"Masih lama ga? Kamu betah banget sih muter-muterin rak ini," gerutu Delvi kesal karena sejak sepuluh menit yang lalu, Nilo berjalan mengitari rak tempat minuman disusun. Padahal lebarnya hanya segitu-segitu saja. Tidak ada bedanya."Tunggu bentar lagi! Masih ada yang harus gue cari!" sahut Nilo membuat Delvi mendengus sebal. Apa, sih yang harus dicari? Rak ini itu tidak besar juga, dan isi minumannya juga hanya itu-itu saja. Tidak ada spesialnya.
"Pulang sekarang atau aku minta Juna buat jemput?" tanya Delvi yang membuat Nilo mengangkat satu bahunya tanda tidak tau.
Delvi lagi-lagi menghembuskan napas. Apa juga gunanya memberi tau seperti itu? Nilo juga tidak akan cemburu. Karena ia sudah memiliki Alina.
Iya, Alina. Si gadis misterius yang tiba-tiba saja datang ke SMA Bakti Cahaya yang juga tiba-tiba menjadi pacar Nilo.
Memang sih, Alina itu bukan orang ketiga. Karena Delvi dan Nilo tidak berpacaran, jadinya ia tidak bisa berkata bahwa Alina adalah orang ketiga. Ya intinya begitu.
Delvi langsung merogoh sakunya dan mengeluarkan ponselnya. Baru saja ia akan menekan nomor telepon Juna, Nilo langsung menoleh dan mengambil ponsel Delvi lalu dimasukkannya ke dalam kantong jaketnya.
"Kenapa dimasukkin? Siniin! Mau telepon Juna! Minta tolong jemput!" seru Delvi yang membuat beberapa orang di supermarket itu menoleh. Namun, Nilo hanya bisa menggeleng pelan.
"Kita lagi berdua gini, lo malah mau pulang. Minta tolong sama Juna, lagi! Udahlah, tunggu lagi bentar aja!" seru Nilo tak kalah kencangnya dengan Delvi.
Raut wajah Nilo menjadi kesal. Beberapa saat kemudian, Delvi tersenyum penuh arti. Sahabatnya ini masih seperti yang dulu, yang sangat tidak suka kalau Delvi terlalu dekat dengan lelaki.
Delvi menggeleng pelan, menepis semua pemikirannya itu. Itu hanya angan-angannya saja. Tidak ada yang benar dari pikiran itu. Lagipula, Nilo sudah punya pacar. Sudah punya Alina, untuk apa Nilo cemburu kalau seandainya Delvi dijemput oleh Juna?
Tidak ada gunanya, bukan?
"Ayo! Cepetan!" kata Nilo yang membuat Delvi jadi sadar dari lamunannya itu. Delvi berjalan di belakang Nilo menuju kasir. Lalu Delvi akan menunggu di pembatas antara kasir satu dengan kasir yang lainnya. Seperti kebiasaannya dulu, jika mereka pergi bersama.
"Udah?" tanya Delvi dan Nilo langsung mengangguk, lalu Nilo mengambil plastik belanjaannya dan langsung merangkul bahu Delvi. Membuat Delvi menjadi ambigu, membuatnya seolah tidak bisa bernapas.
Nilo langsung mengajak Delvi berjalan mendekati motornya.
"Nilo, tangannya," protes Delvi membuat Nilo menoleh lalu menggeleng pelan. "We're friend, right?"
Delvi diam. Memang benar mereka teman, bahkan mereka itu sahabat kecil yang sampai sekarang belum bisa dipisahkan. Tapi posisinya sekarang, Nilo sudah memiliki pacar, jadi dia harus bisa mengurangi sikap romantis ataupun posesifnya itu kepada Delvi.
Tujuannya untuk tidak membuat Alina cemburu.
"Tapi, kamu kan su—"
"Iya, gue udah punya Alina. Terus kenapa? Bukan menghalangi kita untuk tetep kayak dulu, kan?"
"Tapi, kamu harus ja—"
"Iya, gue tau, gue harus jaga perasaan dia sebagai pacar gue. Tapi itu bukan masalah kan? Persahabatan itu ga bakal rusak dengan ada atau tidaknya orang ketiga, yang penting, kita sama-sama pertahanin persahabatan itu."
Delvi menundukkan kepalanya, lalu setetes cairan bening keluar dari kedua bola mata Delvi, tiba-tiba saja cairan itu keluar tanpa Delvi persilakan.
Delvi bukannya melarang Nilo untuk dekat dengannya, bukan, bukan sama sekali. Ia hanya tidak ingin kalau nantinya ia akan susah melupakan kebisaannya sehari-hari dengan Nilo. Ia hanya takut kalau nantinya ia akan bergantung pada Nilo.
Ia hanya takut semua itu terjadi.
Nilo mengangkat dagu Delvi lalu mengusap cairan yang ada di wajah Delvi itu menggunakan jari-jari tangannya. "Kenapa? Lo ga suka kalau misalnya gue pacaran sama Alina? Dia orang baik, Vi."
Delvi menggeleng pelan, lalu berusaha menurunkan tangan Nilo dari wajahnya itu. "Enggak. Aku seneng kalau kamu juga bahagia, tapi, aku cuma ga mau kalau nantinya aku,"
Delvi menjeda kalimatnya lalu cairan bening itu keluar semakin deras untuk sesaat. "Lo kenapa, hm?" tanya Nilo lagi.
"Enggak, gapapa. Aku mau pulang," kata Delvi seperti mengalihkan pembicaraan dengan Nilo.
Nilo yang hanya bisa pasrah, akhirnya mengangguk pelan lalu sekali lagi, ia mengusap cairan bening yang masih keluar dari kedua bola mata Delvi itu.
Delvi naik ke motor Nilo dan berpegangan pada jaket Nilo itu, sementara Nilo, wajahnya terlihat sangat berbeda dari biasanya. Ia seperti terlihat menggertakkan giginya, dan wajahnya yang seperti ingin mengatakan sesuatu.
Delvi masih dengan cairan itu sedang merenung di belakang Nilo. Memikirkan bagaimana nasib persahabatannya dengan Nilo itu untuk saat ini.
Sampai di lampu merah, Nilo menepikan motornya lalu mematikan motornya itu karena sakunya bergetar menandakan ada yang menelponnya.
Nilo merogoh sakunya lalu ia mengangkat nomor si penelepon itu. "Oh, iya, aku ke sana. Tunggu sebentar."
Delvi bisa menebak kalau itu, Alina.
"Vi, gue harus jemput Alina di pasar. Ibu udah duluan pergi katanya. Lo pulang sendiri, ya?" kata Nilo yang membuat Delvi tersenyum nanar lalu mengangguk dengan pelan.
Setelah itu, Delvi berjalan mendekati halte dan karena kebetulan lampu sudah hijau, Nilo langsung menjalankan motornya itu.
Setetes cairan bening itu lagi-lagi keluar dari kedua bola mata Delvi. Ini yang disebut persahabatan? Tega meninggalkan sahabatnya sendiri di malam hari di tepi jalan raya seperti ini? Iya?
Semua kalimat itu sedang diucapkan Delvi di dalam pikirannya.
"Nilo, aku ga tau kenapa sekarang kamu berubah. Sama sekali enggak tau. Kamu seperti bukan Nilo yang dulu, bukan Nilo yang selalu bisa bikin aku senyum di dalem hati, bukan Nilo yang selalu bisa bikin aku kesel."
"Tuhan. Kembalikan Nilo yang dulu. Kembalikan dirinya yang dulu. Sebelum ada Alina."
Delvi sedang berusaha untuk menenangkan dirinya itu. Ia langsung merogoh sakunya dan menekan ia langsung menekan nomor yang sangat ia perlukan.
"Halo? Juna? Kamu dimana? Aku perlu kamu."
***
Hai hai......
Yipii, part 25 udah ada yak. Ga kerasa bentar lagi part 30, cihuyyy. Jangan neror Kei lagi, oke? Maafin loh udah buat kalian kesel gitu😂
Jangan lupa vote dan komentarnya....❤️
Salam sayang, Kei.
KAMU SEDANG MEMBACA
Behavior [Completed]
Teen Fiction-SEQUEL OF IMPRESSED- "Kalau suatu saat nanti orang yang lo suka ninggalin lo dan pergi dari hidup lo. Lo harus balik lagi ke gue ya, Vi? Jangan beralih ke orang lain." Dia, Danilo Pratama. Pentolan SMA Bakti Cahaya yang terkenal karena pecicilan...