1.3 || Hujan

21.8K 1.8K 14
                                    

           

Nilo terdiam. Begitupun dengan Delvi. Mereka berdua sama-sama terdiam, berusaha menerka kalimat yang keluar dari mulut Delvi. Entah ada apa, Delvi mengatakan itu semua.

"Kenapa nanya gitu?" tanya Nilo pelan sembari menyentuh puncak kepala Delvi membuat Delvi mendongak lalu tersenyum tipis.

Ah, kalau Delvi sudah memberikan senyum seperti itu, Nilo menjadi tidak tega untuk memarahinya. Entah, rasanya melihat Delvi tersenyum itu adalah hal yang indah menurut Nilo. Nilo langsung mengusap puncak kepala Delvi lalu ia membenarkan letak kacamatanya itu.

"Kasih tau dulu, orang yang lo suka itu kayak gimana. Dia baik atau enggak, dia bisa ngejaga lo atau enggak. Karena gue enggak mau kalau sampe lo itu kenapa-kenapa. Apalagi Om Alfa udah kasi kepercayaan ke gue untuk jagain lo," jawab Nilo membuat Delvi menatapnya.

Kenapa Nilo itu selalu bisa membuat Delvi berpikir dua kali sebelum melakukan suatu hal? Sikap Nilo yang seperti ini. Yang protektif seperti ini, terkadang bisa membuat Delvi merasa sangat kesal. Tetapi, Delvi juga merasa sangat aman ketika ia bersama dengan Nilo.

"Enggak. Enggak ada. Cuma nanya aja, takutnya elo ga bolehin," kata Delvi dan Nilo sedikit terkekeh.

"Buat apa gue ga bolehin? Gue selalu bolehin, cuma, gue harus awasin dia. Supaya dia gak buat macem-macem sama lo," jawab Nilo membuat Delvi tersenyum lalu mengangguk tipis.

"Siap pak bos!" seru Delvi sembari memberikan hormat kepada Nilo yang langsung membuat Nilo tertawa melihat kelakuan Delvi yang menurutnya sangat menggemaskan.

"Udah ngantuk?" tanya Nilo yang membuat Delvi menggeleng.

"Kok enggak? Tadi katanya ngantuk, pingin tidur," sahut Nilo lalu Delvi menyengir.

"Gajadi. Gue masih nungguin hujan. Kayaknya seru deh kalau kita main hujan-hujanan gini," kata Delvi membuat Nilo mengernyitkan dahi.

"Hujan?"

Delvi mengangguk.

"Emang bakalan hujan? Langitnya juga enggak keliatan mendung, terus belum ada bunyi geledek gitu," sahut Nilo dan Delvi hanya bisa memutar bola matanya malas.

"Ceritanya gue lagi sok-sok an ngeramal gitu loh, feeling gue sih bakalan hujan malem ini. Kira-kira sampai tengah malem," kata Delvi seolah dia memang benar-benar ahli yang didukung oleh ekspresinya yang sangat meyakinkan.

Kalau orang-orang pintar yang mendengarnya, pasti akan langsung menggeleng dan tidak percaya. Beda dengan Nilo, ia mengangguk lalu ia memberikan senyuman termanisnya untuk Delvi. Sebenarnya, Nilo itu bukan kategori orang bodoh. Ia hanya masuk di kategori kurang mampu meresapi pelajaran. Udah itu aja.

"Iya, kita tungguin sampe hujan," sahut Nilo yang membuat Delvi mengangguk ceria.

Akhirnya mereka tetap duduk di teras rumah Delvi. Hingga akhirnya sudah hampir sepuluh menit membuat Delvi mendengus sebal dan langsung membuka ponselnya untuk mengecek waktu sekarang.

"Nil," panggil Delvi sembari bersandar malas di pundak Nilo.

"Kok hujannya enggak turun ya? Udah hampir jam sebelas dan belum ada hujan. Besok kan kita sekolah, Nil," kata Delvi yang membuat Nilo langsung mengusap kepalanya pelan.

"Tunggu aja lagi sebentar. Pasti hujannya turun kok," sahut Nilo seolah meyakinkan Delvi kalau memang malam ini akan turun hujan.

Delvi mengangguk pasrah.

Lima menit kemudian, suara gemuruh mulai terdengar membuat mereka berdua sama-sama mengangkat sudut bibirnya dan saling menatap satu sama lain.

Tidak salah kan kalau tadi Nilo mengangguk ketika Delvi menyebutkan bahwa malam ini akan turun hujan? Kenapa? Karena Nilo selalu percaya sama Delvi walaupun hal itu adalah lelucon bagi Delvi.

Hingga akhirnya, rintik-rintik hujan mulai membasahi tanaman-tanaman kecil di halam rumah Delvi dan Delvi langsung melompat riang.

"Nilo! Hujan!" seru Delvi sembari mengangkat kedua tangannya ke udara dengan volume suara yang cukup keras.

Nilo terkekeh. "Duduk, Vi. Nanti basah."

Delvi menggeleng. "Mendingan kita main hujan-hujanan."

Delvi langsung menerobos hujan itu dan mulai bergerak lincah di halamannya sembari ia mendongakkan kepalanya ke atas dengan matanya yang ia tutup supaya air hujan tidak membuat matanya perih.

Delvi yang belum merasa ada tanda-tanda Nilo untuk bermain hujan, langsung membuka mata dan menoleh ke arah Nilo yang masih duduk di teras.

Dengan gerakan cepat, Delvi langsung menarik tangan Nilo untuk bermain hujan bersamanya.

"Vi, udah malem, nanti lo sakit gimana?" tanya Nilo yang seolah memberikan perhatian kepada Delvi.

Delvi menggeleng di bawah air hujan itu. "Enggak bakalan!!" Delvi sedikit berteriak karena gemericik air hujan yang sangat deras.

Nilo langsung tersenyum dan ia mulai menarik tangan Delvi untuk mengikutinya menari di bawah hujan di malam itu.

"Delvi! Tangan gue jangan dilepas! Biar nanti kalau lo mau jatuh! Ada yang pegangin!" teriak Nilo yang hanya dibalas anggukan oleh Delvi.

Mereka berdua langsung bergerak lincah seolah hujan menjadi pengiring mereka untuk menari. Nilo masih memegang tangan Delvi yang terus saja menarik-nariknya untuk ikut menari bersama. Hingga akhirnya Nilo memegang pinggang Delvi lalu mengangkat tubuh Delvi dan ia langsung berputar, sementara Delvi sudah tertawa kencang.

"Terus Nil! Hebat Nil!" teriak Delvi sembari ia mengangkat tangannya ke udara lalu ia memeluk leher Nilo yang terasa dingin itu.

"Seneng Vi?" tanya Nilo dengan suara yang keras dan ia sudah menghentikan putarannya, namun Delvi masih tetap berada di dalam dekapan Nilo.

"Banget!" seru Delvi.

Nilo kembali tersenyum bahagia mendengar jawaban yang diucapkan gadis ini. Tidak sia-sia, kalau Aletha dan Alfa pergi ke luar kota. Itu membuat Nilo jadi bisa menghabiskan waktu lebih banyak bersama Delvi dan bisa lebih menjaga Delvi.

Nilo masih mengangkat tubuh Delvi yang sekarang sudah memeluk leher Nilo dengan erat.                    

Hujan. Hujan mengingatkan Nilo tentang perasaan itu. Perasaan dimana ia harus bisa melepaskan. Dimana ia harus siap untuk merasakan kehilangan. Dimana ia harus siap untuk ditinggalkan.

Dan lagi. Hujan mengingatkannya tentang rasa sakit itu. Rasa sakit ketika orang yang ia kagumi, harus pergi meninggalkan dirinya di tengah kesunyian dunia ini.

Tapi, hujan. Hujan yang membawanya menuju kebahagian baru. Kebahagian yang hanya bisa dengan Delvi ia dapatkan.

"Udahan ya?" tanya Nilo membuat Delvi langsung mengangguk lalu Delvi turun dari dekapan Nilo dan ia langsung berlari menuju teras diikuti Nilo di belakangnya.

Sebelum Nilo melangkah, ia melihat sebuah mobil yang sangat ia kenal melintasi rumah Delvi yang hanya bisa membuatnya tersenyum miris.

"Mandi ya? Gapapa deh udah malem, biar lo enggak sakit," kata Delvi yang membuat Nilo hanya bisa mengangguk.

Baru saja Delvi ingin melangkah masuk ke dalam rumah. Nilo langsung menariknya ke dalam pelukannya.

"Jangan tinggalin gue sendirian, Vi."

****

Hai hai....

Pasti bosen ya ngebaca kalimat Nilo yang itu-itu mulu. Ngeueheh.

Oya, mungkin untuk karakter, belum diperdalam ya. Mungkin masing-masing pemeran di sini juga belum terlalu dimunculin karakternya. Tapi sejauh ini Kei masih bersyukur karena Kei masih bisa nulis🙄☺️

Jangan lupa vote dan komentarnya ya....❤️

Salam sayang, Kei.

Behavior [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang