1

112 8 0
                                    

Rein tidak percaya dengan apa yang  baru saja di alaminya.

Walau telah mengedipkan mata beratus kali, mencubiti tangan nya, menendang kaki sampai menarik narik rambut Mayang, tetap saja ia tidak percaya dengan apa yang telah di alaminya beberapa menit lalu. Ia berdiri mematung di samping Mayang dengan raut wajah alakadarnya membiarkan tali sneakers kesayangan nya menjulur malas tak beraturan.  

Bagi Rein, sneakers adalah teman yang paling setia, yang selalu menemaninya kemana pun ia melangkah.  Rein  sangat mencintai sneakers birunya, walaupun sepatu yang berbahan kanvas dan bersol karet itu bukan lah merk terkenal atau asli imporan dari negeri paman Sam sana.

Rein memakai produk Indonesia, bukan karena  ia terhipnotis dengan  acara Apresiasi Film Indonesia di TVRI yang  jinglenya dinyanyikan oleh Bimbo, dan berbunyi," Aku cinta, anda cinta, semua cinta  buatan Indonesia", bukan. Tapi karena keadaanlah yang telah menggiringnya untuk "jatuh cinta" kepada produk-produk negeri sendiri yang ternyata keren juga.

Ia masih ingat benar ketika Ibunya memperlihatkan sebuah majalah jadul yang di dalamnya terpampang foto James Dean tengah memakai sneakers yang membuat matanya berhenti berkedip sejenak. Dari pandangan mata tanpa berkedip itulah,  ia langsung jatuh hati dengan bentuk dan warna sepatu yang pertama kali di produksi  oleh perusahaan bernama Goodyear, yang berdiri  62 tahun setelah berakhirnya perang Diponegoro.

Dulu ia kerap membayangkan, kakinya pasti akan terlihat keren apabila  memakai sneakers bermerk Converse All Star yang di populerkan oleh pemain basket Chuck Taylor itu.  Sepatu yang katanya semakin buluk semakin enak dipakai itu telah beberapa kali mampir di dalam mimpinya, entah sebagai peran utama atau hanya sebagai figuran.  Dari beberapa episode mimpi itu akhirnya Rein berencana untuk mengumpulkan uang demi membeli sepatu yang harganya berkali lipat dari uang transportnya selama satu bulan itu. Tapi apa daya, rencana tinggallah rencana,  ternyata ia lebih suka membelanjakan uang yang di kumpulkannya dengan keringat dan air mata  itu untuk membeli album album dari band kesukaannya.  Akhirnya uang itu pun sedikit demi sedikit menguap berganti dengan deretan kaset berpita yang kerap ia kagumi sendiri keberadaannya.

Dan kini Rein merasa sedang ber dejavu.

"Damn, I think I've been through this." Gumamnya.

"Ehmmmm."  Mayang berdehem sambil menendangi  kerikil di jalanan kampus yang telah terurai dari aspalnya. Pemberian aspal yang hemat membuat jalanan kampus gerbang belakang ini mudah terkoyak, meninggalkan lubang-lubang mengangga kasat mata.  Mungkin kontraktor proyek jalan kampus bagian belakang itu memeluk motto "hemat pangkal kaya".  Dan demi mempertebal keimanan akan mottonya tersebut, mereka mengamalkannya dengan sangat bersungguh-sungguh.

Rein masih merasa aneh, baru saja ia bertatapan dengan sepasang mata coklat yang teduh seakan ia sedang berdejavu, ia merasa pernah melalui peristiwa itu, tapi dimana dan kapan?

Tak lama Rein pun terbangun dari dejavunya, menoleh kebelakang untuk memandangi sosok yang  semakin menjauh.

"Kamu kenapa, kesambet?"  Mayang memperbaiki posisi  jam tangan Baby G warna biru nya yang sedikit tidak presisi di pergelangan tangan kirinya.  Mayang adalah pengkoleksi jam tangan akut, hampir setiap hari ia menggunakan jam tangan yang berbeda-beda.  Kadang Rein di buat pusing dengan tingkahnya yang memamerkan jam dengan berbagai varian gaya dan merk itu.

"Ah hanya sedikit berdejavu." Rein menunjuk sosok yang berjalan menjauh di belakang mereka.

"Dejavu?" Mayang mengerutkan keningnya.

"Iya, sepertinya aku pernah melewati peristiwa tadi sebelumnya, bertemu dia."

"Di mimpi maksudnya?" tanya Mayang penuh selidik.

"Ya gak tahu juga, entah di mimpi, di masa laluku, atau di dimensi  lain di dunia pararelku."

"Aih ribet, anak tadi?"  Mayang menengokkan kepalanya ke belakang.

"Yap, kenapa? Kenal?" Rein mendadak menjadi sangat penasaran.

"Dia kan satu kosan sama aku." kata Mayang tak acuh sambil merogoh bakwan jagung hangatnya dari kantung kertas yang kini telah dipenuhi bercak minyak.

"Kenal? Kok gak hai hai hei hei sih?" protes Rein.

"Aku gak kenal, maksudnya belum kenal, cuma kemarin aku lihat dia di kosan. Kamarnya gak jauh kok dari kamar ku, aku kan baru pindah kos dua hari ini, lupa?"

"Oh iya. Ya sudahlah, lagian gak penting juga."  Rein berjongkok merapikan tali sneakersnya, sementara matanya masih mencari sosok yang telah menghilang entah kemana.

****

Tbc

Janji Cinta Kala SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang