27

7 3 0
                                    


Kendaraan yang di pinjam Shia dari orangtuanya berjalan lambat, lampu-lampu jalanan menyorot dengan suram. Di balik kemudi, Shia sesekali melirik Rein, senyum menghiasi wajahnya. Hanya membutuhkan waktu 15 menit perjalanan untuk sampai ke lokasi tempat perhelatan pernikahan Tantri dari tempat kos Lea. Suasana gedung serba guna itu tidak terlalu ramai, wajah-wajah familiar mulai terlihat satu-persatu.

Shia menggengam erat tangan Rein, seakan enggan untuk melepaskannya, ia memasuki pintu gedung yang berada di bilangan Cipaganti itu dengan langkah  lebar. Rein berjalan lambat dengan menundukkan kepalanya, ia merasa tidak nyaman dengan penampilannya saat ini. Shia menarik tangan Rein sambil tersenyum kecil, menyapa orang-orang yang di lewatinya.

Mereka lalu disambut dengan alunan musik pop yang mendayu dari band yang berada di stage rendah di depan mereka. Semerbak bunga sedap malam menyapa hidung Rein, bercampur dengan berbagai macam wangi parfum yang berkelebat tanpa henti. Terlihat kedua mempelai tengah duduk santai di temani keempat orang tua mereka.  Sang mempelai pria yang bernama Aldo lalu memeluk Shia hangat.  Aldo  adalah teman satu kampus mereka juga, tapi Rein tidak mengenalnya.

"Eh kenalin, temen, Rein."  Shia menyodorkan tangan Rein kepada Aldo.

"Pacar ah." Tantri tersenyum.  Shia tertawa.

"Iya, pacar." Shia menarik tangan Rein yang sedang sibuk merapikan roknya dan menyodorkannya kepada Aldo.  Rein menyalami Aldo dan Tantri dengan gerak gerik yang aneh di mata Shia.  Tantri mencubit pipi Rein dengan kedua tangannya, memeluknya dan mencium pipinya.

Setelah bercakap cakap sebentar dengan kedua mempelai dan keluargannya, kini Rein dan Shia  duduk di kursi pojokan untuk menikmati hidangan yang di sajikan.

"Aku suka kamu dandan kayak gini." Shia tersenyum, Rein diam, melepaskan bandonya perlahan.

"Aku gak suka."

"Kamu itu perempuan ya gini dong harusnya. Kenapa sih kamu kayaknya bete banget, gak suka aku ajak kesini?" selidik Shia.

"Ah enggak, kamu aja salah lihat." Rein mengaduk chicken soup nya pelan.

Beberapa orang berseliweran di depan mereka, menyapa Shia dan tersenyum kepada Rein.  Rein melayangkan pandangannya,  lalu berkelebat lah sesosok berkemeja  dan jeans hitam berjalan santai dengan seorang gadis yang berdandan ala foto model majalah remaja, ah Jed dan Ratri.

Tiba tiba Rein merasa bosan, ia merasa sepi dalam keramaian. Shia baru saja beranjak meninggalkannya untuk berbincang dengan teman-temannya. Lalu ia pun memutuskan untuk menghampiri stand yang menyediakan berbagai makanan kecil.

"Sejak kapan jadi perempuan?" tanya Jimmy ketika mereka bertemu di sebuah meja besar berisi buah buahan segar yang telah di potong berbentuk dadu dan di sajikan dalam mangkuk yang terbuat dari bongkahan es batu.

"Sejak kamu mengajukan pertanyaan itu."

"Kamu tuh keliatan beda banget." Jimmy mengerling kepada Rein.

"Ah gak ada yang beda, genr-nya masih sama."

"Genre-nya sama tapi ada sedikit improvisasi yah."

Rein tersenyum. "Aku kesana dulu ya Jim."

"Disini aja kali, di sana juga kamu di cuekin sama Shia." Kalimat Jimmy terdengar tajam di telinganya.

Rein tersenyum simpul dalam hati benar juga apa yang di katakan Jimmy, tapi bila ia tetap di sini Shia pasti bakal bertanya ini itu dan ujung-ujungnya bisa ditebak.

"Takut di nyinyirin ya, dia sekarang  ini memang galak banget. Ya oke deh aku juga mau makan, sengaja tadi ngosongin perut dulu." Jimmy mengelus perutnya yang berlapiskan kemeja hawaii biru.

Janji Cinta Kala SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang