Untuk yang pertamakalinya selama kita memutuskan komunikasi, dia mengomentari salah satu postinganku di social media path. Entah dia sedang kerasukan apa namun melihat itu, aku sontak kegirangan, kaget dicampur bahagia. Bahagia karena berfikir dia ternyata sedang menguntit akunku.
Jika harus mengikuti perasaan. Aku mau sekali membalas panjang komentarnya, dan berusaha keras agar setiap komentar kita terus berlanjut dan tidak berhenti. Akan kutunjukkan kepadanya bahagiaku karena telah dihubunginya. Akan kulepaskan segenap rindu yang telah menggunung melalui kesempatan itu.
Hanya saja. Semuanya tidak gampang. Ada harga diri yang harus kuselamatkan. Aku tidak boleh terlihat segampang itu, cukup kemarin aku merasa dianggap mainan, tidak sekarang dan selamanya. Menanggung beban rindu lebih baik dari pada harus jujur dengan perasaan yang kupastikan hanya membuatnya semakin besar kepala.
Sempat diserang kebimbangan, berfikir tetap mengabaikan atau meladeniya. Sebab kapan lagi aku bisa berkomunikasi dengan dia jika bukan sekarang. Mumpung dia yang memulai. Akhirnya setelah membuka tutup aplikasi tersebut, menulis, mengahapus dan menulis lagi komentar yang hendak kukirimkan. Memikirkan kalimat yag tepat dan Alhamdulillah aku tetap pada pendirian awal. Tidak menggubris, malah kuhapus akunnya dari daftar pertemanan. Puas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary mantan
General FictionSebuah diary atau catatan-catatan hati seorang mantan yang dimulai ditulis tepat saat hubungan mulai berakhir.