Keping 18: Nyaman dalam Kebohongan

14.6K 1.7K 389
                                    

"Perasaan Sahla udah baca note book-nya Yayang berulang-ulang. Tapi kenapa Sahla nggak nemu saat Malaikat Cantik ngasih gambar pertamanya ke Mawar Kuning, ya? Sahla juga nggak nemu awal-awal pertemuan mereka. Saat mereka sering main ke poli obgyn juga nggak ada. Jangan-jangan note book ini ada series-nya, kayak komik-komiknya Sahla. Bedanya, Yayang nggak lebay kayak Sahla." Gadis itu mengakhiri monolognya dengan terkikik.

Lintang belum pulang sejak semalam. Pasti pasiennya benar-benar gawat. Sahla sendirian total, karena ia tak kunjung menemukan Garong di mana pun. Sahla sendang membuat telur ceplok untuk sarapan. Untunglah Sahla tahu caranya memanggang roti. Sahla menyusun roti panggang, timun, tomat, keju chedar, dan telur. Dengan begitu, ia bisa sarapan sehat. Ditambah susu, supaya sempurna.

Sahla memotret sarapan hasil buatannya, lalu mengirim pada Lintang. Sebagai bukti pada sang Bapak bahwa ia sarapan dengan baik. Supaya Lintang tidak khawatir. Lintang suka tidak percaya jika Sahla hanya berkata sudah sarapan, tanpa mengirimkan bukti. Bapaknya itu memang agak lebay. Lebay in positive way.

Suara klakson terdengar. Pak Joe sudah siap. Sahla buru-buru menandaskan susunya, membawa roti—sekaligus piringnya—berlari keluar rumah. Sahla akan lanjut makan di mobil, daripada terlambat sampai sekolah.

~~~~~KEKI - Sheilanda Khoirunnisa~~~~~

Ahyar segera menengok ketika seseorang membuka pintu kamarnya. Cowok itu sempat mengira bahwa yang datang adalah perawat pengantar sarapan. Karena berdasarkan pengalaman, jam segini yang datang memang selalu mereka. Ahyar mengernyit heran kala tahu yang datang bukan perawat. Bukan juga dokter. Itu adalah ... pasien?

Dilihat dari kenampakannya, sama sekali tidak asing. Ahyar memutuskan mengambil kacamata di atas nakas, segera memakainya. Benar, kan? Orang ini memang tidak asing. Yang datang adalah Ken—teman sekelasnya. Ahyar hanya tak terbiasa. Dua kali ia bertemu dengan Ken di rumah sakit ini. Pertama, Ahyar merasa asing karena saat itu mereka sama-sama memakai pakaian kasual. Kedua—kini—Ahyar merasa asing karena sekarang mereka sama-sama memakai piyama rumah sakit.

Ken mendorong tiang infusnya sendiri. Ahyar sebenarnya ingin membantu. Tapi ia masih harus bedrest. Ia masih sayang diri sendiri dengan mematuhi perintah dokter. Ken tetap bergeming sembari duduk perlahan pada sofa panjang. Ahyar pun sepertinya sama sekali tak berniat mengawali pembicaraan.

Entahlah sejak kapan teman sekelasnya ini ikut-ikutan menginap di rumah sakit. Seingat Ahyar, Ken ada di sana saat ia pingsan. Ken sepertinya hendak bicara sesuatu, tapi belum jadi. Mungkin ia sekarang ingin melanjutkan urusannya itu. Penilaian Ahyar ... Ken orang yang nekat. Seharusnya ia bisa lebih bersabar. Setidaknya menunggu sampai kondisinya agak baik.

Ahyar agak takut sebenarnya. Ken terlihat sangat sakit. Ronanya seakan tak berwarna, amat pucat. Ahyar juga pucat, tapi sepertinya tak sepucat Ken. Napas Ken terlihat naik turun. Hampir sama parahnya seperti saat ia terkena serangan kemarin. Jangan lupakan keringat yang membuat wajah Ken terlihat berkilau.

"Yar!"

"Hm?"

"Gue mau ngomong sesuatu."

"Ngomong aja!"

"Agak panjang tapi."

Ahyar terlihat berpikir. Bukan karena keberatan. Hanya merasa aneh. Mengingat mereka tak seakrab itu untuk saling bicara panjang lebar. Ahyar bahkan tak mengingat namanya sampai mereka bertemu di rumah sakit ini tempo hari. "Apa ini lanjutan dari apa yang mau lo omongin kemarin?"

Ken menggeleng. "Udah beda lagi urusannya. Yang kemarin nggak jadi. Gue udah nggak ada harapan."

Ahyar menatap raut Ken yang menyiratkan keputusasaan. Membuatnya merasa kasihan. "Yaudah, ngomong aja!"

KEKI [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang