Delvi terdiam. Ia seolah masih menerka kalimat yang diucapkan Bara. Lagi. Hanya dengan satu kalimat dari mulut Bara, Delvi jadi terdiam sampai ia tidak sadar kalau sedari tadi di depan tangga yang tidak jauh dari ruang tamu, ada sesosok lelaki berkacamata sedang menunggu jawaban gadis itu.
"Gue lebih nyaman kayak gini," sahut Delvi membuat lelaki itu kembali menghela napas pelan. Selalu. Jawabannya selalu seperti itu.
Ia juga tidak mengerti kenapa jawabannya selalu sama setiap bulannya. Setiap satu bulan, pasti ada saja yang menanyakan pertanyaan seperti itu kepada Delvi. Entah itu teman sekolah atau saudaranya. Dan jawaban Delvi selalu seperti itu.
Dan akhirnya Nilo melangkah mendekati sofa dan duduk di samping Delvi.
"Chargernya mana?" tanya Delvi ketika ia melihat Nilo hanya datang dengan membawa ponsel di tangannya.
"Enggak jadi, mager bawa. Lagian colokannya jauh tuh di sana," sahut Nilo sembari menunjuk stop kontak yang berada tepat di sebelah rak buku.
"Oke siap," ujar Delvi sembari mengambil ponselnya dan tangannya langsung bergerak lincah untuk men-scroll instagram miliknya.
Nilo hanya dapat memandangi gadis di sebelahnya itu hanya dari samping saja. Hidung Delvi yang mancung, rambutnya yang lurus, alisnya yang terbentuk rapi. Selalu mengingatkan Nilo pada seseorang yang selalu membuatnya merasa bersalah sampai detik ini.
Nilo tidak mengerti. Kenapa ia sangat suka memandangi Delvi, entah itu dalam keadaan apapun. Pasti Nilo akan langsung menyungginggkan senyuman ketika melihat Delvi.
"Udahan dong liatin Delvinya, kita berdua jangan dikacangin gini," ucap Silvia tiba-tiba membuat Nilo mengalihkan pandangannya dan Delvi langsung menoleh sembari mengernyitkan dahi.
"Lo berdua juga pada main handphone, kan sama aja kalau gitu," sahut Nilo dan Delvi langsung mengangguk membenarkan perkataannya.
Bara dan Silvia secara bersamaan langsung meletakkan ponsel mereka di atas meja di depan mereka dan langsung mengangkat kedua tangannya seolah mereka sedang di sidak.
"Enggak, enggak. Bukan gue bukan. Handphone gue di atas meja tuh," elak Bara sembari ia menggelengkan kepalanya dan melambaikan tangannya dengan pelan.
Delvi menepuk jidatnya. Kenapa ia mempunyai sahabat yang bego-bego seperti ini?
"Kalian pulang aja deh mendingan. Udah malem," ucap Delvi yang seolah mengusir mereka dengan cara halus.
"Oke deh, kita berdua cabut ya ... Rugi banget kita ke sini serius, ah tapi gapapa. Yang penting dapet jajan gratis," kata Silvia dan mereka berdua langsung bangkit dan melangkah menuju pintu utama diikuti Delvi dan Nilo di belakangnya.
"Kita berdua balik! Daa...." Teriak Silvia sembari melambaikan tangannya dan sedetik kemudian motor Bara sudah meninggalkan perumahan rumah Delvi.
Sementara Delvi dan Nilo masih berdiri di teras sembari memastikan kalau motor Bara memang sudah pergi dari perumahan rumah Delvi. Baru saja Delvi hendak berbalik untuk kembali ke kamarnya. Nilo mencegahnya.
"Di sini aja dulu. Nyari angin. Sekalian liatin langit malem," ujar Nilo yang ditanggapi gelengan pelan oleh Delvi.
"Just for a minutes, please," kata Nilo yang akhirnya membuat Delvi mengangguk lalu mereka duduk di lantai teras dengan pandangan yang selalu menatap ke langit.
Langit saat itu sedang terang, tidak segelap biasanya. Hanya diterangi oleh sinar bintang dan bulan, mampu membuat langit terlihat lebih terang dari biasanya. Nilo melirik ke sampingnya sekilas. Lalu ia tersenyum ketika Delvi terlihat takjub dengan pemandangan langit malam ini.
"Bagus ya, Nil?" ucap Delvi sembari ia menoleh ke sampingnya dan ia bisa melihat kalau Nilo mengangguk.
"Jarang-jarang banget langitnya banyak bintang kayak gini. Biasanya cuma dikit," kata Delvi yang lagi-lagi hanya ditanggapi anggukan oleh Nilo.
Sudah hampir lima menit mereka duduk di teras dan Nilo belum mengeluarkan satu suara ataupun kalimat. Delvi merasa bosan, biasanya ada saja celotehan yang keluar dari mulut Nilo entah itu gombalan recehnya atau tentang milo.
Biasanya pasti ada saja yang dibicarakan Nilo. Dan sekarang, mungkin, Nilo kehabisan topik.
"Kenapa diem si?" tanya Delvi lalu Nilo menoleh dan ia langsung terkekeh kecil ketika melihat wajah Delvi yang nampaknya sudah kesal.
"Malah ketawa," ujar Delvi dan Nilo langsung mengusap rambut Delvi yang berwarna cokelat sedikit pirang itu.
"Lagi asik liatin langit, Vi. Abisnya bagus banget," sahut Nilo yang diangguki oleh Delvi.
Sekali lagi. Nilo menatap Delvi dari samping lalu ia tersenyum lagi.
"Masuk yuk?" ajak Delvi namun Nilo menggeleng. Ia belum ingin berhenti menatap langit malam itu.
Entah, rasanya kalau Nilo melihat langit. Selalu mengingatkannya kepada seseorang. Seseorang yang ia sendiri tidak tahu bagaimana keadaannya.
"Kenapa tumben banget si diem-diem gini? Biasanya kan, lo selalu nyerocos gitu aja," kata Delvi dan Nilo langsung menoleh.
"Jadi, kangen ya kalau gue diem aja?" goda Nilo membuat Delvi memutar bola matanya malas.
"Pede banget si. Salah banget kayaknya kalau gue ngomong kayak tadi ya? Nyesel ngomong gitu," sahut Delvi dan Nilo langsung menggerakkan tangannya untuk mengacak rambut Delvi yang lurus itu dan ia berhasil membuat Delvi menjadi terlihat lebih kesal.
"Abisnya, gue mulu yang ngomong. Capek kali, nih mulut juga perlu istirahat," kata Nilo sembari menunjuk bibirnya membuat Delvi menjauhkan sedikit tubuhnya dari Nilo sambil menutup hidungnya.
"Mulut lo bau," kata Delvi.
"Bercanda lo, gue sikat gigi bisa sampe tiga kali dalam sekali mandi, Vi. Jadi kayaknya enggak mungkin deh, kalau mulut gue bau," elak Nilo yang membuat Delvi membelalakkan matanya.
"Tiga kali? Jadi sehari, lo bisa sikat gigi sampe sepuluh kali?" NIlo mengangguk.
"Gila! Itu gigi enggak sakit ya? Lo kan kalau sikat gigi itu enggak bisa pelan-pelan. Pasti selalu rusuh," jawab Delvi dan Nilo langsung terkekeh kecil.
"Tawuran kali., yang rusuh," sahut Nilo membuat Delvi menoleh.
"Haha."
Nilo tertawa ketika mendengar reaksi gadis di sampingnya ini yang menurutnya sangat lucu sekali jika di rekam lalu dijadikan salah satu stiker untuk aplikasi yang berlogo hijau yang bertuliskan line.
"Garing banget si lo," ucap Delvi yang hanya bisa ditanggapi anggukan oleh Nilo.
"Biasanya receh. Sekarang garing, mau lo apaan si?"
Delvi mendelik tajam ke arahnya.
"Wih, santai bro santai," kata Nilo sambil terkekeh kecil. "Bercanda doang. Dan mata lo jangan kayak gitu, nanti gue congkel beneran," lanjutnya.
Delvi langsung menjauhkan wajahnya dari Nilo dan menutup matanya dengan menggunakan kedua tangannya. Entah, kalaupun perkataan Nilo itu memang bercanda, ia sangat takut membayangkan kalau seandainya, kedua matanya itu memang betulan di congkel oleh Nilo.
"Udah santai," sahut Delvi dengan wajah yang masih ditutupinya dengan kedua tangannya.
Lalu keadaan sempat hening beberapa saat sebelum akhirnya Nilo membuka obrolan.
"Tolong jangan pernah tinggalin gue, Vi."
****
Hai hai....
Maaf kalau ada typo. Ini belum ada sama sekali di baca ulang😂😂 masih suka cerita ini?
Menurut kalian gimana? Feelnya mau dapet ga? Semoga dapet ya😂
Jangan lupa vote dan komentarnya.....❤️❤️
Salam sayang, Kei.
KAMU SEDANG MEMBACA
Behavior [Completed]
Novela Juvenil-SEQUEL OF IMPRESSED- "Kalau suatu saat nanti orang yang lo suka ninggalin lo dan pergi dari hidup lo. Lo harus balik lagi ke gue ya, Vi? Jangan beralih ke orang lain." Dia, Danilo Pratama. Pentolan SMA Bakti Cahaya yang terkenal karena pecicilan...