"Jangan tinggalin gue sendirian, Vi."Delvi menenggelamkan wajahnya di dada bidang Nilo. Dan tangan Nilo bergerak lincah untuk mengusap rambut Delvi itu. Dan sedetik kemudian, Nilo merasakan kalau bajunya basah.
Dan benar saja, Nilo langsung melepaskan pelukannya dan memegang kedua bahu Delvi sembari menatap kedua mata Delvi yang sudah mengeluarkan cairan itu.
"Vi? Kenapa?" tanya Nilo pelan takut salah membuat Delvi menggeleng pelan dengan tangisnya yang belum berhenti.
"Delvi, kenapa?" Nilo berbicara dengan sangat lembut sembari tangan kanannya bergerak untuk mengusap rambut Delvi.
"Kenapa lo suka banget ngomong kayak gitu? Lo mau pergi kemana, Nil?" Nilo menghela napasnya pelan.
Mungkin belum saatnya.
"Gue enggak pergi. Gue di sini. Emangnya siapa yang bakal pergi si?" tanya Nilo membuat Delvi langsung menunjuk Nilo menggunakan jari telunjuknya.
"Enggak, Vi. Gue di sini. Nih liat, gue masih ada di depan lo," ucap Nilo sembari membuka lebar tangannya lalu sedikit memutar tubuhnya ke kanan dan kiri yang mampu membuat Delvi sedikit tersenyum.
"Jangan nangis lagi, gue masih di sini." Tangan Nilo langsung tergerak untuk mengusap cairan bening yang masih tersisa di daerah mata Delvi sementara Delvi hanya bisa mengangguk mengiyakan perkataan Nilo lalu mereka berdua kembali melangkah untuk masuk ke dalam rumah.
Semoga gue masih bisa, Vi.
——- Behavior ——-
"YA AMPUN NILO!" Nilo langsung mengerjapkan matanya ketika mendengar suara gadis yang cerewet itu.
Lalu Nilo sedikit menyandarkan dirinya ke kepala ranjang dan mengusap matanya yang terasa panas itu. Sebelum Nilo benar-benar membuka matanya, ia merasakan kalau ada tangan yang menyentuh dahinya.
"Nil, bangun!" seru Delvi dengan suara yang cukup besar membuat Nilo akhirnya benar-benar membuka matanya sempurna.
Nilo menyipitkan mata. "Iya, udah. Udah bangun."
Delvi langsung menyentuh dahi Nilo membuat Nilo langsung menjauhkan kepalanya ketika tangan Delvi terasa sangat dingin disaat menyentuh dahinya.
"Tangan lo dingin, Vi," ucap Nilo membuat Delvi langsung menyentuh kedua tangannya sendiri.
Delvi menggeleng pelan. "Enggak kok, tangan gue masih normal aja. Enggak terlalu dingin. Badan lo yang panas, Nil."
Nilo menggeleng pelan. "Enggak, tangan lo yang dingin."
Delvi menghembuskan napasnya pelan. Kenapa sulit sekali sih untuk bisa memberitahu Nilo? Kan memang benar kalau ia yang sakit. Tepatnya sakit demam. Bukan tangan Delvi yang dingin.
"Lo demam, Nil. Makanya, lo bisa bilang kalau tangan gue itu dingin," kata Delvi dan Nilo langsung menegakkan tubuhnya dengan penuh usaha karena memang ia sangat lemah.
"Enggak, gue ga boleh sakit. Kalau gue sakit, yang bakal jagain lo dari generasi micin itu siapa?" goda Nilo dengan suaranya yang sangat lemah membuat Delvi menggeleng pelan.
Bisa-bisanya ya, disaat seperti ini, Nilo memberikan gombalannya yang terlalu receh itu. Apakah Nilo tidak memikirkan bagaimana keadaan dirinya saat ini?
"Nil, lo lagi sakit. Enggak usah gombal-gombal dulu deh," ucap Delvi yang berhasil membuat sebuah lengkungan kecil muncul di bibir Nilo.
"Iya. Tapi, lo ga boleh sekolah. Ga boleh pergi dari rumah buat hari ini sebelum Om sama Tante mertua dateng," perintah Nilo yang membuat Delvi membulatkan matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Behavior [Completed]
Teen Fiction-SEQUEL OF IMPRESSED- "Kalau suatu saat nanti orang yang lo suka ninggalin lo dan pergi dari hidup lo. Lo harus balik lagi ke gue ya, Vi? Jangan beralih ke orang lain." Dia, Danilo Pratama. Pentolan SMA Bakti Cahaya yang terkenal karena pecicilan...