2

107 5 0
                                    

Hari ini adalah hari selasa yang menyenangkan bagi Rein, semangatnya  berkobar  bak semangat striker Bandung Raya, Peri Sandria dengan rekan tandemannya, Dejan Glusevic yang berhasil menjebol gawang PSM Ujung Pandang dengan gemilang.   Rein merasa sangat puas, ia memandangi sebuah huruf A besar bertinta merah di lembar kertas ujian Hukum Dagangnya.

"Ehm, yang lagi hepi dapet A." Mayang menyenggol bahu Rein dengan bahunya yang bidangnya hanya setai kukunya bahu para pemain football NFL Amerika.

"Iya dong, kesel deh sama si Ibu, masa aku di tuduh nggak pernah merhatiin dia-lah, di tuduh tidur-lah, di tuduh ngobrol-lah dan yang paling gak banget, di tuduh cowok , ih SARA." Cerocos Rein, tangannya sibuk mengaitkan gelang etnik oleh-oleh Satria ketika pergi melancong ke pulau Bali belum lama ini.

"Ya iyalah.  Coba lihat, rambut pendek, jeans,   T-Shirt, kulit, sampai bibir, item semua,  untung aja gak kayak Mimi Hitam." Mayang mendaratkan telunjuknya di pipi Rein.

"Eeeh menghina, aku kan item-item kereta api, banyak yang nungguin."

"Siapa? calo angkot atau preman terminal?" Mayang terbahak.

"Sembarangan, tapi  nih tuduhan si Ibu tadi gak sepenuhnya benar, buktinya nilai A ini."  Rein merepet sambil melambai-lambaikan kertas ujiannya yang terlihat sedikit lecek.

"Berarti dapat di simpulkan, kalau ingin nilai bagus, kamu harus sebel dulu ya ke dosen nya, inspiring banget." Mayang tertawa.

"Ya gak juga sih, aku sebel ke Pak Bayu nilai ku gak pernah A."

"Berarti nilai A ini faktor lucky doang?" Mayang menunjuk kertas ujian Rein.

"Ya gak lah, ini tuh perjuangan tauk, sirik."

"Iya deh, aku Sirik kamu Juwita nya. So, jadi kan main ke tempat kos ku sekarang?" Mayang menyibakkan rambut model bob nya yang terlihat sangat indah dengan ujung yang  melengkung sempurna.

"Jadi lah, eh tapi ngomong-ngomong kalau aku Sirik dan kamu Juwita nya,  Oky nya siapa ya?" Tanya Rein cepat sambil merangkul bahu Mayang.

"Cari aja sendiri kandidatnya." Mayang tertawa.




***








Setelah melewati jalanan yang  berdebu, berbatu, berkerikil tajam, dengan lembah melandai, bukit memuncak, sungai arus ringan, parit yang menghitam, dan warung buah plus mie instan akhirnya dua sahabat itu pun sampai di tempat kos Mayang yang baru.

Tempat itu terlihat rapi dan terawat, maklum baru saja berdiri sekitar setengah tahunan yang lalu. Pintu gerbangnya saja belum selesai, hanya di buat dari kawat yang di bentuk sedemikian rupa menjadi sebuah pintu, persis seperti alat untuk mengayak pasir yang sering Rein lihat di bengkel anak Sipil. 

Di depan lokalan kosan terlihat beberapa tiang jemuran yang talinya terbuat dari kawat yang kira-kira berukuran beberapa kali lebih besar dari ukuran  timah solder. Tiang-tiang  jemuran  yang sangat mengganggu pemandangan.

Sayup sayup terdengar suara  Noel Gallagher begitu memasuki area kosan,  3 blok  dari situ terdengar Kurt Cobain bernyanyi garang, riuh rendah layaknya lapak-lapak penjual tape mobil di kawasan Cihapit tempat Redi mendapatkan tape mobil pertamanya yang kini bertengger manis di dalam kamar kos nya. Ah siang yang sangat ramai.

Mayang menepuk tangan Rein dengan halus.

"Kalau gak salah, si dejavu mu itu, parkirnya disitu tuh, di kamar yang ada suara serak-serak beceknya." Mayang terkikik sambil melepas sneakers low top merahnya.

Rein manggut-manggut lalu menoleh ke sebuah kamar yang di penuhi oleh suara vokalis Nirvana itu. Pintunya sedikit terbuka, tak ada tanda-tanda orang di dalamnya.  Sepi diantara keriuhan.






Janji Cinta Kala SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang