Keping 4: Irama Jantung Ken

24.5K 2.6K 1.3K
                                    

"Nama lo ... sebentar!" Ahyar berusaha mengingat nama gadis di hadapannya.

Ahyar kesulitan mengingat siapa nama gadis ini. Berbanding terbalik dengan kenangan keduanya yang berputar secara detail dalam otak layaknya sebuah film. Oh, Ahyar juga lupa satu hal lain. Bukankah semua murid menggunakan nametag? Ahyar segera melirik nametag pada bagian dada sebelah kanan si Gadis. "Sahla!" serunya.

Ahyar tak bermaksud curang atau licik dengan menyontek nama Sahla pada nametag. Hanya saja, Ahyar benar-benar lupa namanya. Sahla pasti akan sakit hati bila ia salah menyebut nama.

Ahyar bisa melihat perubahan warna pada wajah Sahla. Pipi putihnya kini menyemu merah. Seperti sedang bermain di tengah hamparan salju. Hawa dinginnya menciptakan semburat merah di pipi, menambah taraf kegemasan yang bersangkutan.

Sahla merasa malu. Ia segera menunduk. Tak cukup hanya menunduk, Sahla juga menurunkan kaca helm hingga menutup seluruh wajahnya.

Terkesan percuma, karena kaca helmnya bening, wajahnya akan tetap kelihatan. Namun ini sudah jauh lebih baik, daripada Ahyar melihat secara langsung. Setidaknya ada cahaya memantul pada kaca, yang akan menciptakan efek silau.

Dalam hati, Sahla sudah berinisiatif. Ia akan meminta pada Lintang untuk mengganti kaca helmnya. Ia ingin kaca yang hitam saja. Bukan yang bening seperti ini. Maka wajahnya tak akan kelihatan sama sekali jika tiba-tiba harus berada begitu dekat dengan Ahyar layaknya sekarang.

Keinginan Sahla untuk lari menjauh—seperti biasanya—masih begitu besar. Namun tubuhnya senantisa terkunci. Ternyata berada sangat dekat dengan Ahyar, memiliki efek spektakuler dan cukup berbahaya bagi kesehatan jantung. Irama jantung Sahla sama sekali tak membaik. Bisa-bisa ia mati berdiri sekarang juga.

Apalagi ... Ahyar barusaja meraih jemarinya. Jari-jari panjang, kurus, nan indah milik Ahyar, terasa kontras dibandingkan dengan jemari Sahla yang terlihat pendek dan gemuk.

Ahyar meletakkan buku sketsa yang dibawanya, pada telapak tangan Sahla. "Lo masih suka gambar ternyata," katanya. "Dan lo juga masih suka gambar gue."

Sahla semakin tertunduk dalam. Jemarinya bergetar hebat. Semoga Ahyar tak menyadari itu. Atau ia akan semakin malu.

Ahyar menengok kanan dan kiri. Merasa tak nyaman karena sebagian besar teman sekelas, sedang memperhatikannya dan juga Sahla. Entah mereka mendengar apa yang Ahyar katakan tadi atau tidak. Jemari Ahyar tergerak mendekat pada Sahla lagi. Kali ini ia meraih pergelangan tangan gadis itu.

Napas Sahla rasanya seperti berhenti. Di sisi lain, Sahla juga sedang merasakan kenyamanan akan sentuhan jemari Ahyar yang terasa begitu hangat.

"Jam istirahat belum habis, ayo cari tempat yang nyaman buat ngobrol!" Ahyar mulai melangkah, menggandeng Sahla yang masih merasa disorientasi.

Ahyar kini sedang berinteraksi secara langsung dengannya, bahkan melakukan kontak fisik ala seorang gentleman dalam film-film penjual mimpi tak tergapai, dan bahkan mengajak Sahla mencari tempat nyaman untuk ngobrol.

Demi Tuhan, hal seperti ini tak pernah tepikirkan dalam imajinasi terliar Sahla sekali pun. Biasanya Sahla membayangkan semua hanya untuk sekadar digambar, diberi narasi, dan juga bubuhan dialog pendek. Bukan dibayangkan untuk menjadi kenyataan, yang seketika membuatnya diam seperti patung.

Kala keduanya sudah sampai di luar kelas, mereka bersimpangan dengan ... Ken.

Cowok itu barusaja kembali dari lab biologi untuk mengurus lomba Karya Tulis Ilmiah tahun ini. Ia sertamerta berhenti melangkah—mematung—tak percaya dengan apa yang sedang ia lihat.

KEKI [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang