"Kenapa ya, Ma? Arkan itu kaya gak suka Gia deket sama Gio," tanya Gia kepada Shilla.
"Itu perasaan kamu aja kali, Gia," kata Shilla sambil menatap Gia yang tengah sibuk memasukan bajunya kedalam koper.
"Tapi, biasanya dia gak kaya gitu, Ma. Dia gak pernah sampe gak suka banget dengan cowok yang deket sama Gia."
"Biasa-lah, namanya juga cowok. Dia mau jagain kamu, biar Gio gak macam-macam. Wajar kok. Kalian juga udah kaya saudara dari kecil, 'kan?" Tiba-tiba Erick datang dengan senyuman. Ia berada di ambang pintu. Dengan tangan yang dilipat di depan dada.
"Gia ngerasa gak enak, Pa. Kasian Arkan kaya gitu. Apa Gia jauhin Gio aja, ya?"
"Emanb kamu bisa jauhin dia?" tanya Mama Gia.
Gia ragu. "Mungkin itu sulit buat Gia lakukan. Tapi, kalo dicoba pasti bisa kok."
"Kalau kamu ninggalin Gio, kasian dia juga," kata Erick.
"Coba jalanin aja dulu. Mungkin Arkan lagi bad mood aja, makanya dia kaya gitu." Shilla meyakinkan Gia, agar gadisnya itu tak lagi khawatir.
"Nanti, coba kamu telepon Arkan. Ajak dia ngomong. Papa yakin dia bakalan balik kaya semula lagi," ucap Erick.
Gia mengangguk. "Makasih buat Mama sama Papa."
"Ya udah, kamu lanjutin aja dulu packing-nya," kata Shilla.
"Iya, Ma."
"Jangan banyak memikirkan hal yang harusnya gak kamu jadikan beban, ya." Papa Gia mencium puncak kepala Gia.
"Iya, Papa."
༺❀༻
"Iya? Kenapa?"
Gia menelepon Arkan. Seperti saran dari Papanya tadi.
"Beliin gue mie ayam dong," pinta Gia.
"Pesen sama ojek online atau apa kek gitu, gue males keluar rumah."
Gia memanyunkan bibirnya. "Tapi sama lo, 'kan gratis. Lumayan."
"Justru dengan adanya lo mesen sama mereka, secara gak langsung mereka dapet rezeki buat keluarganya," ucap Arkan yang mulai kesal.
"Gak mau tau! Pokoknya harus lo yang belikan. Lo gak mau apa ketemu gue? Besok 'kan gue bakal liburan."
"Masih ada lain hari. Lagian lo gak pergi ke alam lain juga. Dah, ya? Gue cape."
"Ya udah. Serah lo!"
Gia mematikan telepon itu secara sepihak. "Arkan nyebelin banget. Cuma minta mie ayam aja gak diturutin."
Di sisi lain, Arkan berusaha untuk bangun dari tempat tidurnya. Gadis itu pasti akan merajuk. Maka dari itu, mau tidak mau Arkan harus membelikan apa yang Gia mau.
Arkan memasang hoodie. Merogoh kunci mobil yang ada di nakas. Lalu ia berjalan menuju garasi mobil.
Arkan memilih tempat yang sering ia kunjungi bersama Gia sewaktu dulu. Mie ayam yang merupakan favorit Gia.
Arkan menutup pintu mobilnya. Ia berjalan dengan jari jemari yang sibuk menyisir rambutnya ke belakang.
"Mie ayammya dua. Satunya gak usah pake ayam. Terus, baksonya dua. Oh iya, satunya cuma pake mie kuning aja. Semuanya pisahin aja sama kuahnya," kata Arkan kepada pria yang sedang mendengarkan pesanan Arkan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Querencia [𝚃𝚊𝚖𝚊𝚝]
Genç Kurgu"Lo itu kaya black hole, Gio! Gravitasi yang ada di dalam diri lo, bikin gue ketarik dan gak bisa lari lagi! Dan itu, secara perlahan bikin gue sakit." Air mata Gia terus saja keluar dari persembunyiannya. Sore ini keberuntungan tak berpihak pada Gi...