“Aku tidak akan melawan karena aku merasa ini adalah karma untukku.”
***
Suasana kampus kali ini sangat ramai, para mahasiswa dan mahasiswi sedang membicarakan tentang Metta yang katanya mengajak Dika ke hotel. Sementara itu, Dika juga memulai aksinya menfitnah Metta dengan sesuatu yang tak akan pernah terjadi.
Beberapa dari mereka ada yang tidak percaya begitu saja ketika mengingat bagaimana sifat Dika.
Metta melihat Dika berbicara dengan sekumpulan orang-orang yang bertanya padanya pun mendekati Dika. Mata sembapnya tak membuatnya urung untuk datang ke kampus. Ia hanya ingin memberikan Dika pelajaran yang telah menyebar fitnah padanya.
“Dika!” seru Metta.
Metta mendekati Dika dengan sekumpulan orang lainnya. Mereka memberikan Metta jalan untuk mendekati Dika. Tak peduli orang-orang mengatakan apa padanya, Metta menampar pipi kiri Dika untuk meluapkan emosinya.
“Gue gak peduli orang-orang bilang gue apa, tapi gue gak suka lo ngomong yang enggak-enggak sama orang-orang. Harusnya lo sadar, yang suka berzina itu siapa, gue atau elo?,” kata Metta.
Dika bukannya marah malah tersenyum sinis. Diangkatnya kedua tangannya di udara setinggi dadanya. Menunjuk ke arah Metta.
“See …. Lo semua lihat kan, kemarin-kemarin dia ngomong pakai aku kamu, sekarang? Pakai lo gue,” ucap Dika.
Air matanya luruh juga, Metta menggelengkan kepalanya pelan. Ia mundur selangkah demi selangkah namun saat mundur untuk yang ketiga langkah, punggungnya menabrak dada bidang seseorang.
Ia menoleh, melihat Bagas berdiri di sana dengan rahang mengerasnya. Ditariknya tangan Metta, membawanya pergi jauh dari mereka-mereka semua. Entah kenapa, saat melihat Metta difitnah oleh Dika ia jadi marah. Dipikirannya seharusnya tadi ia memukul Dika tapi kembali lagi ia mengingat bagaimana kondisi Metta sekarang yang sedang membutuhkan sandaran. Itu pun jika Metta mau menjadikannya sandaran.
Bagas membawa Metta di taman belakang kampus, taman yang sudah jarang didatangi oleh mahasiswa di sini. Bagas menyuruh Metta duduk di salah satu bangku, membiarkan Metta menangis tanpa harus mengganggunya.
Bagas mendudukkan tubuhnya di samping Metta dengan memberi jarak sedikit. Suara isak tangis Metta terdengar walau ia berusaha menutupinya, Bagas yang duduk di sampingnya hanya diam tak berupaya untuk menghentikan tangis Metta.
“Anggap ini ujian dari Tuhan buat lo, Tuhan gak akan kasih ujian untuk umatnya dengan ujian yang mudah,” ujar Bagas berusaha menenangkan Metta.
Metta semakin terisak, Bukan Bagas yang ia harapkan untuk memberikannya nasihat, bukan Bagas tapi Ali. Tapi, kemana Ali yang dulu selalu ada untuknya, selali memberikannya nasihat saat ia dilanda masalah, kemana?.
“Aduh … Bu Ustadjah jangan nangis dong, gue gak ngapa-ngapain lo.”
Mendengar perkataan Bagas, Metta menoleh ke samping, menatap Bagas tajam. “Aku gak mau dengar kamu ngomong ngelantur.”
“Bukan ngelantur Bu Ustadjah, tapi gue takut nanti kalau diliat sama orang-orang dikiranya gue nyakitin elo.”
“Aku gak nyuruh kamu buat nemenin aku di sini, kalau mau pergi silakan!” ketus Metta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bidadari Dirindu Surga [REVISI]✔️
SpiritualAmetta Stephani nama lengkapnya, ia suka keluar malam, suka berDJ dan suka meminum-minuman keras, bukan karena ada masalah, ia hanya ingin mencari kesenangan selagi kedua orang tuanya bekerja. Menurutnya, anak kedua orang tuanya adalah uang. Tanpa d...