Sebuah helm retro bogo berwarna dasar cream berpadu dengan cokelat tua, terletak dengan begitu manis di atas meja Sahla. Sahla memeluknya, seakan helm itu akan melebur jika dilepas.
"Nak, taruh helm kamu di rak!" Pak Syamsul guru Agama mengulangi perkataannya. Entah sudah yang ke berapa kali. Meskipun begitu, ia tetap mengucap dengan santun. Juga bonus sebuah senyuman penuh wibawa.
Sahla lagi-lagi menggeleng. Kedua matanya seakan menyiratkan sebuah ketakutan yang besar. Pak Syamsul jadi tidak tega. Sebaliknya, para penghuni kelas sedang kompak mendengkus pada kelakuan absurd Sahla yang sudah jadi makanan sehari-hari. Mereka sudah bosan. Benar-benar bosan.
Uhm ... mereka mencakup seluruh anak di kelas ini--kecuali Ahyar dan Ken tentunya. Ahyar lebih karena ia tak terlalu peduli. Sementara Ken ... ia tak mungkin mendengkus pada kelakuan nyeleneh Sahla, yang justru selalu terlihat manis di matanya.
"Nak, helm kamu nggak bakal hilang kok meskipun ditaruh di rak." Pak Syamsul belum menyerah.
"Pak, tolong kabulin permintaan Sahla tadi. Tolong!" Sahla memohon. Mata besarnya, mengerjap-ngerjab, terlihat mulai berair.
Pak Syamsul bingung sebenarnya. Apa masalah anak ini? Apa ia sedang mengalami cobaan besar dalam hidup, hingga menjadi hilang akal? Dan barusaja ia memohon lagi dengan konten yang sama. Sebuah permohonan yang ... bukan permohonan yang melanggar aturan, sih. Hanya saja ... terlalu ....
"Boleh, ya, Pak!" Sahla memohon lagi dan lagi. "Pak, please!"
Saat ini Sahla terlihat begitu menggemaskan dan polos. Pak Syamsul benar-benar tak bisa menolak permintaan Sahla karena tatapan memohon itu. Apalagi matanya sudah memerah dan berkaca-kaca.
"Yasudah lah, Nak! Lakukan apapun yang ingin kamu lakukan!" pasrah Pak Syamsul.
Binar di wajah Sahla yang sempat meredup, kini kembali. "Alhamdulillah. Terima kasih, ya, Pak!" Mata Sahla mengerling manja. Ia kemudian segera menjalankan permohonannya yang barusaja terkabul. Akhirnya.
Pak Syamsul memilih untuk tidak menanggapi. Ia kembali menghadap papan untuk meneruskan ayat yang tadi ia tulis. Pak Syamsul terlihat begitu sedih. Ia merasa seperti barusaja melakukan dosa besar tak terampuni, hanya karena menuruti keinginan Sahla. Meskipun sebenarnya tidak.
"Ya Allah, si Sahell beneran udah miring!"
"Puhahaha, selera fashion tingkat dewa!"
"Lady Gaga sama keluarga Kardashian bakal kalah pamor semua lawan lo, Hell!"
Seperti biasa, Sahla tak pernah peduli dengan pendapat teman-temannya. Sekalipun ia peduli, ia kurang memahami arti dari pendapat-pendapat yang sebenarnya penuh sarkasme dan cenderung mengarah pada bullying. Tetap ada hikmah di balik segala hal di dunia ini. Bahkan ketulalitan Sahla pun, memiliki hikmah yang sebegitu besarnya.
Ken mengamati dalam diam. Rasanya menyakitkan karena Sahla sedemikian malunya berada dalam satu kelas bersama Ahyar. Saking malunya, ia bahkan rela memakai helm di kelas seperti ini.
Well, mungkin Ahyar tak mengenali Sahla. Sahla hanya terlalu larut dalam imajinasi dan ketakutannya sendiri. Namun, tetap saja, sikap Sahla pada Ahyar itu membuat Ken merasa keki.
Tapi di balik kekekian Ken, cowok itu tanpa sadar tersenyum kala menatap Sahla. Ken tak pernah tahu, akan ada gadis yang terlihat begitu manis hanya dengan memakai helm seperti itu.
Ken sedang memikirkan, kapan tepatnya ia akan melakukan pergerakan. Ken harus segera mengingatkan Sahla pada janji masa lalu mereka.
Janji yang harus mereka tepati berdua awal tahun nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
KEKI [Sudah Terbit]
Novela Juvenil[Sudah Terbit] KEKI "Akulah orang yang tepat, kapan kamu nyadarnya?". _________________________ Tingkah Sahla memang seringkali absurd, tapi kali ini yang paling puncak. Ia bersikeras memakai helm sepanjang hari di sekolah. Alasannya...