Keping 14: Mindset Primitif

17.7K 1.8K 502
                                    

Sebenarnya Garong tidak berniat main ke rumah Sahla hari ini. Sayang, Sahla rupanya sedang begitu membutuhkan Garong untuk konsultasi. Ketika kucing itu berjalan santai melewati gerbang depan, Sahla bergegas menghampirinya.

"Rong!" panggilnya.

Niat Sahla memanggil adalah agar Garong tidak lari. Tapi kenyataan memang jarang sesuai harapan. Garong justru lari terbirit-birit. Sepertinya Garong sangat takut jika ekornya dibuat mainan lagi oleh Sahla.

Garong sudah berlari sekuat tenaga. Sayang seribu sayang, Sahla jauh lebih gesit. Gadis itu berhasil menangkap tubuh gembulnya. Garong kini menyesal. Harusnya ia tidak terlalu banyak makan dan lebih rajin olahraga--jalan-jalan keliling komplek maksudnya. Sehingga tidak kalah gesit dari manusia.

"Garong kupingnya kotor pasti, ya? Dipanggil-panggil nggak denger. Nanti biar Sahla curekin, deh!" Sahla menguyel-uyel pipi gembil Garong dengan pipinya sendiri. "Lembuuuuut!" seru Sahla.

Ia membawa Garong ke dalam rumah. Sahla mengambil ikan pindang dari dalam kulkas, memberikannya pada Garong. Selama kucing itu makan dengan lahap, Sahla menunggu dengan berjongkok di hadapannya, memulai sesi konsultasi.

"Rong, Sahla lagi galau."

Garong tidak menyahut. Terlalu asyik mengunyah sampai mengeluarkan suara eung-eung kecil yang imut.

"Ini soal janji Sahla sama Yayang, Rong. Kayaknya bener, Yayang nggak inget sama janji itu. Apalagi hari ini Yayang sama sekali nggak nyapa Sahla. Yayang cuek dan diem banget. Padahal kemarin-kemarin--sejak Sahla dan dia berinteraksi pertama kali setelah sekian lama--Yayang selalu ramah sama Sahla."

Sahla mengelus-elus kepala Garong. Kucing itu bergelayut manja, sembari mengeong kecil, meminta makan lagi karena ikan pindangnya sudah habis. Garong sudah lupa dengan niat dietnya.

Langkah kaki Pak Joe terhenti ketika akhirnya menemukan Sahla. Lelaki itu sempat terheran-heran karena lagi-lagi Sahla melakukan hal aneh. "Mbak Sahla!"

Gadis itu mengangkat kepalanya, menghadap pada lelaki menjulang berkumis tipis. "Kenapa, Pak Joe?"

"Saya pamit pulang."

Sahla menoleh pada jam dinding. Sudah sesore ini ternyata. Memang sudah waktunya Pak Joe pulang. "Oke, Pak Joe. Titi DJ, ya!"

Pak Joe memaksakan sebuah senyuman pada lelucon lawas yang dilontarkan Sahla. Bukan Titi DJ sang Diva, tapi Titi DJ yang merupakan akronim dari ucapan haTI-haTI Di Jalan. "Iya, Mbak. Uhm ..., Mbak Sahla ...."

"Kenapa lagi, Pak Joe?"

"Jangan suka ngomong sama kucing, nanti kebablasan!"

"Kebablasan gimana maksud Pak Joe?" Ekspresi kebingungan Sahla benar-benar natural, karena memang begitu adanya, tanpa dibuat-buat sama sekali.

Pak Joe memutar matanya bingung. Enaknya bicara terus terang dan to the point masalah kebablasan, atau ia diam seperti biasa saja? "Uhm ... kebablasan ... kebablasan begini maksudnya, Mbak!" Pak Joe meletakkan telunjuk di kening dalam posisi miring.

"Maksud Pak Joe?" Kali ini bukan ekspresi bingung, melainkan raut kesal yang kentara.

Gantian Pak Joe yang bingung. Entah ia harus bersyukur atau justru sebaliknya karena Sahla cepat mengerti. Tak apa jika Sahla marah. Tapi kalau sampai gadis ini menangis dan lapor pada Lintang ... hmh ... tidak apa-apa, sih. Pak Joe baru ingat bahwa Lintang tidak akan pernah memecatnya.

Sahla lanjut mencak-mencak. "Enak aja Pak Joe ngatain Sahla miring! Asal Pak Joe tahu aja. Kalo Sahla ngomong sama Garong, meskipun mungkin dia nggak ngerti, tapi seenggaknya dia jawab meong. Daripada ngomong sama Pak Joe. Kayak ngomong sama batu. Ada wujudnya, tapi nggak ada suaranya kalo nggak lagi dipukulin atau dilemparin!"

KEKI [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang