09.38
Mengenai soal menjauhi Zach, Zee benar-benar melakukannya. Tiga hari sudah bangku mereka tidak diisi dengan canda tawa atau obrolan ringan. Benar-benar sepi. Seperti mereka itu orang asing yang sama-sama canggung.
Apa Zee jadi sedih? Sebagian dari diri Zee mengatakan 'iya', tapi sebagian dari dirinya muak pada Zach. Zee tidak benci, hanya saja sebal pada Zach yang tidak percaya.
Omong-omong, sekarang adalah jam istirahat. Zee tidak keluar karena malas. Sekarang tidak ada lagi sapaan dari Zach. Semacam Zee, ngantin nggak? Atau Gue mau ke kantin, titip makanan, nggak? Itu semua seolah sirna. Atau memang sudah tidak berlaku sama sekali.
Sampai suara khas cowok menelusup ke telinganya.
"Zeelan."
Zee terkejut, lalu menoleh ke sumber suara. "Iya?" ucap Zee takut-takut. Ini baru pertama kalinya seorang Zachary menyebutkan nama panjangnya.
Tatapan mata Zach menyorotkan aura menyeramkan. Bukan, Zach tidak ingin ngamuk. Tapi seperti ... Mengintimidasi?
"Apa ini bener punya lo?" tanya Zach dingin sembari mengangkat tinggi buku bersampul ungu tersebut.
Mata Zee terbelalak. Buku hariannya yang hilang sekarang ada di tangan Zach. Kalau sampai Zach membukanya, berarti cowok itu tahu siapa pemeran utama dalam buku itu.
"Zach, balikin." Cepat-cepat Zee mengambil buku itu dari tangan Zach. Tapi terlambat, Zach sudah mengangkat buku itu lebih tinggi lagi.
"Lo cuma jawab ya atau nggak," ucap Zach tanpa ekspresi. "Ini buku lo?"
Zee menunduk. Dengan pelan, ia menjawab, "Iya."
Jangan sampai Zach baca duluan, Ya Allah. Zee merapalkan doa dalam hati.
"Gue udah baca semuanya."
Siapapun juga, tolong kirim Zee ke Saturnus.
Dengan keberanian yang sangat kecil, Zee mengangkat kepalanya. Iris matanya bertemu dengan iris mata Zach, membuat cewek itu merasa kecil. Takut dipites.
"Lo bener suka gue?" tanya Zach.
Zee hanya mengangguk sembari matanya masih terus menatap Zach.
"Kenapa?"
"Bu–bukannya di buku itu sud–sudah dibahas?" jawab Zee gugup.
"Kenapa nggak jujur ke gue?"
Zee mengerjapkan matanya begitu mendengar pertanyaan Zach. Jujur? Gila kali, ya.
"Gue malu, Zach."
Zach menurunkan tangannya yang mengangkat buku bersampul ungu dan menaruh buku itu di meja. Tanpa diduga, tangan Zach meraih pipi Zee dan mengusapnya pelan. Jantung Zee langsung berdetak tidak karuan. Tolong, jangan ambil nyawa Zee hari ini.
"Kenapa lo nggak bilang?" ucap Zach lagi. "Seenggaknya, kalo lo bilang dari dulu, hubungan gue sama Rinai nggak bakal sejauh ini, Zee."
"Mak-maksudnya?"
"Gue sama Rinai hari ini resmi pacaran. Kalo lo jujur, mungkin gue bisa jauhin Rinai dari dulu. Tapi sayang, lo terlambat. Dan gue terlalu sayang ke Rinai."
Tepat saat Zach selesai mengucapkan itu, tangis Zee tumpah.
Zach menarik Zee ke dekapannya. Mencoba menenangkan cewek yang sedang ada di pelukannya itu. Zach berbisik pelan pada telinga Zee.
"Tapi kita akan tetap berteman."
------
a.n
FINALLY!!! INI ENDING!!! SUMPAH ENDING, JEKA GA BOONG.
Dari sini, apa ending dari cerita ini bisa kebaca?
Tolong jangan timpuk jeka karena ending ini. Nih, dia yang minta.
Btw, di chapter kemarin, aku ngakak so hard wkwkwk. Ternyata boongin anak orang tuh enak banget rasanya :v
Dan ini adalah reaksi ter-ngegas.
P.s: ini belom end kok. Masih ada satu chapter lagi. Tapi, ending-nya udah pasti gini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chat and Talk
Short Story[Completed] Highest rank #1 in Short Story 25 November 2017 ------ Zach dan Zee adalah teman sebangku. Sebelum Zach mengirimi Zee pesan untuk menanyakan buku catatan sejarahnya, Zee terlalu takut untuk ngobrol bersama cowok berdarah Sunda itu. Tapi...