika di sana juga ada Metta yang ikut bergabung bersama keluarganya. Ali menghampiri Icha di kamarnya. Diketuknya pintu kamar Icha beberapa kali, namun tak lama, pintu kamar pun terbuka dan menampakkan Icha dari balik pintu kamarnya dengan wajah kesal yang ia miliki.

Ali menatap adiknya tak percaya, ia menggelengkan kepalanya pelan saat melihat Icha sedari tadi pagi terus memasang wajah kesalnya.

"Bisa kita berdua bicara?"

"Bisa," jawab Icha. "Mau bicara apa?."

"Masuk!" suruh Ali dengan nada tegasnya.

Kalau sudah seperti ini Icha tahu bahwa abangnya pastinya marah pada dirinya. Icha membuka pintu kamarnya lebar-lebar, membiarkan Ali masuk ke kamarnya yang kini ditempati dirinya dengan Metta. Dan ia berharap semoga saja Metta segera keluar dari rumah ini.

Ali menarik dua kursi, diposisikan saling berhadapan kemudian ia menyuruh Icha untuk duduk di hadapannya.

"Kamu tahu tidak di rumah ini kamu sudah menyakiti hati banyak orang?,"

Icha menggeleng. "Abah, Umi, Abang dan satu lagi Fatimah walau dia bukan keluarga kita dia juga sakit hati karena kelakuan kamu hari ini. Abang gak pernah ajarin kamu bersikap seperti ini sama orang walaupun kamu gak suka liat orang itu. Fatimah itu tamu Abang, tamu itu kalau datang di rumah harus di hargai, dihormati Icha," Tutur Ali pada Icha.

Icha bungkam. Ali tak pernah mengajarnya bersikap seperti ini, seharusnya ia bersikap baik dan menjaga sopan santun, namun lagi-lagi perkataan Metta waktu itu membuatnya kembali teringat, membuat rasa kesalnya kembali muncul lagi setelah beberapa detik menghilang.

"Dia itu gak pantas dihormati, Abang. Dia...."

"Gak pantas apa Icha? Semua manusia pantas dihormati. Dia ngomong kayak gitu karena dia gak tahu tentang agama."

Icha tersenyum sinis. "Gak tahu tentang agama?" katanya sarkasme.

"Coba kalau kamu kayak dia juga, kenal sama dunia malam. Apa yang akan kamu lakukan, kalau ditanya seperti itu?"

Lagi dan lagi, Icha bungkam. Tak tahu harus berkata apa pada Ali. Ia bahkan lupa bahwa ia dulu juga pernah seperti Metta walau tidak minum-minum seperti Metta, dan juga ucapannya tak sesadis Metta.

"Abang itu heran sama kamu, gak Putri gak Fatimah, kayaknya benar-benar kamu gak suka sama mereka berdua."

"Ya jelaslah... yang satu wanita ular yang satu lagi wanita murtad."

"Icha!" tegur Ali tegas.

"Bela aja terus mereka sepuas Abang," Kata Icha ketus walau sebenarnya ia memikirkan perkataan Ali tadi tentang bagaimana dirinya jika berada di posisi Metta.

"Jadi Abang udah boleh keluar karena aku udah mau tidur. Besok itu aku ada piket di kelas jadi harus bangun cepat dan ke sekolah cepat-cepat." Ujar Icha seraya mendorong Ali pelan untuk keluar dari kamarnya.

Ia merasa kesal. Kesal pada dirinya sendirinya, kesal pada abangnya dan kesal pada Metta. Entah kenapa bisa ia kesal pada dirinya sendiri, ia tak tahu.

***

Assalamualaikum....

Alhamdulillah....

Update lagi...

SPAM NEXT KUYY DI KOLOM KOMENTAR

JANGAN LUPA... VOTENYA JUGA.
KASIH FIYY BINTANG BIAR FIYY SEMANGAT

Salam sayang dari si penulis amburadul

Fiyy

Bidadari Dirindu Surga [REVISI]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang