17

6 2 0
                                    

Suasana kampus sepi,  kelas siang tengah berada di dalam ruangan kuliahnya masing masing. Rein berjalan tergesa melintasi gedung tehnik menuju ke asrama kampus untuk mengembalikan kalkulator fx-3600 milik Taka yang ia pinjam. Diantara langkah cepatnya, tiba-tiba terdengar namanya di panggil  oleh seseorang.

“Rein, Shia tabrakan.” Indra berteriak sambil berlari tergopoh-gopoh.

“Dimana?” Rein terkejut.

“Tadi, di depan situ, di tikungan. Pakai motor aku lagi.” Indra mengeluh.

“Terus sekarang dia dimana?”

“Di mana ya tadi kata si Jimmy, mmmh di  puskesmas, iya di puskesmas.” Indra melambaikan tangannya tak tentu arah.

“Kok bisa Ndra?”

“Ya bisa lah, dia tadi pinjam motor aku, katanya mau fotokopi ke depan.”

“Maksudnya kok bisa tabrakan.”

“Kebut kebutan kali, orang pinjemnya nya sambil marah-marah.”

“Haduh parah gak ya Ndra.” Ada nada khawatir dalam suara gadis yang membiarkan rambutnya teracak oleh angin.

“Motor aku  parah, Shia mah katanya gak apa apa, cuma sobek di pipi sama kakinya, bentaran juga pulang, tapi motor aku pasti nginep di bengkel.”

“Oh, syukurlah.”

“Kamu nyukurin  motor aku?” tuduh Indra sambil membelalakan matanya.

“Ih, salah tafsir, syukurlah kalo Shia gak kenapa-kenapa.”

“Iya syukurlah, soalnya ini semua gara-gara kamu.”

“Loh kok bawa-bawa nama baik ku?” Rein sewot.

“Iya, kalo Shia gak berantem sama kamu sebelumnya, motor ku pasti sedang nongkrong manis di parkiran.”

Rein mengerutkan dahinya. “Gosip darimana aku berantem sama Shia?”

“Ini bukan gosip tapi pakta.”  Indra berkata dengan wajah yang di sadis sadiskan, logat sundanya menyeruak seketika.

Pakta Pertahanan Atlantik?

“Sebelum pinjem motor, dia curhat ke aku, ngomongin kamu, katanya pusing ngadepin kamu, gak bisa di kasih tahu.”

“Hah, dia cerita gitu ke kamu ? kapasitas kamu sebagai apa coba sampai dia ngomong gitu ke kamu.”

“Pull kapasitas sebagai temen seperjuangan yang sering di pinjemin motor.” Jawab Indra mantap.

Full Capacity?

Rein mendesah.  Lalu pergi meninggalkan Indra.

“Rein, kamu gak nengok dia?” Indra kembali berteriak nyaring.

“Dia kan lagi marah sama aku. Aku gak mau motor kamu makin penyok di tendangin sama dia.”

“Tapi kan motor aku ada di bengkel yee.” Indra membela diri.

“Kata siapa? Memangnya kamu tahu siapa yang bawa motor kamu ke bengkel? Bisa aja masih di dekat Shia.”  Indra selalu membuat Rein tergelitik untuk menjahilinya, bahkan di suasana genting seperti ini.

“Iya bener banget. Ya udah, off you go sana, aku sampein salam kamu ke dia ya.”

Off you go? Cakep banget kata katanya.

Rein menahan senyumnya. “Aku gak titip salam.”

“Eh iya-ya.” Indra tergelak.

Tiba tiba Rein berubah pikiran. “Eh Ndra, tolong bilangin, besok aku ke tempat dia.”

“Siap Komandan.” Indra berseru sambil memberi hormat kepada gadis yang wajahnya terlihat kusut masai itu.

***

Janji Cinta Kala SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang