"Kau tidak pernah memberitahuku kalau kau akan nginap disini."
Hyerin meletakkan koper milik sepupunya di samping sofa. Dia duduk di tepi kasur, berhadapan wajah dengan Mirae.
Jung Mirae. Dia merupakan sepupunya. Umur mereka hanya berparak satu tahun.
Dari semua sepupu yang di miliki Hyerin cuma Mirae lah yang paling akrab dengannya.
"Aku menghubungimu kemarin. Kenapa kau tidak menjawabnya?"
"Jeongmalyo? Ahh mian aku sudah mengganti nomor teleponku."
"Kau mengganti nomor teleponmu? Waeyo? Tidak biasanya kau mengganti nomor teleponmu."
"Waktu itu ponselku rusak jadi aku mengganti nomor teleponku. Hehe mianhae."
Mirae mengulum sebuah senyuman tipis. Senyap-senyap matanya bergerak memerhatikan kamar.
"Kamarmu tetap seperti ini ya. Whuaa.. rasanya aku seperti mengingat kejadian dulu."
"Apakah kau ingat kejadian ketika kau menangis karena aku pernah meninggalkanmu sendirian di kamar?"
"Ah.. kejadian itu. Kalau di pikir-pikir lagi, aku jadi merasa seperti orang bodoh saja."
"Haha jangan berpikir seperti itu. Kau pintar kok. Kau pintaaar sekali! Neomu! Daebak!"
Kata Hyerin sambil membentuk bulatan besar dengan tangannya. Seolah menjelaskan betapa pintarnya Jung Mirae.
Mirae terkekeh kecil. Hyerin tidak pernah berubah. Gadis itu masih selalu ceria.
Menurutnya, Hyerin mempunyai kepribadian unik yang tidak bisa ditolak kaum pemuda manapun.
Kalau saja bisa, di kehidupan selanjutnya Mirae ingin terlahir kembali menjadi Hyerin.
Wajahnya bagus, tubuhnya mungil, matanya memiliki warna coklat terang, dan senyumannya yang mampu membuat pemuda manapun tidak bisa buru-buru berpaling.
She perfect.
Tapi anehnya. Hyerin tidak begitu populer di kalangan pemuda di sekolahnya.
Aneh. Kalau saja Mirae cowok ia pasti mati-matian mencintai gadis itu.
"Imo nado ahjussi eodiseo?" (Bibi dan paman ada dimana)
"Hm? Mereka tidak ada disini. Kau tahu mereka tuh sibuk sekali dengan pekerjaan. Bahkan aku tidak ingat sudah kapan terakhir kali aku melihat mereka."
"Kau pernah menelepon mereka?"
"Tidak." Sahutnya enteng.
"Ahh wae? Kenapa kau tidak pernah menelepon mereka?"
"Aku takut kalau aku akan menganggu pekerjaan mereka jika aku menelepon."
"Yak, sesibuk-sibuknya orangtuamu itu bukan berarti mereka tidak akan pernah menjawab telepon darimu bukan?"
Sesaat, Hyerin terlamun mendengar ujaran Mirae. Sebenarnya tidak salah juga Mirae mengatakan itu.
Tetapi, seburuk-buruknya orang tua Hyerin di pandangan Mirae, ia juga tidak bisa menyalahkan spekulasi sepupunya itu.
Bagaimanapun juga, itu haknya untuk berpendapat.
Hyerin mendengus nafasnya kasar, "Hah, Dwaesseo. Aku mau keluar sebentar. Kau tidak keberatan jika kutinggalkan sebentar 'kan?" (Lupakan itu.)

KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Destiny [PROSES REVISI]
Fanfiction#64 In cerpen. #293 In FF. #82 In jjk. #414 jeonjungkook #770 fiksipenggemar Bermula dari perjodohan bawah umur, sampai tinggal di bawah atap yang sama dengan Jeon membuat Park Hyerin merasa sangat sial. Tidak pernah disangka dalam pikirannya bahwa...