‧₊ ❁ཻུ۪۪.;┊Chapter 26 ✩₊̣̇.

743 73 7
                                    

Tok! Tok! Tok!

"Gia ... ini Mama bawain kamu makan," ucap sang Mama sambil membawa makanan untuk Gia.

Sudah beberapa hari ini, Gia memilih untuk mengurung dirinya di kamar. Dia tidak makan, maupun minum.

"Gia ... buka pintunya, Nak," bujuk Shilla.

Namun, lagi-lagi sama. Gia tak mau membuka pintu.

"Kalo kamu gak makan, nanti kamu sakit. Kamu mau bikin Mama sedih gara-gara kamu sakit?"

Gia yang mendengar itupun langsung bangkit dari tidurnya. Dia berjalan dan membukakan pintu untuk Mamanya.

Ceklek

Terlihat seorang Gia yang pucat. Shilla langsung masuk ke dalam kamar Gia.

Gia duduk di tepi kasurnya. Dia menatap mamanya yang sedang sibuk menaruh makanan di atas nakas.

"Ma, Gia gak laper," ucap Gia dengan suara seraknya.

"Kamu udah gak makan tiga hari. Masih gak laper?" tanya mamanya, "kamu harusnya bersyukur bisa makan enak kaya gini."

Gia pun menerima suapan dari mamanya.

"Kamu lihat orang di luar sana. Masih banyak yang mau makan tapi gak ada makanan. Dan kamu di sini? Punya makanan enak tapi malah kamu sia-siakan," ucap Shilla dengan lembut.

"Maaf, Ma," kata Gia.

"Gak perlu maaf. Sekarang kamu makan aja, itu udah bikin Mama seneng."

Gia terus memakan masakan Shilla. Dia tak mau mengecewakan mamanya itu.

Setelah beberapa saat, Gia pun sudah mengabiskan makanannya. Dia meneguk air putih dengan cepat.

"Sekarang kamu cerita, kamu ada masalah apa?" tanya Shilla.

"Gak ada kok, Ma."

"Kamu gak bisa bohongin Mama kamu sendiri," ucap Shilla.

Gia tertunduk. "Gio berubah akhir-akhir ini. Gia gak tau kenapa."

"Jadi kamu mengurung diri karena itu?"

"Gak kok. Gia cuma males ke luar aja," ucapnya.

"Denger, Mama. Jangan pernah nyakitin diri sendiri. Kalau orang lain nyakitin kamu, usahakan diri kamu gak ikut nyakitin diri sendiri juga. Kalau bukan dari kamu sendiri, lalu siapa lagi?"

Gia menatap Shilla dengan pandangan yang mulai ditutupi oleh genangan air mata.

"Kalau orang lain ninggalin kamu, biarkan aja. Toh, kalau hatinya masih tetap berada di kamu, dia pasti kembali lagi," kata Shilla, "tapi, kalau hatinya sudah gak ada di kamu, kamu pasti dapatkan hati yang lebih baik dari dia."

Air mata Gia pun perlahan turun.

Shilla mengapus air yang sudah membasahi pipi puterinya itu. "Dan juga, air mata kamu sebaiknya keluar saat bahagia. Jangan saat sedih kaya gini."

Querencia [𝚃𝚊𝚖𝚊𝚝]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang