2.6 || Malaikat

18.4K 1.4K 55
                                    

"Juna, aku butuh kamu. Aku butuh kamu, Juna." Delvi memejamkan matanya ketika air hujan mulai menetes membasahi rambutnya yang berwarna cokelat sedikit pirang itu.

"Saya di sini," suara itu membuat Delvi menoleh lalu ia langsung berdiri dan memeluk pinggang sang pemilik suara yang ia yakini itu adalah, malaikat pelindungnya.

Tetes hujan itu membasahi payung yang dipegang oleh Juna. Tangan Juna tergerak untuk mengusap rambut Delvi, rambut gadis yang akhir-akhir ini selalu menemaninya menjalani hari-hari.

"Delvi, kita cari tempat untuk berteduh dulu, ya?" tanya Juna yang tidak dihiraukan oleh Delvi. Delvi masih memilih untuk mengeluarkan semua kesedihannya itu di baju yang dipakai Juna. Juna hanya bisa menenangkannya dengan mengusap kepala dan punggung gadis itu.

"Juna, aku ga mau dia berubah. Aku ga mau kalau dia kayak gitu," ujar Delvi yang membuat Juna mengangguk pelan lalu ia meletakkan payungnya di kursi panjang yang ada di halte itu lalu ia melonggarkan pelukan Delvi.

Juna melepas hoodie yang dipakainya dan ia langsung memakaikannya dengan pelan ke tubuh Delvi. "Biar kamu ga kedinginan."

Delvi masih tidak menghiraukannya, setelah Juna selesai memaikkan hoodienya itu, Delvi langsung menubruk dada bidang Juna dan memeluk pinggangnya dengan sangat erat seolah dia memang sangat membutuhkan Juna.

"Juna, apa aku salah? Apa aku salah kalau aku ga suka ngeliat Nilo lebih perhatian sama Alina? Apa aku salah?" tanya Delvi masih dengan isakannya lalu Juna mengusap kepala Delvi dengan pelan.

"Enggak, kamu ga salah. Semua ini adalah takdir. Dan kita juga ga bisa salahin takdir. Dan mungkin takdirnya untuk sekarang, ya gini. Tapi kita enggak tau, mungkin aja takdir kita berubah ke depannya. Semua sudah ada yang atur, kita tinggal jalanin skenario yang sudah dibuat-Nya."

Delvi yang awalnya masih sesenggukan, dengan perlahan ia menghentikan isakannya itu. Lalu ia melonggarkan pelukannya dan menatap Juna yang juga menatapnya itu.

Hujan masih membasahi jalanan di sekitaran halte, entah, mungkin juga di sekitar Jakarta.

Tapi, itu sama sekali tidak menghalangi Delvi untuk menumpahkan segala kesedihannya di pelukan Juna. Pelukan orang yang sudah tiga hari lebih selalu ada untuknya di saat ia memang benar-benar membutuhkan.

"Kamu bener. Ini takdir, kita ga bisa salahin takdir. Iya, kamu bener, Juna."

Delvi masih memeluk pinggang Juna lalu dengan perlahan, Juna mengusap sisa-sisa cairan yang ada di wajah Delvi itu. Juna yang seolah ingin membuat senyuman di bibir Delvi, langsung menarik pelan kedua pipinya itu.

Delvi memukul tangan Juna dengan pelan untuk bisa melepaskan cubitannya itu. "Juna, sakit!"

Juna melepaskan tangannya itu dari pipi Delvi dan ia langsung tersenyum. "Ketawanya, mana?"

Delvi mengerutkan dahinya lalu ia terkekeh pelan. "Udah, barusan ketawa."

Juna lagi-lagi mengusap kepala Delvi dengan pelan untuk menenangkannya. Lalu ia mengambil tangan kiri Delvi dan ia menggenggamnya erat, lalu Juna berjalan ke sebuah pertokoan kecil, yang di depannya itu terdapat beberapa kursi dan meja.

Tidak peduli kalau sekarang hujan, mereka tidak menggunakan payung. Hanya saja, Delvi disuruh memakai pelindung kepala semacam topi yang sudah ada di hoodienya.

"Coba ceritain, kenapa kamu tiba-tiba kayak gini," ucap Juna setelah mereka duduk membuat Delvi menautkan kedua alisnya.

"Loh? Dari tadi kamu kasih aku nasihat, tapi kamu sendiri belum tau, aku kenapa?"

Juna menggeleng dengan pelan yang membuat Delvi menepuk jidatnya.

"Kenapa kamu mirip banget sih," ujar Delvi sambil tersenyum membuat Juna juga ikut tersenyum.

"Mirip siapa?" tanya Juna dengan pelan dan dengan perlahan, Delvi kembali menghilangkan senyuman yang ada di bibirnya itu lalu ia menundukkan kepalanya.

"Mirip, Nilo."

Juna menghembuskan napasnya lalu ia mengangkat dagu Delvi dengan pelan. "Kenapa diingat lagi?"

Delvi mengangkat kepalanya lalu setetes cairan bening, meluncur bebas di pipinya. "Susah, Juna. Kamu pikir, ngelupain orang yang selama ini selalu ada buat kita, segampang itu?"

"Enggak, Juna. Itu susah."

"Iya, saya tau. Tapi kamu ga boleh terus-terusan sedih karena inget dia," sahut Juna yang membuat Delvi mengangguk dengan pelan.

"Jangan nangis. Nanti saya bosen hilangin air mata kamu," kata Juna sembari mengusap cairan bening di wajah Delvi itu membuat Delvi tersenyum tipis.

"Mau pulang sekarang?" tanya Juna sembari menyentuh tangan kanan Delvi yang membuat Delvi mendongakkan kepalanya lalu ia mengangguk tipis.

"Yaudah, ayo!" seru Juna dan ia berdiri lalu menarik tangan Delvi pelan dan mereka berdua berlari di bawah hujan malam ini di Kota Jakarta.

Payung yang tadi di bawanya, di biarkan tergeletak di kursi halte. Mereka berlarian menuju mobil yang dibawa Juna, yang tidak jauh dari tempat mereka berteduh.



—— Behavior ——



"Perlu saya antar sampai dalam?" tanya Juna ketika mereka berdua sudah sampai di depan rumah Delvi.

Delvi yang masih membuka seatbelt itu, tidak menghiraukan perkataan Juna.

Seolah perlu bantuan, Juna mencondongkan badannya dan ia memutar sedikit badannya untuk berhadapan langsung dengan Delvi, lalu Juna mengambil seatbelt itu yang sedang berusaha dibuka oleh Delvi.

Detak jantung Delvi saat itu, mendadak terhenti. Ia bisa menghirup jelas bau maskulin tubuh Juna. Ah, Juna memang tipe pria idaman sekali.

"Sudah," ucap Juna ketika seatbeltnya sudah terbuka lalu ia menjauhkan badannya dari hadapan Delvi.

"Terimakasih," sahut Delvi lalu ia segera turun dari mobil dan berlarian masuk ke dalam rumah. Ia langsung merogoh sakunya untuk mengambil ponselnya itu untuk memberikan pesan kepada Juna.

Delvi : Juna, hati-hati ya.

Setelah mengirimkan pesan itu, Delvi mematikan ponselnya dan kembali menaruhnya di sakunya. Baru saja ia hendak melangkah, suara seseorang membuatnya berbalik dan ia melihat jelas kalau orang yang di depannya saat ini terlihat kalut.

"Lo baik-baik aja, kan? Maafin gue, yang udah ninggalin lo sendirian, tadi."

***

Hai.....

Balik lagi sama cerita alay ini. Wkwk, di part kemarin tumben banget sepi, wkwk. Masih ada yang nunggu cerita ini? Aku harap masih....😂

Jangan lupa di vote dan komentar ya....❤️❤️

Setelah melakukan pencarian, Kei memutuskan untuk memilih dia👆🏻 jadi pemeran Junario Abraham

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Setelah melakukan pencarian, Kei memutuskan untuk memilih dia👆🏻 jadi pemeran Junario Abraham.

Ini hanya bayangan Kei, kalian bisa bayangin orang lain kok.

Salam sayang, Kei.

Behavior [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang