40

1.6K 233 19
                                    

Karat bercampur garam —bau khas darah, tercium indera penciumannya.

Ia mencoba tenang dan tidak membuat suara apapun. Berdiam dalam persembunyiannya.

Bulu kuduknya sudah berdiri tegak, sejumlah ketakutan menjalari tubuhnya.

Dengan hati-hati, ia menggeser tubuhnya dan mengintip dari sebuah celah kecil.

“Dimana kau bersembunyi, bocah sialan.”

Suara itu menginterupsinya, jelas ia tak menginginkan kehadiran orang itu. Orang yang telah membuat hidupnya benar-benar hancur tak bersisa.

“Keluarlah, Sialan!”

Orang tersebut mulai marah, ia jelas ingin menyelesaikan segalanya. Menyelesaikan segala sesuatunya, yang mungkin akan merugikan dirinya jika tak diselesaikan.

PRANG

Orang tersebut menendang keras lemari kaca —yang berada paling dekat dengan dirinya, sebelum akhirnya melangkah pergi.

Pemuda yang sedari tadi bersembunyi, sekarang mulai keluar. Masih sama hati-hatinya.

Ia tahu orang itu akan menemukannya, segera.

Dengan sekali hentakan, ia menyambar hoodie dan ponselnya, lalu keluar melalui jendela kecil berkarat yang terletak di ujung ruangan.

••

Taehyung berdecak kesal.

Ia kembali menempelkan ponsel di daun telinganya dan saat itu juga terdengar suara operator yang kembali memberitahunya bahwa nomor yang ia tuju sedang tidak aktif.

Sekarang ia mencari nama lain dalam kontak —berharap bisa mendapat sedikit informasi.

“Halo?” ia buru-buru bersuara setelah bunyi tut panjang itu hilang.

Ah ne, yoboseyo?”

Ia terdiam sebentar, sekaligus lega.

“Jennie?” ia memastikan. Tentu saja ia lega bukan main karena suara gadis itu tiba-tiba muncul.

Ya aku disini. Amber sedang membeli sesuatu di minimarket. Jadi aku yang memegang ponselnya.”

“Baiklah, aku memang ingin bicara denganmu. Tidak ada urusan dengan Amber.”

Aku? Kenapa?” suara gadis itu terdengar sangat penasaran.

Sekarang Taehyung mengubah posisi ponselnya ke telinga lainnya, “Kau dimana? Aku harus menemuimu sekarang. Benar-benar ada hal mendesak yang harus aku bicarakan.”

••

Jadi, entah bagaimana persisnya, ia sekarang berada di depan gedung tua —yang terlihat sangat menyeramkan baginya.

Bersama dengan pemuda yang tampilannya tak kalah menyeramkan juga.

“Jadi sebenarnya —apa yang kau mau bicarakan padaku? Kenapa harus repot-repot menyeretku kesini?”

Pemuda itu tak langsung menjawabnya.

Gelagatnya mencurigakan, dan ia tak berhenti menjelajahi sekitar dengan mata tajamnya.

Jennie tak mau tahu apa yang sedang pemuda itu lakukan, hanya ingin segera beranjak dari gedung sialan ini.

Taehyung mendekatkan dirinya pada Jennie, lalu memegang bahu gadis itu dengan kedua tangannya.

“Ingat saat aku dipukuli waktu itu?”

Jennie mengangguk pelan, menatap Taehyung penuh kebingungan.

“Aku memberikanmu sesuatu sebelum ambulans tiba. Ingat?”

Tanpa menunggu jawaban gadis itu Taehyung kembali bertanya, “Dimana itu sekarang? Dimana kau menyimpannya?”

Sebenarnya otak Jennie tidak berjalan dengan baik saat ini. Ia kebingungan dan suasana disini membuatnya benar-benar takut.

Persetan dengan benda bodoh yang sedang Taehyung bicarakan. Ia bahkan tidak dapat mengingat jelas kejadian saat itu.

Mengurusi masalahnya sendiri saja sudah membuat kepalanya hampir pecah.

“Apa?”

Taehyung berdecak kesal dan mengalihkan pandangannya keluar jendela, “Kau menyebalkan.”

Suaranya pelan namun berhasil membuat Jennie memincingkan matanya menatap pemuda itu. Sekarang ia menghentakan kakinya kasar dan berniat keluar dari gedung tua sialan itu. Namun Taehyung segera menyadarinya dan menahan lengan Jennie cepat.

“Lepaskan! Aku ingin pergi dari tempat sialan ini.”

“Siapa yang bilang kau boleh pergi sekarang? Bahkan aku belum selesai bicara.”

“Mwo? Aish. Kau memang bajingan gila. Aku sudah tahu itu dari awal. Jadi apa lagi? Benda bodoh yang kau berikan padaku waktu itu? Aku sungguh tidak perduli. Sudah kubuang. Puas?”

Taehyung mengernyit, “Kau membuangnya?”

“Kalau iya kenapa?”

“Kau buang atau tidak?”

“Mengapa aku harus perduli dengan barang bodoh seperti itu?”

“Kutanya sekali lagi, kau membuangnya atau tidak?”

Wajah Taehyung semakin mengeras. Jennie jelas tidak mengerti dengan sikap pemuda di hadapannya.

“Aku membuangnya.”

YA!”

to be continued

ON AND ONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang