09 Agust || Talk

18.2K 1.3K 164
                                    

18.45

Zee akan meminum obat pereda nyerinya jika saja bel rumah tidak berbunyi. Karena orang tua Zee sedang pergi keluar dan di rumah cuma ada dirinya dan adiknya yang balita, jadi Zee yang membuka pintu.

Ketika melewati ruang tamu, Zee melihat adiknya bermain dan itu sangat berantakan. Banyak mainan robot, mobil, kereta, hewan, dan pesawat dimana-mana. Menghembuskan napas, Zee menggendong adiknya. Nggak berat, sih, cuma 13 kilo.

"Dek-dek, ada tamu tapi rumah kok berantakan," gerutu Zee sambil berjalan yang tidak ditanggapi oleh adiknya.

Zee membuka pintu. Pemandangan pertama yang ia lihat adalah Zach dengan kemeja flanel kotak-kotaknya dan rambut yang poninya dibiarkan menutupi dahi. Berbeda dengan Zach yang Zee temui di sekolah. Poni Zach itu biasa dibuat jambul keren.

Kalau seperti ini, Zach jadi mirip Jefri Nichol versi Nathan.

Ah, abaikan pemikiran absurd Zee. Kembali ke realita.

"Zach?" Itu ucapan Zee pertama kali.

"Halo, Zee," sapa Zach sambil tersenyum. Kemudian, matanya melirik balita yang ada dalam gendongan Zee. "Halo, dedek."

"Humm, sakit," oceh adik Zee ketika Zach memainkan pipi gembulnya. Zach tertawa ringan.

"Zach, ngapain kesini?" tanya Zee, mengalihkan perhatian Zach.

Zach melirik Zee kembali. "Gue mau ngambil buku gue," jawab Zach.

"Oh, gitu," sahut Zee, menurunkan adiknya itu dari gendongannya. Yang kemudian, adiknya itu berlari menuju ruang tamu untuk kembali bermain.

"Tunggu bentar, ya," ucap Zee. "Lo mau nunggu disini atau masuk ke dalem? Tapi ruang tamu berantakan, sih."

Zach terkekeh. "Adek lo mainan, ya?" tanya Zach. Zee mengangguk.

"Gue nunggu sini aja," ucap Zach.

"Oke." Lalu, Zee berbalik badan. Kakinya melangkah meninggalkan Zach di ambang pintu. Dari belakang, Zach melihat rambut Zee yang dikuncir bergoyang kesana-kemari.

Tak butuh waktu lama untuk Zee mengambil buku dan kembali menghampiri Zach. Zee menyodorkan buku bersampul cokelat itu. Zach menerimanya.

"Makasih, Zee," ucap Zach sambil tersenyum tipis.

"Harusnya gue yang makasih soalnya lo sampe bela-belain kesini buat ngambil tuh buku," balas Zee. "But, sama-sama, deh."

Zach terkekeh. Mata Zach tidak sengaja melihat perban yang menempel di siku Zee. Zach mengernyit ngeri melihat noda merah yang tertoreh di perban itu. Zach berpikir, pasti sakit. Apalagi, Zee adalah perempuan.

"Itu luka lo tadi, ya?" tanya Zach sembari menunjuk luka di siku Zee.

Zee mengangguk. "Iya."

"Sakit? Tapi kok lo gendong adek lo?" tanya Zach lagi.

"Gue cuma nyeri, bagian lutut sama kaki. Kalo tangan cuma tergores aspal aja, jadinya luka. Makanya gue kuat gendong."

"Tapi lo tadi bilang cuma tangan aja?" tanya Zach lagi, untuk yang ketiga kalinya.

"Soalnya itu nggak penting kalo gue ngomongin kaki gue nyeri. Nggak guna juga, kan?" Zee bertanya balik.

"Itu berarti, lo bohong."

"Nggak bohong, cuma ngomongnya aja nggak lengkap," tukas Zee langsung.

Zach bergedik bahu. "Terserah lo, deh."

Zee hanya tersenyum menanggapi.

"Yaudah, gue balik, ya," pamit Zach.

"Iya, hati-hati."

Lalu, Zach balik badan. Zach berjalan menuju motornya yang diparkir di depan pagar rumah Zee. Dari belakang, Zee mengikuti.

"Gue balik, ya," pamit Zach lagi.

"Iya. Tadi udah pamit juga," ucap Zee.

Terkekeh, Zach mengacak rambut Zee yang dikuncir, sehingga rambutnya berantakan. "Jaga diri baik-baik. Lukanya dirawat. Sering-sering ganti perban. Jangan lari biar kakinya nggak tambah nyeri."

"Kok bawel?" Zee kaget. Bukan, tapi Zee kaget kalo Zach itu banyak omong.

"Gue nggak bawel, tapi gue peduli sama lo," bales Zach. "Peduli sama temen sebangku kan nggak ada salahnya," lanjut Zach.

Tadinya, Zee tersanjung kalau Zach ternyata peduli terhadapnya. Namun ternyata, Zach hanya peduli sebagai teman sebangku. Ini, sih, Zee saja yang ngarep.

"Yaudah, gue balik." Zach memakai helmnya. Kemudian menancap gas motornya dan melaju pergi.

Di depan pagar, Zee mematung. Lebih tepatnya, Zee merasakan debaran halus di dadanya karena perlakuan Zach.

Karena sebelum pergi, Zach merapikan rambut Zee yang sempat dibuatnya berantakan. Walau, rambutnya masih tetap sama.

------

Chat and TalkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang