9

15 1 0
                                    

Shia memandangi gadis yang memadukan  T shirt hitam dengan jeans warna senada di depannya dibawah bayang-bayang topi merah berhuruf MU yang ia kenakan. 

Setengah jam penantian  yang panjang bagi nya untuk menunggu kemunculan seorang gadis di pertigaan yang ramai dari sebuah pintu bis kota butut yang baru saja berlalu meninggalkan asap hitamnya yang tebal. 

Informan-nya berkata bahwa setiap pukul setengah tujuh pagi, Rein akan melewati pertigaan itu untuk menuju ke kampus mereka. 

Dan kini gadis yang masih ia pandangi itu tengah sibuk membuka sebuah benda berbentuk bulat berwarna ungu yang  membuatnya penasaran.

Shia menahan nafasnya setiap kali Rein akan membuka benda dalam genggamannya yang beberapa kali urung ia lakukan.

Pertama karena gadis yang tangannya di lingkari gelang etnik itu harus menggeser duduknya sementara ada penumpang lain yang memasuki angkot.

Kedua, ia harus membuka jendela angkot karena oksigen di dalam angkot yang masih ngetem itu terasa sangat tipis.

Ketiga karena ada seseorang di jendela luar angkot yang menarik narik rambut miliknya untuk sekedar  membicarakan sesuatu yang entah apa. 

Dan akhirnya inilah saat nya batin Shia senang ketika Rein mulai membuka si bulat ungu yang ada di genggamannya.

“Oh makanan.” Shia mengejutkan gadis bertas blacu itu yang baru saja memasukan lembaran ungu berukuran kira kira 2 kali 1 cm ke mulutnya.

“Mau? Permen karet?” Rein mengacungkan wadah permen karet berwarna ungunya kepada pemuda yang terlihat menonjol dengan jam tangan G Shock nya itu.

“Permen karet ya, gak apa-apa nih?” Shia  tersenyum ramah.

“Kalau aku nawarin berarti gak apa-apa dong.”

Kini seisi angkot menatap mereka. Rein mengacungkan benda itu ke seisi penumpang angkot tapi mereka menggeleng.

“Kayaknya cuma aku aja yang celamitan.” Shia tertawa.

“Gapapa daripada ngeces bayi dalam kandungan.”

“Kandungan siapa?”

“Ya emaknya lah.”

Shia tertawa lagi, memperlihatkan giginya yang putih dan rapi. “Baru tahu ada permen karet bentuknya gini, ukurannya kaki lagi.” Shia membolak balik tempat permen karet itu.

“Baru tahu ya, tahu nya pasti yang merk nya Yosan kan? yang akhirnya bikin frustasi karena huruf N nya gak muncul muncul.”

“Iya, kayaknya memang sengaja gak di bikin tuh huruf N nya.“ Shia tersenyum dan mengembalikan tempat permen karet itu sambil mengucapkan terimakasih.

“Ye fitnah.”

“Habis memang gitu kenyataannya.”

“Kesel ya?”

“Bukan kesel lagi, eneg!” Seru Shia disambut dengan tawa renyah Rein.

“Hei, kita belum kenalan. Aku Shia.“ Shia menjajari langkah  Rein, sesaat ketika mereka telah turun dari angkot dan mulai berjalan menyusuri jalanan kampus yang masih saja di hiasi dengan lubang lubang menganga yang lumayan besar.

“Oh iya, aku Rein.” Rein mengulurkan tangannya ramah kepada Shia dan di sambut dengan genggaman hangat Shia.

Gak sia sia menunggu di pertigaan.

“Eh, kantin jurusan kamu sudah buka belum ya jam segini?” Shia menengok jam kesayangan nya yang sangat ia kagumi.

Rein mengangguk sambil mengunyah permen karet ungu nya dengan santai.

Janji Cinta Kala SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang