8

11 2 0
                                    

Shia membolak-balik diktat Bahasa Inggris milik Jed sambil sesekali memperhatikan adik dari sahabatnya itu yang tengah mengelus-elus punggung Kuya, salah satu kura kura kecilnya yang tengah sakit. Di mata Shia, Jed dan Nara, dua saudara sedarah itu bagaikan bumi dan langit. 

Walaupun Shia satu kelas dan satu tempat kos dengan Jed, itu tidak membuatnya menjadi dekat dengannya.  Alih-alih menjadi teman baik Jed, Shia justru lebih dekat dengan Nara, yang berperangai tenang, walaupun untuk kasus tertentu ia dapat meledak-ledak.

Persahabatan antara Shia dan Nara berawal dari acara ospek gabungan dimana mereka  sama-sama di rendam di sebuah sungai di belakang kampus sebagai bentuk hukuman atas pelanggaran yang mereka lakukan.

Shia melirik Jed. Mulutnya gatal.

“Kemarin aku lihat kamu ngobrol sama cewek yang rambutnya pendek itu, siapa namanya?” Shia menatap wajah yang terlihat kusut itu.

“Rein.” Jed menjawab dengan malas.

“Ooh Rein, kamu suka ya sama dia?” Pancing Shia, ia melirik Jed dari sudut matanya.

Mengaku atau berkelit.

Jed diam, ia mengembalikan Kuya ke dalam fishball-nya.

“Bukannya dia sudah punya cowok?” Lanjut Shia tak sabar sambil matanya tak lepas memperhatikan Kuya.

“Kata siapa?” Jed bertanya dengan nada tinggi.

“Ada yang bilang.” Shia melemparkan diktat Bahasa Inggris Jed ke ranjang.

Jed Muntab. “Jadi semua orang tahu kalau dia punya cowok kecuali aku?”

“Aku baru tahu kok.” Jawab Shia tenang.

Jed meraih gitarnya, duduk bersandar lemas di tembok kamar. Ia malas menanggapi Shia. Tapi bukan Shia namanya bila tidak berhasil mendapatkan apa yang ia inginkan.

“Kalau aku jadi kamu, aku bakal maju terus, aku gak peduli dengan cowoknya.  Kalau cowoknya tiba tiba nyerang aku sambil bawa orang sekampung, aku dengan senang hati bakal hadapi mereka,” kata Shia pongah. “Eh, tapi kan kamu bukan aku ya?” Shia tersenyum kecil.

Jed mendengus. “Ya, aku bukan kamu Shi, lagian dia kok yang ngejar-ngejar aku.  Aku sendiri biasa-biasa aja sama dia, kakak aja yang berlebihan menanggapinya.” Mendadak Jed mengarang sebentuk kalimat yang baru saja keluar dari mulutnya, untuk menutupi semua kegundahan hatinya karena Rein.

Shia memandang wajah Jed, dahinya berkerut.

Gengsi, Egois atau sensitif.

***

Rein mengigiti ujung atas pulpen Pilot-nya sementara telinganya masih serius mendengarkan siaran radio  favoritnya. Kini tak  ada lagi namanya di sebutkan oleh penyiar radio itu.  Rein tiba tiba merasa sangat kehilangan, tak ada Vodoo, Sahara, Protonema atau Kidnap Katrina yang di putarkan untuk nya.

Beberapa hari setelah ia pergi “jalan” bersama Jed, ada sebuah perubahan yang sangat jelas yang ia rasakan.  Jed menjadi sangat berbeda, tak ada lagi senyuman hangat pemuda berambut kemerahan itu, tak ada lagi lambaian tangannya yang selalu Rein tunggu, bahkan tak ada lagi sapaan “halo” nya yang selalu membuat rindu. Semuanya seakan membeku.

Rein ingat terakhir kali ia bercakap-cakap dengannya ketika ia mengembalikan kaset Smashing Pumpkins yang ia pinjam darinya.  Saat itu Jed masih seperti biasa, bercanda dengan nya. 

Tapi beberapa hari kemudian ketika Rein bertemu lagi dan bertatap mata dengannya, Jed terlihat sangat acuh, ia hanya tersenyum sekilas lalu pergi meninggalkannya.  Dan entah mengapa saat itu hatinya terasa sangat sakit.

Janji Cinta Kala SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang