Tadinya Sahla sedang bermimpi berduaan dengan Ahyar, melakukan banyak quality time bersama. Sebelum teriakan melengking Lintang menghancurkan rentetan mimpi indahnya. Sahla seketika terbangun, terduduk, dengan kedua mata yang lengket--masih sulit untuk dibuka.
Untunglah Sahla tidak memiliki masalah jantung. Jika iya, bisa-bisa ia langsung lewat berkat ulah Bapaknya sendiri.
"SAYAAAAANG!" teriak Lintang lagi.
Sahla menggeleng tak percaya. Ya ... ya ... Sahla tahu benar ini hari apa. Tahu benar kenapa Lintang bisa heboh seperti ini. Bukan karena ketulalitannya yang sudah sembuh. Tapi karena Sahla sudah menunggu datangnya hari ini selama bertahun-tahun.
Hari ulangtahunnya. Ulangtahun ke-16 tepatnya. Hari di mana janjinya dengan Yayang akan ditepati.
Saat ini Lintang pasti heboh karena sudah tak sabar menunjukkan kejutannya untuk sang Putri tahun ini. Lintang memang rutin membuat kejutan yang berbeda-beda setiap tahun. Entah Sahla harus merasa beruntung atau justru sebaliknya. Beruntung karena selalu mendapat suprise. Atau justru sial karena ... kejutan dari Lintang selalu spektakuler.
Setelah berhasil membuka mata, Sahla membersihkan sisa iler yang mengering di pipi, juga kotoran di sekitar mata. Sahla turun dari ranjang dengan malas, ia tak ada keinginan untuk mengikat ulang rambutnya yang berantakan dan mencuat ke mana-mana.
"Selamat ulangtahun, Sayang!" sambut Lintang dengan intonasi dan mimik yang kelewat ceria. Jangan lupakan senyuman lelaki itu yang sungguh priceless. Mirip seperti Mbak dan Mas Kasir di minimarket, yang menyambut datangnya pelanggan dengan senyuman manis dan sapaan hangat.
"Maacih, Bapak!" gumam Sahla seraya berusaha tersenyum.
Lintang tanpa ragu memeluknya erat, memberi kecupan di pipi kanan, pipi kiri, kening, lalu di bibir. "Hmh ... baunya ... sedaaaaap!" kata Lintang setelahnya.
Sahla tanpa ragu mencubit pinggang sang Bapak. Siapa suruh cium-cium orang baru bangun tidur?
"Ayo, Sayang! Tumpeng spesial buatan Bapak udah jadi!" Lintang menarik putrinya menuju ke meja makan yang berada satu area dengan dapur. Sahla pasrah mengikuti Lintang.
Tumpeng yang disiapkan Lintang sudah siap di atas meja makan. Tumpeng itu diletakkan di tengah-tengah sebuah tampah berukuran sedang, dengan telur dadar dan juga suwiran ayam yang mengelilinginya.
Tumpeng buatan Lintang masih terbungkus cetakan kerucut stainless steel. Gadis itu benar-benar penasaran dengan apa gerangan yang tersembunyi di dalamnya. Ia yakin, kejutan dari Lintang berada di sana.
"Siap-siap, ya!" Lintang meletakkan kedua tangan pada cetakan kerucut. "Satu ... dua ... tiga ...!"
Sahla mengucap bismillah berkali-kali dalam hati. Bersiap melihat kejutan spektakuler dari Lintang tahun ini.
Kerucut mulai diangkat. Mulai terlihat nasi kuning. Masih normal. Lapisan di atasnya terlihat berwarna cokelat, panjang, dan keriting. Oh, itu mie goreng. Lapisan di atasnya nasi merah. Lapisan berikutnya mie goreng lagi. Nasi putih. Mie goreng. Nasi hijau. Mie goreng. Nasi biru. Mie goreng. Dan lapisan paling puncak ... nasi kuning lagi.
Lintang bertepuktangan, mengapresiasi tumpeng buatannya sendiri. Jangan ditanya bagaimana ekspresi Sahla saat ini. Ia benar-benar kehilangan kata-kata. Tahun lalu Lintang membuat kue tart yang terdiri dari lapisan nasi semacam ini, tapi dicetak dengan panci. Tahun kemarinnya lagi, Lintang membuat kue tart dari susunan biskuit susu dan choco pie. Lalu sekarang ....
"Voila ... Tumpeng Pelangi Warna-warni ala chef Lintang Arga Bachmid!" Lintang mempresentasikan karyanya dengan penuh kebanggaan.
"Pak, itu kok nasinya bisa warna-warni? Mirip anak ayam funky yang dijual di GOR?" Sahla benar-benar heran.
KAMU SEDANG MEMBACA
KEKI [Sudah Terbit]
Teen Fiction[Sudah Terbit] KEKI "Akulah orang yang tepat, kapan kamu nyadarnya?". _________________________ Tingkah Sahla memang seringkali absurd, tapi kali ini yang paling puncak. Ia bersikeras memakai helm sepanjang hari di sekolah. Alasannya...