Problem

4.8K 459 29
                                    

"6, 7 , 8 ..."

Aku menghitung langkahku di sepanjang anak tangga.

Hari pagi telah tiba. Tapi, perasaan bahagiaku masih belum pudar. Sejujurnya aku tidak menyangka mendengar kata maaf keluar langsung dari mulut Jungkook akan semenyenangkan ini.

"9, 10 ..."

Mungkin karena ia kemarin mengatakannya dengan malu-malu begitu aku jadi semakin begini.

Ah, benaran deh. Rona wajahnya itu lucu sekali. Baru kali ini aku melihatnya seperti itu.

"Yak."

Aku berhenti melangkah dan mendongak ke atas. Kudapati Jungkook yang sudah berada di lantai atas.

Dia duduk sambil menumpu pipi, membuat jembatan dari jemarinya lalu menempelkan dagunya disana.

Hipotesisku mengatakan ia pasti sudah lama disana.

"Bisakah lebih cepat? Aku sudah bosan melihatmu hitung-hitung anak tangga seperti itu."

"Kalau begitu menapa kau menemaniku?"

"Jangan geer. Aku tidak menemanimu."

Bola mataku memutar. "Ne, ne. Algesseubnida." (Iya, iya. Aku mengerti kok)

Aku kembali melangkah. Sesampainya di depan Jungkook, aku menyetop kakiku dan menendang sepatunya pelan.

"Kau menghalangi jalanku."

Kami saling bertatapan sebentar. Sekiranya sampai lima detik, ia baru berbicara.

"Hari ini kau pergi dengan siapa ke pesta itu?"

Sebelum menjawabnya kuangkat bahuku ringan, "entahlah. Aku belum memikirkannya."

"Benarkah? yak, kau tidak berniat pergi kesana bersama si bantet itu bukan?"

"Jimin? Bukankah kau akan marah jika aku pergi kesana dengannyaㅡ"

"Kenapa kau berpikir aku akan cemburu, haha. Pergi saja sana dengan Jimin pabo itu!" Potongnya memenggal perkataanku.

Dahiku mengerut, "neo gabjagi waegeurae?" (Kenapa kau tiba-tiba begini)

"Tidak. Memangnya aku kenapa? Berpasangan saja kau sana dengan Jimin, aku tak peduli. Lagian kau juga dekat dengannya, bukan."

"Dia temanku."

"Lebih dari itu," tentangnya.

Kerutan di dahiku kian mendalam. "Maksudmu?"

"Rasanya seperti.. kau jauh lebih mesra bersamanya ketika dibandingkan bersamaku."

"Astaga, ia itu temanku, Jungkook."

"Tapi faktanya kau membedakanku. Yak, padahal siapa disini suamimu?"

Bola mataku berotasi. Mulai lagi. Kejanggalan sikap Jungkook barusan membuatku kini memandangi lelaki itu sengit.

Aku mendengus, "jujur saja. Jeon Jungkook, apa kau cemburu?"

"Tidak. Ngapain aku cemburu."

"Baiklah. Kalau begitu," Kujeda kalimatku sejenak, lalu melipat tangan di depan dada. "tidak masalah jika seharian ini aku bersama Jimin, bukan?"

"Bentar, a-apa?"

"Bukankah barusan kau mengizinkanku untuk berpasangan dengan Jimin? Berarti secara tidak langsung kau memperbolehkanku untuk bersamanya, dong."

Bad Destiny [PROSES REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang