Kalau sedang kerja kelompok, Arkan hanya bisa membantu dengan doa. Karena, dirinya sangat malas untuk menggunakan pikirannya untuk hal yang masih bisa dipikirkan oleh teman kelompoknya.
Ah, tidak. Arkan tidak hanya membantu doa. Dia juga membantu membelikan makanan dan minuman untuk temannya. Dan juga, dia akan membiayai apapun itu yang memerlukan uang. Setidaknya, dia masih mengorbankan dirinya untuk mereka. Walau bukan lewat pikiran.
Seperti sekarang. Laki-laki itu hanya bisa rebahan di sofa. Dia tidur dan tak tahu menahu apa yang dibahas oleh teman kelompoknya.
Lagi pula, ini adalah jam 7 malam. Waktunya untuk tidur, begitu pikirnya. Toh, dia sudah membelikan makanan dan minuman untuk mereka. Itu pasti lebih dari cukup, bukan?
Begitulah sifat Arkan.
"Kan. Bangun, itu hp lo bunyi," ucap Figo yang menggerakkan sedikit tubuh Arkan.
Arkan tak menggubris.
Sampai akhirnya Figo membasahi wajah Arkan dengan sedikit air.
"Gue udah mandi anjir!" pekik Arkan.
"Lagian, lo dibangunin dari tadi tetep aja gak bangun-bangun," ucap Figo.
Arkan mengerjapkan matanya yang masih ngantuk itu. Dia meraih ponselnya. Arkan melihat banyak pesan dari Alana. Dan juga, telepon dari gadis itu.
Ia pun memilih untuk menelepon balik si Alana.
Tanpa menunggu waktu yang lama, telepon Arkan langsung dijawab oleh gadis itu.
Suara gadis itu seperti ... orang mabuk.
"Lo di mana?" tanya Arkan dengan dingin.
"Hiks, gue mau balikan sama Gio. Kenapa itu gak terjadi juga? Hiks." Isak tangis Alana terdengar jelas di telinga Arkan.
Arkan langsung mengambil dengan kasar kunci mobil yang ada di atas meja.
"Lo di mana? Jawab gue Alana!" ucap Arkan dengan meninggikan suaranya.
"Apa alasan lo mau tau gue di mana?" tanya Alan dengan gaya bicara yang seperti orang mabuk itu.
"APA SUSAHNYA SIH NGEJAWAB DI MANA LOKASI LO SEKARANG?" bentak Arkan di dalam mobil.
"Hng ... gue lagi ada di bar. J-jalan ... merpati," ucap Alana.
"Lo diam di situ. Jangan ke mana-mana!"
Tanpa pikir panjang, Arkan pun menyusuk Alana. Ntah kenapa, dia tak mau Alana menjadi seperti ini. Lebih baik Alana terus mengucapkan sumpah serapah, dari pada melakukan hal yang seperti sekarang.
Arkan menambah kecepatan mobilnya. Ia harus cepat menjemput Alana.
༺❀༻
Sesampainya di bar yang Alana kunjungi, Arkan pun mencari-cari gadis itu. Emosinya sudah berada di ujung kepala.
"Pulang sekarang," ucap Arkan sesaat dirinya mendekati Alana yang duduk di depan meja bar.
Alana menggeleng. "Gue maunya Gio. Bukan lo," ucap Alana.
Mau tidak mau Arkan harus menggendong tubuh Alana.
Saat keduanya sudah berada di dalam mobil, Arkan pun mulai memarahi Alana. Justru itu tindakan yang sia-sia.
"Lo tinggal di mana?" tanya Arkan.
Alana malah tertidur.
Arkan menghela napas. Dia berusaha menjinakkan emosi yang sudah bersarang di tubuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Querencia [𝚃𝚊𝚖𝚊𝚝]
Dla nastolatków"Lo itu kaya black hole, Gio! Gravitasi yang ada di dalam diri lo, bikin gue ketarik dan gak bisa lari lagi! Dan itu, secara perlahan bikin gue sakit." Air mata Gia terus saja keluar dari persembunyiannya. Sore ini keberuntungan tak berpihak pada Gi...