“Karena orang yang mencintaimu bukanlah hanya aku. Jadi, aku harus bersabar sampai Allah mentakdirkan engkau bersamaku.”
***Setelah kejadian sebulan yang lalu, Putri jadi lebih banyak diam daripada biasanya. Tubunya kini sudah tak seperti dulu, sekarang tubuhnya menjadi kurus. Pipi berisinya menjadi tirus. Setiap kali ditanya oleh Ibu dan Ayahnya, ia hanya menggelengkan kepalanya pelan sebagai jawaban.
Apalagi jika itu Metta yang bertanya, ia akan menatap Metta tajam, padahalkan maksud Metta baik bertanya padanya.
Putri lebih suka di dalam kamarnya dari pada di luar. Jika di luar, rasanya ia mengingat kembali kejadian sebulan yang lalu. Putri duduk di ranjang kecil miliknya, menggenggam erat benda kecil panjang itu.
Dua garis merah.
Menandakan jika ia tengah mengandung anak dari seorang lelaki yang sama sekali tak ia kenal orangnya. Ia menangis tergugu, menyesal karena ia tak mendengar panggilan ibunya, menyesal karena tak mendengar panggilan kedua kakaknya, menyesal karena egois ingin memiliki Ali, dan menyesal karena mendengar bisikan setan untuk membawanya mencari tempat bersenang-senang.
Apa yang harus ia lakukan sekarang?
Andai saja malam itu ia mengikhlaskan Ali, andai saja malam itu ia mendengar panggilan ibunya dan kedua kakaknya, andai saja malam itu ia tak egois, dan masih banyak lagi kata andai yang berada di pikiran Putri. Sungguh ia menyesal.
Sekali lagi ia melihat benda itu, dan berdoa dalam hati, semoga saja apa yang ia lihat hanyalah halusinasi.
Tapi... nyatanya tidak, itu benar adanya. Dua garis merah itu masih ada di sana. Putri takut jujur pada ayahnya, ia takut akan murka sang ayah. Ayahnya tak pernah mengajarkannya seperti ini, tapi ia malah mempelajarinya.
Putri mengambil ponselnya yang tergeletak di atas nakas samping ranjangnya. Membula lockscreen dari ponselnya, lalu mencari nomor Ali di sana.
Di dekatkannya benda pipih itu ke telinganya. Kedua bibirnya bergetar hebat menahan isak tangis yang keluar. Ia harus kuat, demi bayi yang ada dalam kandungannya. Walau ia tak tahu siapa ayah bayi ini, tapi ia akan tetap mempertahankan bayi ini.
“Halo, Assalamualaikum....”
“Waalaikumsalam....”
“A...Ali, kamu di mana?” tanya Putri dengan suara bergetar menahan tangisnya.
“Putri, kamu kenapa?”
“Aku mau ngomong sama kamu. Penting!” bukannya menjawab, Putri malah melanjutkan niatnya.
“Apa?” tanya Ali di seberang sana.
“Aku mau ngomong langsung, kita ketemu di empang belakang. Assalamualaikum....”
Tanpa menunggu jawaban dari Ali, Putri langsung saja mematikan sambungan telepon secara sepihak.
Ia langsung mengganti bajunya.
Dengan menggunakan baju ghamis merah marun, Putri keluar dari kamarnya untuk menghampiri Ali di tempat yang ia sebut tadi. Tak sampai sepuluh menit ia telah sampai, di sana sudah ada Ali yang berdiri seraya menatap lurus ke empang ikan.
“Assalamualaiku....”
Salam dari Putri membuat Ali menoleh dan menjawab salam Putri. “Kenapa?”
Putri tak langsung menjawab, ia malah menangis di samping Ali dengan tersedu-sedu.
“Aku hamil.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Bidadari Dirindu Surga [REVISI]✔️
SpiritualAmetta Stephani nama lengkapnya, ia suka keluar malam, suka berDJ dan suka meminum-minuman keras, bukan karena ada masalah, ia hanya ingin mencari kesenangan selagi kedua orang tuanya bekerja. Menurutnya, anak kedua orang tuanya adalah uang. Tanpa d...