Sahla terpaku menatap gadis kecil bertubuh gembul, dengan wajah yang cantik sekaligus manis, dan dua bola mata yang bulat. Rambutnya panjang sepinggang, keriting gantung di bagian bawah. Tanpa harus dilakukan sesi perkenalan, Sahla bisa langsung tahu, bahwa gadis kecil ini adalah Embun. Karena parasnya yang terlihat identik dengan Ahyar.
Ahyar mengambil alih kursi rodanya sendiri, memutar dengan tangan, menghampiri embun ke ranjangnya. "Mbun-Mbun!"
"Ayan!" seru Embun dengan suaranya yang lucu.
Sahla tertawa mendengar Embun yang memanggil Ahyar dengan sebutan Ayan. Pikirannya langsung mengarah pada ayan yang lain.
Ahyar mengulurkan kedua tangan, merengkuh tubuh Embun dalam pelukan singkat. Hanya dengan melihat, Sahla bisa merasakan kehangatannya.
"Kecup pipi kanan!" Ahyar mengecup pipi kanan Embun. "Kecup pipi kiri!" Ahyar mengecup pipi kiri Embun. "Kecup kening!" Ahyar melakukan hal yang sama pada kening Embun. "Kecup dagu!" Juga pada dagu Embun. "And ... and ... dan apa, ya, Mbun-Mbun? Ayan lupak!" Terlihat sekali bahwa Ahyar hanya pura-pura lupa.
"Kith on the lipth!" jawab Embun dengan lidah cadelnya.
"Pardon me?"
"Kith on the lipth!" ulang Embun.
"Ulangi sekali lagi, Mbun-Mbun!"
Embun cemberut kali ini, mulai kesal dengan permainan kakaknya.
"Hihi, iya-iya, Mbun-Mbun. Kiss on the lips!" Ahyar mengecup singkat bibir mungil adiknya.
Embun tersenyum puas, terlihat bahagia karena Ahyar sudah mengecupnya. Sahla diam-diam menghapus airmata. Sungguh, ia ikut senang atas apa yang ia lihat. Pemandangan yang begitu indah, membuatnya terlampau bahagia, sampai menangis.
"Mbun-Mbun, itu temennya Ayan. Namanya Kak Sahla!" Ahyar mulai memperkenalkan Sahla pada Embun.
Sahla buru-buru mendekat, mengulurkan tangan agar Embun menjabatnya. Tapi gadis kecil itu hanya diam, menatap datar tanpa ekspresi pada Sahla.
"Nggak apa-apa, Mbun-Mbun! Kak Sahla baik kok."
Embun masih menatap Sahla lekat. Seakan tak memiliki minat sama sekali untuk berkenalan dengan orang baru di hadapannya. Sahla perlahan menarik kembali tangannya. Berusaha mempertahankan senyum.
"Yaudah. Nggak apa-apa. Mungkin lain kali, ya!" Ahyar mengacak surai Embun sampai terlihat berantakan. Tapi mau berangakan seperti apa, Embun tetap terlihat begitu cantik.
"Kak Sahla duduk sini boleh?" Ahyar menepuk sisi kosong ranjang Embun.
Embun bergeser cukup jauh, barulah ia mengangguk.
"Mbun-Mbun baik!" puji Ahyar.
"Duduk, La!" Ahyar mempersilakan Sahla untuk duduk.
Tapi Sahla terlihat ragu. Takut kalau Embun marah.
"Nggak apa-apa, La! Embun udah ngasih izin kok."
Sahla ragu-ragu, tapi akhirnya ia duduk juga--dengan canggung.
"Lo jangan tersinggung, ya, La! Embun emang gini sama orang yang baru dia kenal. Butuh pendekatan ekstra buat bisa deket sama dia." Ahyar menjeda. "Lo inget penyakitnya almarhumah Bunda dulu, nggak?"
Sahla menggeleng. Ia benar-benar tak ingat. Karena dulu saja Sahla kurang terlalu mengerti saat Ahyar bercerita. Maklum lah, ia masih sangat kecil waktu itu. Kasus Ahyar berbeda, ia paham karena yang mengalami penyakit itu adalah ibunya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
KEKI [Sudah Terbit]
Teen Fiction[Sudah Terbit] KEKI "Akulah orang yang tepat, kapan kamu nyadarnya?". _________________________ Tingkah Sahla memang seringkali absurd, tapi kali ini yang paling puncak. Ia bersikeras memakai helm sepanjang hari di sekolah. Alasannya...