‧₊ ❁ཻུ۪۪.;┊Chapter 13 ✩₊̣̇.

980 81 0
                                    

Gia menggenggam HP-nya dengan kuat. Matanya tak lepas dari jam dinding. Sudah 20 menit Gia menunggu kabar. Namun, tak kunjung dia dapatkan.

Gia memainkan ponselnya. Membuka aplikasi chat. Tetap saja, tak ada notif sama sekali.

"Kenapa, Gi? Gue liat lo kek gelisah gitu," tanya Yura.

"Lo abis dari kantin, kan?"

Yura mengangguk dengan ragu. "Emang ada apa sih?"

"Liat Gio gak?"

"Iya, dia sama temennya. Kenapa, Gi?"

"Gak papa," kata Gia dan berlari keluar kelas.

Gia berjalan menyusuri koridor yang sudah dipenuhi oleh murid-murid.

Gio pasti lupa, batin Gia.

Gia mempercepat langkah kakinya. Kenapa selalu aja gak jadi? tanya Gia dalam hati.

Rencananya, Gio mengajak Gia untuk ke kantin. Tetapi, rencana itu pasti gagal. Seperti saat ini. Gia memilih untuk menemui Gio. Ya, walaupun tak sesuai dengan harapan.

Gia menghentikan langkahnya.

Deg!

Seketika jantung Gia berhenti berdetak. Napasnya kini tercekal. Matanya sudah hampir mengeluarkan bulir bening. Gia tekekeh pelan. "Gak seharusnya gue cemburu, 'kan?"

Entah ada angin dari mana, Gia langsung mengetik sebuah pesan untuk Gio.

Gia
Gue pulang sama Arkan. Ada tugas kelompok yang mau gue kerjakan. Jadi, lo pulang sendiri dulu.

Elgio
Iya. Hati-hati

"Udah? Gitu doang jawabannya?" tanya Gia dengan rasa kecewa.

Gia berbalik dan segera pergi meninggalkan kantin. Dia berjalan menuju perpustakaan. Hanya itu tempat yang bagus untuk merenung.

༺❀༻

"Ok, Gia. Sekarang, coba lo tanya sama diri lo sendiri. Apa yang lo liat barusan?" tanya Gia kepada dirinya sendiri.

Gia mengacak-acak rambutnya. Lalu, dia merebahkan kepalanya ke atas meja. "Gak seharusnya lo cemburu." Gia terus bermonolog dengan air mata yang sedikit demi sedikit keluar dari persembunyiannya.

"Hiks, tapi dia kemaren mohon-mohon biar bisa gue bantu buat move on dari Alana." Gia menghapus jejak air matanya.

"Kamu kenapa?"

Gia langsung menegakkan tubuhnya. Merapikan rambutnya yang sudah berantakan.

"Gak papa kok, Pak."

Pria paruh baya itu duduk di samping Gia. "Jangan nangis. Kasain bukunya basah kena air mata kamu."

Gia langsung melirik buku di depannya. Memang benar, buku itu basah.

"Kamu kenapa nangis?" tanya petugas perpustakaan itu, "pasti lagi galau, ya?"

Gia ragu menjawabnya. "Emang boleh ya galau? Perasaan, saya bukan siapa-siapanya dia."

Querencia [𝚃𝚊𝚖𝚊𝚝]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang