“Dulu, aku sama sekali tak antusias dalam menunggu bulan Ramadhan karena aku tak berniat untuk puasa ramadhan, tetapi sekarang, aku sangat antusias karena aku ingin puasa Ramadhan.”
***
“Dengan ini hasil keputusan rapat kami memutuskan bahwa tanggal 1 ramadhan jatuh pada hari esok.”
Mendengar bahwa Ramadhan jatuh pada hari esok membuat Metta tersenyum senang. Besok awal Ramadhan.
Bulan Ramadhan adalah bulan yang ditunggu-tunggu oleh banyak orang, bulan yang paling dirindukaan banyak orang. Bulan ramadhan adalah bulan yang mulia dikarenakan bulan ini pertama kalinya kitab suci al-Qur’an diturunkan.
Ramadhan tiba besok, Metta bergegas memasuki kamarnya dengan tergesa-gesa. Sepertinya, malam ini ia akan menyediakan semua keperluan untuk besok, mulai dari al-Qur'an dan juga mukena yang akan ia pakai shalat berjamaah di masjid.
Hasna maupun Rara melihat Metta yang begitu bersemangat tersenyum, mereka sudah tahu asal usul Metta bahkan itu Metta sendiri yang bercerita. Menurut mereka, mungkin saja ini pertama kalinya Metta menjalani puasa Ramadhan dengan keadaan berbeda. Dan sebenarnya mereka berdua tak tahu ada satu cerita yang tak Metta ceritakan pada mereka berdua, yaitu tentang perkataan mamanya.
“Semangat banget Bu nyiapin mukena untuk besok,” goda Hasna dengan senyum manis di bibir tipisnya.
“Aku jadi gak sabar buat besok, gimana ya rasanya hari pertama puasa ada di pesantren?”
Rara terkekeh geli, sementara Hasna ia membalas perkataan Metta. “Besok itu paling setelah shalat subuh ada ceramah, selesai ceramah kita ada kerja bakti bersihin pesantren lalu masuk kelas deh.” Jelas Hasna.
Memang di pesantren ini agak sedikit berbeda dengan pesantren-pesantren lainnya, di sini pesantren kilatnya dibagi menjadi per kelas tujuannya untuk membuat para santriwan dan santriwati nyaman dalam menuntut ilmu.
“Asal besok jangan sampai loyo....” timpal Rara.
“Ya enggak lah, masa loyo sih, malah aku semangat banget.” Metta membalas perkataan Rara.
Membaringkan tubuhnya di atas ranjang. "Jangan tidur ya Metta, kita mau shalat tarawih."
Metta terkejut. Shalat tarawih?. Dia kira shalat tarawihnya itu besok malam.
***
Saling berhadap-hadapan, di hadapan mereka sekarang sudah ada makanan yang beralaskan daun pisang. Barisa santriwan ada di sebelah timur sedangkan barisan satriwati di sebelah barat. Metta tak pernah merasakan makan seperti ini, rasanya nikmat makan bersama seperti ini. Di samping kanan mereka ada Ustadzah yang juga makan beralaskan daun pisang di belakang santri ada juga Ustadz yang sedang makan sahur sama seperti mereka.
Beginilah pesantren ini, makan bersama tanpa terkecuali bahkan seorang pendiri pesantren pun juga ikut makan dengan beralaskan daun pisang, ada juga beberapa Ustadz dan Ustadzah yang bergabung dengan santri untuk makan.
Dari kejauhan Ali melihat Metta makan. Sejak hari di mana Metta memeluknya, jantungnya selalu berdebar jika bersama atau melihat Metta dan Ali tahu apa yang sedang ia rasakan sekarang. Cinta.
Seharusnya debaran ini tak boleh ada dalam dirinya, seharusnya cinta ini tak boleh tumbuh, tapi mau diapa bukan ia yang meminta, cinta tumbuh sendiri tanpa ia suruh.
Seorang pria bernama Andra yang tak lain adalah sepupu dari Ali dan juga salah satu Ustadz di pesantren ini menyenggol lengan Ali ketika ia melihat Ali yang terus memerhatikan Metta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bidadari Dirindu Surga [REVISI]✔️
SpiritualitéAmetta Stephani nama lengkapnya, ia suka keluar malam, suka berDJ dan suka meminum-minuman keras, bukan karena ada masalah, ia hanya ingin mencari kesenangan selagi kedua orang tuanya bekerja. Menurutnya, anak kedua orang tuanya adalah uang. Tanpa d...